Pada sore hari di rumah yang baru saja dijadikan markas oleh teman-teman ASP (Anak Seribu Pulau) sedang diputar film lawas dari Italia yang berjudul Ladri Di Biciclette (The Bicycle Thief) yang disutradarai oleh Vittorio De Sica. Film tersebut berlatar belakang kehidupan masyarakat Italia pasca perang dunia ke II.
Ini adalah film pertama dihari pertama kami melakukan kegiatan workshop akumassa. Semoga ini tidak hanya menjadi pelajaran dan bahan buat diskusi teman-teman tapi juga film ini dapat mengembalikan kejenuhan pikiran mereka setelah seharian mendengarkan penjelasan tentang film dan video.
Rasa canggung masih terasa antara kami dan kawan dari Forum Lenteng, sehingga komunikasi terkesan hanya satu arah. Hal ini terjadi karena sebelumnya memang belum pernah ada workshop yang mewajibkan selalu hadir selama satu bulan penuh dengan narasumber yang belum pernah kita kenal. Kami juga belum terbiasa dengan diskusi dan pertemuan yang bersifat formal. Tapi ini tidak menyurutkan semangat kawan-kawan untuk mengetahui lebih dalam dan belajar tentang film dan video.
Kawan-kawan terlihat sangat antusias dengan pemutaran film tersebut. Selama kurang lebih dua jam, mata kami terpaku pada layar monitor sebuah komputer yang diletakan pada sebuah meja. Konsentrasi kita hanya tertuju pada cerita film tersebut. Membosankan? ah..enggak juga!!! Ceritanya menarik, meskipun gambarnya hanya ada warna hitam dan putih, tapi tidak menurunkan semangat kami untuk menikmati dan menyelesaikan cerita tersebut .
Ini adalah pengalaman pertama kami belajar media film dan video, biasanya kami belajar mengolah media sampah, kayu dan bermain musik. Dengan ditemani satu teko minuman dingin bikinan teman dan beberapa bungkus rokok ilegal, mata dan pikiran kami tertuju pada monitor dimana kawan-kawan masih menikmati asyiknya menonton film.
Tidak selamanya kami bisa fokus pada film tersebut, terkadang ada kawan yang menghilangkan pandanganya sejenak untuk membuka pesan di handphone mereka. Ada juga kawan yang pergi keluar rumah sebentar untuk melepaskan rasa suntuk setelah menonton film tersebut. Sepertinya ada beberapa kawan yang memang tidak begitu paham dengan film tersebut. Mungkin film ini terlalu berat bagi mereka yang terbiasa menonton sinetron dengan artis-artisnya yang cantik.
Menurut saya film tersebut sangat menarik dan mengandung makna tersirat yang dapat diambil dan dipelajari intisarinya. Salah satu point penting yang dapat aku ambil dalam film tersebut adalah kinerja polisi dalam menangani dan menerima sebuah kasus. Di film digambarkan bagaimana oknum polisi yang tidak menanggapi serius laporan Ricci sebagai tokoh utama saat kehilangan sepedanya. Bahkan polisi terkesan mengusir Ricci dengan cara halus.
Polisi yang seharusnya mengayomi dan melindungi masyarakat tidak tergambarkan dalam film yang diproduksi pasca perang dunia ke II. Mungkin saja sutradaranya ingin mengkritik kinerja kepolisian yang menurut saya di Italia saat itu tidak jauh berbeda dengan keadaan dan realita kinerja polisi saat ini. Mungkinkah kinerja polisi yang tergambarkan dalam film tersebut sudah menjadi budaya dan sudah mendarah daging ke generasi-generasi berikutnya. Polisi yang seharusnya mengayomi dan melindungi masyarakat tidak tergambarkan dalam film itu.
Terkadang ada beberapa adegan lucu yang dapat mengurangi ketegangan kawan-kawan sehingga mereka tidak serlalu memasang muka serius selama pemutaran film. Yang paling aku suka dari film ini adalah akhir cerita yang sulit ditebak oleh penontonnya. Begitu juga dengan film ini, aku pikir film ini berakhir dengan ditemukanya sepeda sang tokoh utama dan ditangkapnya sang pencuri sepeda. Ternyata tidak, sepeda si tokoh utama ternyata tidak ditemukan, malah tokoh utama juga mencuri sebuah sepeda setelah putus asa selama beberapa hari tidak menemukan sepedanya.
Sangat menarik dan aku penasaran dengan beberapa film lain yang akan diputar selanjutnya.
Diskusi dan Pembongkaran Film
Jam dinding menunjukkan pukul 17:00 WIB, setelah kurang lebih dua jam kita berkonsentrasi pada film tersebut. Kawan-kawan memutuskan istirahat sejenak untuk mandi dan jalan-jalan sambil menikmati suasana malam di Randublatung. Beberapa orang sibuk membuat Lampion yang akan dipasang di halaman depan dan beberapa karya lain untuk memperindah markas baru kami. Semoga markas ini akan terus bertahan karena tempat ini sangat strategis dan luas.
Setelah istirahat, acara dilanjutkan dengan diskusi pembongkaran film Landri Di Biciclette secara bersama. Kami harus menonton film tersebut dari awal sampai akhir lagi, aku sempat berpikir masih kuat kah untuk melanjutkan kegiatan hari ini? Karena hari sudah terlalu malam untuk beraktifitas, sedangkan pagi harinya aku harus bekerja di pasar. Mungkin teman-teman sepakat dengan apa yang aku pikirkan.Kami sudah tidak terlalu konsentrasi dengan film yang ditonton, dengan tenaga-tenaga yang tersisa setelah beraktifitas serlama seharian penuh, kami mecoba membongkar dan mencari apa yang ingin disampaikan sutradara dalam film tersebut.
Peradaban Italia
Ternyata film tersebut tidak hanya mengkritik kinerja kepolisian saja seperti yang aku tulis diatas. Banyak adegan-adegan dalam film tersebut yang menyiratkan kehidupan warga Italia pasca perang dunia ke II seperti kemunduran ekonomi yang digambarkan sutradara dengan sulitnya mencari pekerjan. Juga kehidupan sosial politik yang menyinggung beberapa negara dengan kebudayaan mereka.
Sutradara juga menggambarkan tatanan masyarakat Italia kedalam sebuah film seperti kebudayaan Italia dan keagamaan dimana semuanya digambarkan secara halus oleh sutradara. Sangat luar biasa sampai sedetail dan sehalus itu sang sutradara menggambarkan suasana Italia pasca perang dunia ke II.
Pengaruh neorealisme yang berkembang pada saat itu sangat kental. Gaya cerita dalam film yang optimis dan agamais (Katolik) serta resesi sosial, ekonomi dan politik ada dalam cerita film tersebut. Sutradara sepertinya ingin menceritakan keadaan Italia pada saat itu.
Perang dingin antara Jerman dan Italia setelah Perang Dunia ke II, serta perfilman Hollywood yang hanya menampilkan kecantikan yang bersifat komersil juga menjadi salah satu isu yang disinggung oleh sutradara. Meskipun dengan cara sederhana dan tidak sedetail yang dimaksud sutradara. Tidak hanya itu, Vittorio De Sica juga menceritakan sepakbola Italia yang sudah populer pada saat itu. Sampai saat ini sepakbola Italia menjadi salah satu barometer persepakbolaan dunia yang tidak hanya menjadi raja di negerinya sendiri. Italia yang juga menjadi pusat agama Katolik dunia juga diceritakan oleh sutradara. Betapa besarnya pengaruh Paus sehingga keputusan pemerintah Italia juga dipengaruhinya.
Ternyata film tidak hanya untuk hiburan semata, film dan video juga dapat dimanfaatkan sebagai media untuk menyampaikan kritik sosial tentang situasi dan kondisi sekitar. Semoga ASP (Anak Seribu Pulau) juga dapat memanfaatkan video atau film sebagai media untuk mengkritik isu-isu di Blora dan sekitarnya. Ini adalah hal yang baru bagi kami.
Terima kasih kepada akumassa dan Forum Lenteng atas ilmunya.
wah kalian harus nonton film2nya eric rohmer….hehehe…..sukses ya buat anak seribu pulau….
wah keren…
sedikit info coba lihat link: http://id.wikipedia.org/wiki/Vatikan
semangat…