Rabu, 7 Juli 2010, semi final antara Jerman dan Spanyol berlangsung. Aku diajak teman kuliahku untuk nonton bareng di tempat kita biasa nongkrong. Kita biasa menyebutnya Warung Nasi Kucing. Sebuah warung yang menjual nasi berporsi kecil layaknya makanan untuk kucing. Warung ini berlokasi di jantung Kota Surabaya, di pinggiran Sungai Kali Mas dan tepat di depan gedung DPRD Surabaya. Sebenarnya pemilik warung Nasi Kucing tak pernah mengadakan nonton bareng tapi karena anak-anak yang nongkrong di tempat itu semua penggila bola dan kebanyakan juga adalah pemain futsal maka Mas Bondhet, nama sang pemilik warung itu, memboyong TV 14 inci-nya ke warung untuk memuaskan pelanggan.
Setelah menunggu beberapa lama akhirnya pertandingan Jerman-Spanyol dimulai. Banyak perbincangan dan perkiraan yang timbul dari teman-teman, mereka berargumen membela masing-masing jagoan mereka. Kebetulan saat itu semua anak-anak menjagokan Spanyol hanya Mas Bondhet saja yang malam itu menjagokan Jerman. “Jerman itu orang pinter jadi gak mungkin bisa kalah, jadi tenang saja pertandingan baru dimulai,” ujarnya yakin.
Karena televisi yang digunakan berukuran 14 inci dan yang menonton banyak, kami sedikit kesulitan untuk melihatnya. Sampai 10 menit pertama permainan masih biasa saja tapi mulut anak-anak sudah tidak bisa diam untuk saling ejek dan berumpat kepada pemain Jerman.
World Cup tanpa taruhan memang bagai sayur tanpa garam. Beberapa temanku juga ada yang taruhan. Salah satu temanku sengaja taruhan untuk menambah dana untuk mendandani sepeda FIXIE-nya. Malam itu ia menjagokan Spanyol dan optimis menang. Ia bilang “Kalau Spanyol tembus maka jadilah FIXIE-ku…”
Kebetulan malam itu lawan taruhannya ada dan ikut menonton bersama kami, tapi tak lama ia pulang karena sudah tak kuat menahan kantuk. Selain dia masih banyak juga temanku yang taruhan, ada taruhan secara wajar hingga yang sedikit aneh dan lucu. Contohnya, taruhan temanku tentang tim mana yang paling banyak melakukan out (menendang bola ke luar garis pinggir lapangan), siapa yang paling banyak out maka itu yang dianggap kalah.
Tak lama kemudian aku baru ingat kalau di sebelah juga ada acara nonton bareng yang sangat besar. Tepatnya di perempatan antara Jalan Pahlawan, Jalan Gubernur Suryo, Jalan Panglima Sudirman, dan Jalan Delta. Sebuah brand rokok besar membuat instalasi ruang publik berupa sebuah proyektor besar yang disorotkan tepat di atas gedung sebuah bank sehingga terlihat seperti televisi berukuran raksasa. Gedung itu menjadi saksi bisu hilangnya ratusan uang malam itu akibat kalah taruhan. Proyektor TV besar itu juga dapat disaksikan sampai sejauh 3 kilometer. Puluhan orang rela mengangkat kepala selama 90 menit untuk menyaksikan jagoan mereka bertanding. Ada banyak sepeda motor dari berbagai daerah, terlihat dari plat nomor mereka yang tidak berplat L (plat nomor kendaraan bermotor untuk wilayah Surabaya). Selain motor, ada juga mobil yang lebih milih memarkirkan mobil mereka tak di sekitar sana.
Berbagai cara digunakan para penonton itu untuk menikmati pertandingan. Ada dengan cara tidur bersandar di tiang gedung, dan ada pula yang bercengkrama, bagi mereka yang pintar memanfaatkan acara dan tempat ini sebagai tempat kencan gratis. Yang menarik lainya acara nonton bareng gratis itu pun banyak dimanfaatkan para pedagang, dari pedagang makanan sampai pedagang minuman. Terhitung ada 5 pedagang nasi goreng, tapi mereka tak terlihat ingin berjualan karena para penjualnya juga terbius oleh serunya pertandingan.
Di antara para pedagang, terlihat seorang pedagang kopi keliling malam itu. aku mencoba bertanya kepadanya. Namanya Pak Sadi, ternyata Pak Sadi biasanya memang sengaja mangkal di sini karena lebih banyak yang membeli kopi sebagai obat menahan kantuk saat menonton Piala Dunia. Di sini ia bisa mendapat penghasilan 2 kali lipat dari biasanya. Dilengkapi dengan termos bertuliskan Nescafe Warkop yang dipenuhi berbagai merek kopi, juga sebuah kotak yang berisikan rokok dan obat-obatan Pak Sadi keliling dan melayani setiap panggilan pembeli.
Tak terasa pertandingan babak pertama malam itu sudah berakhir, aku pun kembali ke Warung Nasi Kucing tadi, karena temanku sudah menelpon dan ingin pulang ke rumah. Sesampainya disana teman-temanku terlihat sedikit resah karena kemenangan pertandingan masih samar-samar dengan skor kacamata 0-0.
Tak lama kemudian pertandingan pun dimulai lagi, tapi aku dan temanku memutuskan untuk pulang. Rumah temanku tak jauh dari Warung Nasi Kucing, daerah Kali Asin yang dulu lebih terkenal karena konon mendiang Ucok AKA tinggal di situ. terlihat dari nama AKA diambil dari daerah itu yang berarti Apotek Kali Asin.
Setelah masuk ke Gang Kali Asin kami masuk lagi ke Gang masjid nomor 5, menuju rumah temanku tersebut. Ternyata dis itu ada warga yang juga mengadakan nonton bareng. Kali ini terlihat lebih mewah karena para warga menggunakan proyektor dan dilengkapi sound system yang cukup baik.
Akhirnya aku dan temanku memutuskan untuk berhenti dan melihat lanjutan pertandingan, karena kami juga tertarik dengan cara penyajiannya acara itu yang berada di depan sebuah warung kopi. Di sini penontonnya lebih banyak bapak-bapak dan kebanyakan bukan warga kampung Kali Asin sendiri, termasuk aku. Nonton bareng itu ditemani dengan pencahayaan remang-remang agar hasil gambar dari proyektor dapat terlihat baik. Banyak orang yang melintas, Belum lama aku ikut serta menonton di sana, gol pun tercipta di menit 73 oleh pemain Spanyol bernomor punggung 05, Carles Puyol, dan kedudukan berubah menjadi 1-0. Penonton yang mendukung Spanyol pun serentak berteriak, “Gol…!!!!”
Sedangkan para pendukung Jerman terlihat diam. Diskusi pun tak terhindarkan, orang-orang yang ikut taruhan membahas kembali perhitungan mereka.
Setelah pertandingan selesai dengan kemenangan di tangan Spanyol, aku pun pulang. tapi euphoria pendukung Spanyol belum berakhir, mereka pun pulang ke rumah dengan mengibarkan bendera Spanyol sambil menaiki motor.
Inilah pengalamanku ikut nonton bareng pertama kali dala Piala Dunia tahun ini. Dengan mengelilingi tiga tempat berbeda, malam ini menjadi sangat berbeda bagiku. Piala Dunia memang menjadi sebuah perhelatan besar empat tahun sekali bagi seluruh kalangan di seluruh dunia.