“Ita lanjutang pameran leq sekret kah” (Kita lanjutkan pameran di sekret yuk) teriak Ziben (panggilan akrab Muhammad Sibawaihi) ketika bersih-bersih lokasi pameran. Memang, pada rapat koordinasi dan evaluasi yang kami adakan akhir tahun 2011, kami sepakat bahwa salah satu agenda kegiatan tahunan Komunitas Pasir Putih yaitu Pameran seni rupa “Lukis dan Kriya”. Pameran tersebut akhirnya diselenggarakan pada tanggal enam sampai sepuluh Februari 2012 bertempat di Bangsal Pemenang, bekerjasama dengan Koperasi Wisnuman dengan mengangkat tema ‘Tidak Ada Yang Terbuang’. Pada acara pameran seni rupa tersebut, Muhammad Sibawaihi menjabat sebagai ketua panitia, dan aku sendiri sangat bahagia diberikan ruang oleh komunitas untuk menunjukkan bahwa aku serius untuk berkarya. Selain aku, pada pameran itu juga dilibatkan beberapa perupa antara lain Amrullah, Gede Kembar Pasek, dan H. Muzhar. Sedangkan kawan-kawan pengkriya yang terlibat yaitu Imran, Suldin dan Amirul.
Pada acara pembukaannya juga hadir beberapa sahabat baik dari Forum Lenteng, Gelar dan Paul. Ada juga Kak Ismiadi, Lucky, Pak Aep, KKN Universitas Mataram, UGM Yogyakarta, Sanggar Bambu Tarbiyatul Islamiyah Kopang dan Komunitas Musik Kebanggru’an Lombok Timur. Bahkan sebagai bentuk apresiasinya, Komunitas Musik Kebanggru’an memainkan beberapa tembang lagu tradisional Sasak pada acara pembukaannya. Walaupun acara pembukaan pamerannya sederhana, tapi itu cukup memberikan semangat bagiku untuk lebih giat lagi berproses. “Ini awal untuk kedepan yang lebih baik,” pikirku dalam hati.
Mendengar tawaran Ziben untuk pameran lanjutan di sekretariat, aku pun dengan semangat menerima usulan tersebut meskipun dalam ruang yang tidak ideal untuk sebuah pameran. Aku juga merasa kegiatan pameran kemarin selama empat hari itu terlalu singkat dan semestinya ditindaklanjuti. Sebab, banyak teman-teman perupa yang ikut pameran tidak bisa menghadiri acara pembukaan bahkan kegiatan selama pameran. Gede Kembar Pasek contohnya, salah satu perupa peserta pameran ini tidak sempat mengikuti jalannya pameran karena tengah sibuk melanjutkan sekolah seninya di Denpasar Bali. Pasek sendiri ikut menyumbangkan lima karya lukisannya. Dari awal pembukaan sampai penutupan dia tidak pernah keliatan, kondisi seperti ini yang membuat pameran itu tidak memuaskan bagi para panitia. Sehingga ketidakpuasan ini akhirnya membuat kawan-kawan Komunitas Pasir Putih berpikir untuk melanjutkan pameran di sekretariat.
Mulai Senin 21 Februari, kawan-kawan mulai membersihkan sekretariat yang akan dipakai untuk ruang pameran. Satu-persatu lukisan itu kami pajang di setiap dinding ruang sekretariat. Walaupun semua berjalan tidak ideal untuk sebuah pameran dan tidak ada sosialisasi besar-besaran, tapi kami menikmatinya sebagai sebuah proses. Jadi, jika ada tamu yang berkunjung ke sekretariat, maka salah satu dari kami yang kebetulan berada di sana menunjuk dan menjelaskan lukisan dan kriya yang terpajang. Kami juga meminta mereka untuk mengisi daftar hadir tamu. Bahkan kami juga meminta kepadanya untuk memberitahukan teman-temannya yang lain kalau Komunitas Pasir Putih mengadakan pameran.
Hidup begitu membosankan kalau tidak ada kegiatan. Setelah Gelar, Paul dan Jayu Juli meninggalkan jejaknya di Lombok, aku pun mulai tidak ada kegiatan lagi. Tapi, keadaan itu tidak berlangsung lama, aku mulai berpikir untuk bikin kerjaan sendiri. Akhirnya, setiap pengunjung yang datang, kawan-kawan yang lagi serius di depan komputer, lagi tidur dan lagi ngerokok, aku coba untuk menggambarnya. Kemudian gambar-gambar itu aku tempel di tembok sekretariat untuk di pamerkan. Termasuk sketsa Paul yang aku bikin dari kertas kalender dan sketsa Jayu Juli yang setengah jadi aku tempel juga.
“Tul, sketsa Maldi peaq dik ni?” (Tul, Sketsa Maldi yang kamu buat ini?) Tanya salah seorang teman yang kebetulan berkunjung. Ketika ku lihat, “Disu ya, batur leq Jakarta cia, kameramen ya, tebin kami mengaq film kanca ya leq ite,” (Bukan, itu temen dari Jakarta, seorang kameramen, kemarin kami buat film di sini bersamanya) jawabku sambil tertawa. “Nalihku Maldi baroq,” (Saya kira tadi si Maldi) kata temanku keheranan. “Aoq bagen Maldi rua ya. Aran a Paul,” (Iya dia mirip Maldi. Namanya Paul), kataku sambil tertawa memegang perut. Gozali, Sibak dan kawan-kawan yang lain jadi ikut tertawa. “Cuma, Paul ini suka makan kuwaci, kalau Maldi aslinya suka makan cupcup ring. Tapi, mereka berdua sama-sama suka susu formula,” kataku membuat seisi sekretariat gaduh.
mantabbbbbbbbbbb……
teruslah berkarya kawan…jangan pernah menyerah untuk mencapai suatu cita-cita………..
roger that..
🙂
di belakang saya,,,, ada orang maen PES……
JATUL, SEMANGAT..!!! KIBARKAN BENDERA PASIR PUTIH di sekolah -sekolah terdekat…. setelah itu kita ke Oxford University,,, Dan mengibarkan bendera indonesia disana……. Jangan lupa bawa ongkos Pulang…. biar gak kelamaan disana.. 🙂
Bang PAUL UDAH BACA BELON YAH…????
untung da web.. bs tau perkrmbangan tmen2 dSana..
nice done.. keep update this web.. 🙂
kembangkan teruuuuussssssssssssss
demi nusantara