“Assalamualaikum!” teriak Siba keras, ketika kami berdua masuk ke pekarangan rumahnya.
Rumah Siba berpagar tembok, dengan pekarangan seluas ± 4×6 m, terletak di pinggir gang kecil. Secara umum, rumah itu terdiri dari dua bangunan. Yang di kanan sepertinya adalah bangunan utama—ketika tiba dan mengucap salam, saya melihat H. Amir, ayahnya, seorang Tuan Guru, baru saja selesai makan malam bersama anggota keluarga yang lain di ruangan tengah (seluas ± 3×6 m) bangunan itu. Bangunan kedua, yang di sebelah kiri, bertingkat dua—lantai bawah tampak digunakan sebagai ruangan keluarga, sedangkan yang di atas saya tidak tahu gunanya (saat itu). Di antara dua bangunan tersebut, ada semacam lorong yang difungsikan sebagai teras, seluas ± 4×8 m, terlihat dari tempat duduk untuk ngaso dari bambu yang diletakkan di depan pintu. Di mata saya, rumah itu sangat akrab karena telah melihatnya berkali-kali dalam Elesan Deq a Tutuq (Sutradara: Syaiful Anwar & pasirputih, 2014).
Sesaat kemudian, piring-piring baru sudah tersedia. Saya dan Siba dipersilakan oleh Tuan Guru untuk makan malam. Beliau menemani kami sembari menikmati rokok dan kopi. Tiba-tiba terdengar suara orang-orang berlari menuruni tangga. Ghozali, saudara Sibawaihi—mereka berdua dan beberapa kawan di Pemenang mengelola sebuah komunitas, bernama pasirputih—berseru dari depan pintu, “Selamat datang, Saudaraku!”.
Dengan gembira, saya menyambut salamnya yang begitu bersemangat itu. Ghozali datang dengan diiringi oleh dua orang.
“Ini Imran, Zik!” kata Siba, mengenalkan seseorang kepada saya. “Duuuuum…!?” Siba berteriak memanggil seseorang. “Ini Oka…” katanya lagi, mengenalkan yang seorang lagi.
Di suapan nasi yang kelima, dua orang lagi datang menghampiri kami yang sedang makan secara lesehan di ruangan tengah bangunan di sebelah kanan itu. Yang satu adalah laki-laki berkacamata yang oleh Siba tadi dipanggil “Dum”. Dia pernah menjadi salah satu peserta workshop kurator yang sempat diadakan oleh Dewan Kesenin Jakarta bulan lalu. Yang seorang lagi adalah Hadi, yang sudah saya kenal sebelumnya karena pada tahun 2014 dia menginap di Forum Lenteng untuk menyelesaikan proses editing filem Elesan Deq a Tutuq.
Malam itu, kami semua bersemangat. Sebab, keesokan harinya kami akan mencari rumah baru.