DKI Jakarta

Melihat Demo 100 Hari Kinerja SBY-Boediono

Seperti pada peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia,  9 Desember 2009, kemarin (28 Januari 2010) massa kembali turun ke jalan untuk mengkritik Program 100 Hari Pemerintahan SBY-Boediono yang dinilai gagal. Aparat kepolisian serta media massa sudah lebih dahulu bersiap sejak pagi hari di beberapa titik lokasi yang diperkirakan akan menjadi tempat para demonstran menyampaikan aspirasinya.

Demo 100 Hari Kinerja SBY-Boediono

 

Berita di televisi tentang aksi demo yang aku tonton pagi ini, membuatku ingin ke sana. Tapi hatiku baru tergerak ketika matahari sudah semakin meninggi.

Barisan bis kota, mulai dari Kopaja, Metro Mini, hingga Kowan Bisata, berjalan lambat mengitari air mancur Bundaran HI yang tampak begitu tenang di antara lautan manusia yang dengan lantang meneriakkan aspirasinya.

Demo 100 Hari Kinerja SBY-Boediono

Demo 100 Hari Kinerja SBY-Boediono

“Jika ada yang bilang kami ini dibayar untuk berpanas-panasan melakukan demo, itu benar!!! Kami dibayar oleh keringat para petani yang ingin sejahtera, kami dibayar oleh darah para buruh yang di PHK…!!!”

“Dua lima jigo, dua lima jigo, jadi seratus! SBY rampok! SBY rampok! Biarin mampus!!!”
Itulah beberapa seruan para demonstran yang begitu melekat di kepalaku.

Dalam orasinya, para demonstran menilai Pemerintahan SBY-Boediono gagal, karena tidak berhasil menegakkan anti korupsi di Indonesia, justru mengkriminalisasi dua pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit-Chandra. Selain itu, pemerintahan SBY juga dinilai terlalu lambat dalam penyelesaian kasus Bank Century, serta dinilai lebih mementingkan kesejahteraan pejabat Negara dengan memberikan mobil mewah, yang seharusnya bisa digunakan untuk membangun sekolah-sekolah di daerah terpencil, dan sebagainya.

Belum bosan aku melihat aksi demonstrasi mereka sambil berkeliling air mancur menggunakan bis kota, tiba-tiba para demonstran, yang tadinya berkumpul di sekeliling air mancur, turun dan memblokir jalan sehingga menimbulkan kemacetan. Untung saja, bapak-bapak polisi yang keringatnya sudah banjir di seluruh tubuh tidak terpancing emosinya.

Demo 100 Hari Kinerja SBY-Boediono

Demo 100 Hari Kinerja SBY-Boediono

Para demonstran berasal dari berbagai kalangan yang mayoritas mahasiswa. Di antaranya, Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI), BEM STMIK Indonesia, Front Aksi Mahasiswa (FAM) Mpu Tantular, Budi Luhur, Pro DEM, Kesatuan Aksi Mahasiswa (KEM) Universitas Mercu Buana, Universitas Indonesia, KAM USNI, Forum Alumni Perguran Tinggi Se-Indonesia, KSBSI, ITB, FSPMI, dan masih banyak lagi. Mereka tergabung dalam GEMA SATU (Gerakan Mahasiswa Bersatu). Karena itu rupanya mereka meneriakkan slogan “Berapa jumlah kita?!” “Satu…!!!”

Pukul 13.30 WIB, mereka bergerak dari HI menuju gambir dan kemudian menuju Istana Negara. Iring-iringan disertai spanduk yang menuntut diturunkannya SBY dan Boediono, berikut poster bergambar foto SBY-Boediono yang dicoret tanda silang menghampar sejauh mata memandang.

Demo 100 Hari Kinerja SBY-Boediono

Demo 100 Hari Kinerja SBY-Boediono

Aku sempat bertanya pada beberapa orang mengenai pendapatnya akan aksi demo ini. Salah satunya Pak Adi, yang bekerja di kawasan HI. “Saya sih belum mau SBY turun. Tapi kalau kecewa sudah pasti. SBY terlalu congkak dan puas karena dapat suara 62% saat Pemilu kemarin,” ujarnya.

Lain lagi tanggapan seorang penjual minuman, “Ndak ngerti, yang penting laris manissss….” Jawabnya.

Aksi demo seperti ini ternyata memiliki efek langsung juga bagi sebagian orang. Contohnya para pedagang rujak, air minum, dan pemulung. Diakui mereka, pendapatannya bertambah karena adanya peristiwa ini.

Secara keseluruhan aksi demo di Jakarta berlangsung cukup aman. Apakah pengaruh demonstrasi ini bagi kinerja pemerintahan SBY-Boediono ke depan? Kita tunggu saja tanggal mainnya…

Foto: Dendi Afriyan


About the author

Avatar

Mira Febri Mellya

Perempuan kelahiran Jakarta pada tanggal 22 Februari 1990 ini telah menyelesaikan studi strata satu di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta. Sebelumnya ia telah aktif sebagai fasilitator program worskhsop akumassa di beberapa kota bersama komunitas dampingan. Sekarang ia menjadi wartawan aktif di majalah Gatra.

4 Comments

  • waduh itu fotonya ada yang rasis banget ya…harusnya mahasiswa lebih intelek ya menanggapi persoalan…ckckck…

  • Begitulah kualitas para pendemo kita jaman sekarang. Pesan gambar itu memperlihatkan “basic” pikiran mereka yang masih memperlihatkan perbedaan pribumi dan tidak pribumi. Bagaimana bisa kita percayakan perubahan bangsa ini yang plural kepada anak-anak muda yang melihat suku bangsa dengan cara yang sangat picik. Saya mendukung penuntasan skandal Century, tapi dengan cara-cara yang beradab yang menjunjung perbedaan. Rasisme dikalangan anak-anak muda kita masih sangat mengakar. Mereka tidak pernah tahu bahwa bangsa dan negara ini dibangun oleh perbedaan itu. Termasuk warga “keturunan” yang juga banyak yang sangat bisa diuji nasionalismenya. Semoga mereka bisa berubah.

  • aku gak bisa komentar banyak tentang masalah 100 hari kinerja sby,tapi di sini aku hanya mau ngomong sedikit knapa mahasiswa masih percaya dengan negioisasi,kalo kalian tidak sepakat dengan kinerja sby,ya mungkin bisa lakukan dengan cara lain seperti misal kita perkuat lokal dalam artian tentang membangun pola pikir,kalo semua itu tahu mereka akan berangkat dengan sendirinya bukan karna sebuah uang yang memberangkatnya..!!

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.