Letih sih, tapi terbayar oleh kepuasan hari ini. Akhirnya, setelah satu tahun sejak Februari 2012, aku, Otty, Zikri, dan teman-teman sesama pengkaji kebijakan media massa lokal di delapan kota di Indonesia merepresentasikan buku hasil penelitian kami di hadapan umum. Melalui perspektif warga yang diwakili oleh komunitas-komunitas daerah, yaitu di Aceh Besar-NAD , Jakarta, Tangerang Selatan-Banten, Lebak-Banten, Depok-Jawa Barat, Jember-Jawa Timur, Surabaya-Jawa Timur, dan Lombok Utara-NTB, kami ingin melihat bagaimana persebaran isu HAM, good governance, lingkungan hidup, kriminalitas, dan perempuan dan/atau anak. Hasilnya, secara statistik kami menemukan persebaran isu good governance mendominasi dengan jumlah 60%, dan diikuti oleh isu lainnya yaitu kriminalitas 19%, lingkungan hidup 10%, perempuan dan/atau anak 7%, dan HAM 4%. Menariknya, dari ketimpangan isu yang kami temukan, melalui wawancara dengan redaksi kami mendapat pernyataan eksplisit yang dapat disimpulkan kebijakan redaksi yang money oriented memberi pengaruh signifikan tentang porsentase perseberan isu tersebut.
Aku senang, hasil penelitian dalam program Rekam Media itu mendapat sambutan positif dari banyak pihak yang juga memiliki perhatian terhadap fenomena media massa di Indonesia. Seperti, CIPG, WMID, UHR, ICT Watch, ISAD, Majalah Gatra, juga dari Universitas Brawijaya dan STF (Sekolah Tinggi Filsafat) Jakarta. Lalu, secara pribadi aku sangat berterima kasih kepada Akbar Yumni dari Jurnal Footage yang telah menyediakan waktunya untuk menjadi moderator. Juga kepada Imam Shofwan dari Yayasan Pantau yang dengan senang hati hadir sekaligus tampil mendampingi kami sebagai pembanding.
Boleh aku bilang, diskusi bukan hanya dihadiri oleh banyak orang. Tapi juga dihiasi berbagai macam kiritik dan saran dari para hadirin yang semakin memperkaya pengetahuan kami. Misalnya saja, Imam Shofwan memberi catatan penting agar penelitian tersebut juga melacak pemodal-pemodal media masa lokal yang kami teliti. Selain itu, ia juga mengharapkan kami untuk membaca kinerja redaksi media massa lokal melalui banyak layer, misalnya iklan, ideologi, dan hal-hal lainnya.
Kemudian, terlepas dari kritik, Imam juga memberi apresiasi kepada kami. Semoga kami belum merasa puas, menurutnya penelitian tersebut, dapat disambut positif karena hadirnya anak-anak muda yang berinisiatif untuk melakukan kritik terhadap media massa melalui perspektif yang menarik, yaitu perspektif warga. Lalu, berdasarkan data statistik yang kami temukan, ia meminta kami agar hasil penelitian itu diberikan kepada para pegiat HAM, lingkungan hidup, dan gender.
“Para pegiat HAM, lingkungan hidup, dan gender pasti sangat membutuhkan data ini. Jika kelompok-kelompok itu juga mendapat copy-nya, tentu akan sangat membantu kerja mereka. Jadi saya minta kepada teman-teman AKUMASSA untuk mendistribusikannya kepada mereka,” kata Imam.
Pada saat sesi tanya jawab juga banyak yang memberi respon. Salah satunya, Nino, dari Universitas Brawijaya. Selain ia memberi apresiasi terhadap penelitian kami yang fokus terhadap media lokal, ia juga menyarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut.
“Menurut saya, teman-teman juga perlu melakukan penelitian lebih lanjut terkait kualitas dan mental SDM media massa lokal di Indonesia,” ungkap Nino.
Selanjutnya, penelitian ini berkembang ke arah fenomena newsroom, di mana satu informasi dikelola untuk terbit atau siar pada banyak media massa. Hal ini disoroti Nino dan Andi K Yuwono dari UHR sebagai merosotnya kinerja wartawan. Lalu berkembang menjadi pertanyaan untuk Imam tentang sejauhmana media massa bisa menekan politik formal. Juga menjadi kritik untuk para lembaga media watch tentang makna independensi wartawan ketika semua juga sadar bahwa setiap keberadaan media massa merupakan bentuk partisan dari kelompok-kelompok tertentu.
Imam menegaskan, berdasarkan penelitain Yayasan Pantau, memang terdapat masalah dalam profesionalitas wartawan yang memburuk. Hal ini diakui oleh para wartawan sendiri yang pernah menjadi koresponden Pantau. Hasilnya, sekitar 80% wartawan di Indonesia mengamini terjadinya kemerosotan moral dan integrtitas di kalangan para profesionalnya.
“Lack of profesionalisme memang menjadi tantangan utama bagi sekitar 80% wartawan yang menjadi responden dalam penelitian kami,” tegas Imam.
Pada akhir acara Akbar yang memoderatori diskusi kami menyimpulkan, penelitian Rekam Media memang menarik. Hal ini ia lihat dengan berbagai macam tanya-jawab yang hadir di tengah-tengah diskusi. Menurutnya, kekuatan dalam penelitian itu terletak pada perspektif yang digunakan, yaitu perspektif warga. Hal ini juga menjadi informasi baru tentang minimnya sajian isu-isu selain tentang perpolitikan, sehingga menenggelamkan isu lain.
“Miris isu HAM hanya 4%. Padahal kasus (pelanggaran HAM) di tingkat lokal juga perlu diperhatikan,” tambah Akbar.
Secara keseluruhan, bagiku dengan berlangsungnya diskusi pada peluncuran buku Rekam Media yang telah kami buat, sudah seharusnya memberi motivasi yang semakin kuat untuk belajar dan berkarya lebih giat. Capaian ini yang telah kami raih, semoga menjadi titik loncatan bagi capaian-capaian baru di masa depan. Secara pribadi, aku mengucapkan terima kasih banyak kepada teman-teman sesama pemantau dan pihak-pihak lain yang mendukung.
dalam acara juga dihadiri oleh pemantau media massa lokal dari Jember, Qomar, Aboy Firmansyah dari Lebak, Renal Rinoza dai Tangerang Selatan. Bravo, guys!
Halo, bagaimana caranya mendapatkan buku Rekam Media diatas? Apakah ada media unduhnya? Terima kasih sebelumnya
Bravo LA 32….! Conggrat Bro…. Sayang ketinggalan info pas lauch nya …..