Jurnal Kecamatan: Jagakarsa Kota: Jakarta Selatan Provinsi: DKI Jakarta

Mitos-mitos Piala Dunia: Dari Punggung Tsubasa Sampai Kutukan Iklan

Avatar
Written by Dian Komala

Semenjak Piala Dunia 2010 yang dimulai bulan Juni kemarin, saya dan teman-teman jadi lebih suka membicarakan tentang sepak bola. Tentang siapa yang menang, yang kalah, berapa skornya, prediksi siapa yang juara, dan sebagainya.

Pernah satu kali saya menemani teman mencari informasi tentang sepak bola. Cukup seru, membuat saya ingin terus menyaksikan permainan yang dimainkan oleh 22 orang ini.  Teman saya lalu menyarankan saya untuk menelusuri mitos-mitos yang ada di permainan sepak bola. Banyak mitos yang disodorkan, menarik semua, tetapi satu mitos yang menurut saya paling menarik yaitu ‘mitos para pemain bernomor punggung 10’.

Saya jadi ingat ketika kecil, saya dan adik-adik senang menonton filem kartun berjudul Kapten Tsubasa.

Kapten Tsubasa

Kapten Tsubasa. (Sumber: Google).

Kapten Tsubasa berawal dari komik yang ditulis oleh Yoichi Takahashi sejak 1981, yang kemudian difilmkan, yang disutradarai oleh Isamu Imakake. Dalam serial kartun itu semua pemain yang dinilai sebagai jagoan sepak bola di seluruh dunia, memakai baju bernomor punggung 10. Seperti misalnya Tsubasa (Jepang), Elle Sid Pierre (Perancis), Juan Diaz (Argentina), dan Natureza (Brazil). Semua pemain itu bernomor punggung 10. Tentunya, tim mereka akan kalah oleh tim yang dikapteni oleh Tsubasa, sang tokoh utama.

Mitos ini juga dibenarkan oleh seorang teman saya bernama Arip. Melalui Yahoo Messenger, saya dan Arip bercakap-cakap.

Saya: Emang rata-rata yang bernomor punggung 10 jagoan, ya?

Arip: Harusnya gitu, nomor keramat, kan?

Saya: Keramat-nya?

Arip: Ya, dari dulu yang make nomer 10, kan, biasanya yang jago-jago. They who can change the game, fantasista disebutnya.. Maradona, Pele, Baggio, Zidane, dll.

Yang sangat tidak asing di telinga saya adalah Maradona. Diego Armando Maradona (lahir 30 Oktober 1960 di Buenos Aires), adalah seorang pesepak bola legendaris Argentina. Menurut masyarakat Argentina, Maradona adalah pemain terbaik di dunia, sedangkan Pele dari Brazil adalah pemain nomor dua terbaik di dunia. Maradona membuat gol terbaik sepanjang masa, yaitu ketika Argentina bertemu Inggris di babak perempat final. Pada saat itu Maradona menggiring bola dari tengah lapangan, kemudian melewati lima orang pemain Inggris dan menaklukkan kiper Inggris, Peter Shilton. Dan ternyata Maradona juga membuat gol yang sangat buruk pula. Gol tersebut tercipta melalui bantuan tangan, yang dikatakan Maradona sebagai hasil bantuan ‘Tangan Tuhan’. Karirnya sebagai pemain sepak bola selesai pada hari ulang tahunnya yang ke 37. Sepak bola adalah cinta sejati Maradona. Sehari sebelum ulang tahunnya yang ke 48, Federasi Sepakbola Argentina (AFA) resmi menunjuk Maradona sebagai pelatih Tim Tango. Meskipun tidak berpengalaman menjadi arsitek dari sebuah tim, Maradona dipercaya membimbing tim Argentina menuju kejayaan di Piala Dunia Afrika Selatan tahun ini.

Edison Arantes do Nascimento atau lebih dikenal dengan nama Pele (lahir 23 Oktober 1940), adalah legenda sepak bola dunia yang berasal dari Brazil. Selama karirnya sebagai pemain, Pele berhasil membawa Brasil menjadi Juara Dunia sepak bola sebanyak tiga kali, yaitu pada tahun 1958 di Swedia, tahun 1962 di Chili, dan tahun 1970 di Meksiko. Berkat keberhasilannya tersebut, Brazil berhak atas Piala Jules Rimet.

Pele

Edison Arantes do Nascimento (Pele). (Sumber: Google).

Roberto Baggio (lahir pada 18 Februari 1967 di Caldogno, Italia), adalah pensiunan pemain bola Italia. Pada tahun 1993, Baggio memenangkan Ballon d’Or dan FIFA World Player of The Year (Pemain terbaik di Piala Dunia FIFA). Dia satu-satunya pemain Italia yang pernah mencetak gol di tiga Piala Dunia .

Roberto Baggio

Roberto Baggio. (Sumber: Google).

Zinedine Zidane (lahir 23 Juni 1972) dari tim Perancis, tampil brilian dalam Piala dunia 1998. Kelebihan dan keahliannya melakukan dribbling dan penguasaan bola sering membuat pemain lawan merasa frustasi karena sulitnya merebut bola darinya.

Zinedine

Zinedine Zidane. (Sumber: Google).

Saya: Emang nomor 10 itu harus jagoan?

Arip: Ya, seharusnya gitu. Bisa nimbulin efek juga, kan, buat lawan. Tapi sebaliknya bisa jadi bumerang juga kalau yang dipercayain nomor 10 ternyata gak kuat mental. Kayak Joe Cole di Chelsea, dan Sidney Govou di Perancis.

Joseph John ‘Joe’ Cole (lahir 8 November 1981) adalah seorang pemain sepak bola Inggris yang bermain di lini tengah. Sydney Govou (lahir di Le Puy-en-Velay, 27 Juli 1979) adalah penyerang Perancis yang bermain untuk Olympique Lyonnais dan membawa klub tersebut memenangkan Ligue 1 tahun 2002, 2003, 2004, 2005, dan 2006 bersama rekan-rekan se-klubnya serta memenangkan Piala Konfederasi 2003 bersama Perancis.

Tidak selamanya nomor punggung 10 diberikan kepada pemain yang paling diandalkan tim, atau fantasista. Ada juga nomor 10 yang diberikan kepada para pemain yang jauh dari kesan pemain andalan sebuah tim. Misalnya seperti: Tommy Docherty (Skotlandia). Pemberian nomor ini berdasarkan sistem penomoran skuad Tartan Army yang saat itu mendistribusikan nomor secara urut kepada para pemain per lini. Setelah dua penjaga gawang tim diberikan 1 dan 2, Docherty terpaksa mendapat nomor 10. Jose Antonio Reyes (Spanyol), penampilannya sangat mengesankan saat membela Sevilla. Reyes pindah ke Arsenal. Kemampuannya boleh dibilang terlalu dibesar-besarkan, sehingga Reyes diserahkan seragam bernomor punggung 10 di timnas Spanyol pada Piala Dunia 2006. Reyes jarang diturunkan sepanjang turnamen. Nicola Berti (Italia), nomor punggung 10 itu diberikan kepadanya. Akan tetapi Berti lebih banyak menganggur di sisi lapangan sepanjang turnamen pada Piala Dunia 1990.

Sambil terus bercakap-cakap dengan Arip tentang sepak bola, saya semakin tertarik untuk mencari mitos ini. Saya terus browsing di internet untuk mencari dengan mengetik kata kunci ‘pemain bernomor punggung 10’ di kolom search. Melalui artikel-artikel yang saya baca, muncullah beberapa nama bernomor sepuluh generasi masa kini, yaitu: Ricardo Izecson dos Santos Leite (Kaka) dari Brazil, Lionel Andrés Messi dari Argentina, Wayne Rooney dari Inggris, Sydney Govou dari Perancis, dan Antonio di Natale dari Italia.

Kelima bintang sepak bola di atas adalah para pemain yang gagal menghidupkan pamor nomor punggung 10 sebagai yang terbaik, di Piala Dunia 2010 di Afrika selatan.

Kaka (lahir di Brazil, 22 April 1982) dari Brazil gagal mengangkat nama Brazil di tanah Afrika Selatan. Tampil pada lima laga, pengatur serangan itu tak mampu mencetak satu gol pun, membuat fans fanatiknya kecewa.

Kaka

Kaka. (Sumber: Google).

Messi (lahir di Rosario, 24 Juni 1987 ) dari Argetina, datang ke Afrika Selatan dengan cap pemain terbaik dunia. Messi yang tembakannya kerap melebar, dipaksa melihat Argentina dipermalukan ketika Jerman menghancurkan mereka 4-0 di perempat final.

Messi

Messi. (Sumber: Google).

Wayne Rooney (lahir di Croxteth, Liverpool, Inggris, 24 Oktober 1985) dari Inggris, tampil seperti tak bertenaga. Rooney kerap kesulitan mengembangkan permainannya. Hasilnya, Inggris dipaksa tersingkir di 16 besar setelah dihajar Jerman 4-1.

Sydney Govou dari Perancis dan Antonio di Natale (lahir di Napoli, Italia, 13 Oktober 1977) dari Italia, tampil mengecewakan jika dibandingnkan pendahulunya seperti Zidane atau veteran finalis Piala Dunia 1994, Roberto Baggio.

Saya juga iseng menanyakan hubungan mereka, para jagoan nomor 10, dengan jagoan-jagoan di Kapten Tsubasa kepada Arip.

Saya: Menurut lo ada hubungannya Tsubasa sama para jagoan nomor 10 itu, nggak? Seperti Maradona dan lain-lain?

Arip: Pasti, Tsubasa adalah penggambaran pemain nomor 10 yang paling sempurna. Skillful, kapten tim,…dll.

Saya: Jadi yang membuat angka 10 itu keramat karena adanya Maradona, Zidane, dll, ya?

Arip: Iya.

Maradona

Maradona. (Sumber: Google).

Saya jadi berkesimpulan bahwa hal-hal yang didapat dari data dan fakta dan kemudian berkembang menjadi mitos itu adalah benar-benar murni hanya sebuah mitos belaka. Layaknya filem kartun Kapten Tsubasa, yang digambarkan sangat jago bermain bola bahkan sampai terbang-terbang. Belum ada dalam sejarahnya Jepang mengalahkan Brazil dan negara bola lainnya yang memiliki sejarah panjang. Mungkin itu adalah cita-cita persepakbolaan Jepang. Bagus juga, sih. Mungkin untuk membangun semangat sepak bola baru di sebuah negara yang tidak terlalu berprestasi di ajang sepak bola internasional. Buktinya Jepang berhasil masuk sampai ke babak 16 besar di Piala dunia 2010.

Sedikit sejarah prestasi persepakbolaan Jepang, sejak 15 tahun lalu, Jepang menunjukkan perkembangan di dunia sepakbola yang sangat pesat. Di tahun 1997, mereka lolos ke Piala Dunia untuk kali pertama dan di tahun 2002 mereka bisa menembus 16 besar. Kesuksesan ini tak lepas dari dibentuknya liga profesional di Jepang di tahun 1993. Tahun 1998, ketika Piala Dunia digelar di Perancis, Jepang mulai menunjukkan kekuatan sepakbola yang maju.

Mungkin nomor punggung 10 memang diinspirasikan dari kehebatan Maradona, ‘Si Tangan Tuhan’. Apa bukan mitos itu namanya?

Ternyata mitos bukan hanya terjadi di obrolan ngalor ngidul saja, tapi juga jadi wacana di media. Beberapa hari yang lalu saya membaca sebuah artikel di www.vivanews.com, berjudul Ronaldo Kena Kutukan?

Dalam artikel tersebut dijelaskan, Cristiano Ronaldo menambah deretan bintang Nike yang bernasib buruk di Piala Dunia 2010. Sebelum Ronaldo ada beberapa nama yang menjadi bintang iklan Nike yang kini ‘katanya’ telah tertimpa sial, seperti, Didier Drogba, Fabio Cannavaro, Wayne Rooney, Franck Ribery, dan Ronaldinho.

Ada perang besar antar dua perusahaan raksasa di Piala Dunia 2010, dan juga perhelatan yang sebelumnya. Yaitu antara perusahaan Nike dan Adidas. Kedua perusahaan itu berlomba-lomba menempelkan logo produknya di tubuh pemain-pemain top dunia. Tubuh mereka dijadikan papan reklame penjualan produk. Bahkan beberapa pemain yang dianggap paling nge-top menjadi brand image dari produk-produk tersebut. Misalnya, walaupun sponsor utama Piala Dunia adalah Adidas, namun si bintang yang menjadi brand image, harus menempelkan logo Nike di kostumnya. Bukan hanya sekedar menjadi papan reklame, tapi tubuh para bintang olah raga ini juga dijadikan ajang perang iklan bagi kedua perusahaan yang membayar mereka sebagai bintang iklan.

Sialnya, para pemain andalan tiap negara yang dijadikan tim unggulan di Piala Dunia 2010 sekaligus bintang iklan Nike ini, kali ini tidak bisa membawa negara mereka lolos dengan mulus ke babak yang lebih tinggi. Bahkan mereka harus pulang lebih awal.

Ronaldo bersama timnya Portugal harus pulang di perdelapan final, kalah dari Spanyol. Didier Drogba tersingkir bersama Pantai Gading di kualifikasi Grup G. Fabio Cannavaro juga harus pergi dari Afrika setelah kalah di tangan tim underdog Slovakia. Wayne Rooney sama sekali tidak mencetak gol selama Piala Dunia, bahkan menjadi pihak yang paling disalahkan atas penampilan Inggris yang di bawah standar. Franck Ribery bersama Perancis harus pulang sejak awal di babak penyisihan.

Lain lagi dengan Ronaldinho yang pernah jadi pemain andalan Brazil. Malahan dia sama sekali tidak dimasukkan oleh Carlos Dunga, sang pelatih, ke dalam skuad Timnas Brazil.

Ronaldinho

Ronaldinho. (Sumber: Google).

Ada pula mitos lainnya dari tim Jerman yang saya dengar dari salah satu komentator acara bola di TV, yaitu, sekali Miroslav Klose membobol gawang tim lawan, Jerman akan menang. Karena mitos itu, saya langsung menyaksikan pertandingan antara Jerman dan Inggris pada babak perenambelas final Piala Dunia 2010. Dan sepertinya mitos itu benar. Setelah Klose membobol gawang Inggris, Jerman terus menerus menambahkan skor menjadi 4-1, kekalahan telak bagi tim Inggris.

Ada lagi satu mitos yang unik. Konon, negara-negara Eropa, tidak akan pernah juara di luar Benua Eropa itu sendiri. Saat ini ada tiga negara Eropa yang masuk babak semi final. Jerman, Belanda dan Spanyol. Satu negara non Eropa adalah Uruguay. Kalau saja mitos itu bisa terbukti pada final tanggal 11 Juli nanti, maka kita akan melihat kemenangan sebuah negara yang menjadi tuan rumah pertama sekaligus juara Piala Dunia pertama, yaitu Uruguay.

Percaya atau tidak tentang mitos itu, kalau bukan Uruguay yang menjadi juara, berarti mitos itu runtuh sampai Piala Dunia tahun ini.

About the author

Avatar

Dian Komala

Dian Komala, akrab disapa Ageung, tinggal di Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Sehari-harinya ia bekerja sebagai buruh pabrik wig di Parungkuda. Ageung turut aktif di Forum Lenteng dalam Program akumassa, untuk lokasi dampingan Lenteng Agung (Jakarta Selatan) dan Depok. Selain menjadi salah satu penulis aktif di jurnal online www.akumassa.org hingga sekarang, Ageung juga mengelola blog pribadi, bernama www.dariwarga.wordpress.com, yang mengangkat narasi-narasi warga Parungkuda, khususnya warga masyarakat yang tinggal di sekitar rumahnya.

7 Comments

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.