Awalnya tukang bubur di Jalan Kitarung ada 2 orang selain Mang Anik, yaitu Mang Bilong. Pada tahun 2006 Mang Bilong meninggal dunia karena sudah tua, maka Bubur Mang Anik menjadi bertambah ramai dengan pelanggan, karena pelanggan bubur Mang Bilong berpindah kepada Mang Anik. Dari situlah beliau mulai berdagang tanpa perlu keliling sampai pasar dan kampung sekitarnya seperti kampung Empang atau kampung sawah, karena cukup hanya sampai kampung jeruk bubur Mang Anik sudah habis sekitar jam 11 sampai jam 12 siang dan bahkan kadang cuma sampai jam 10 pagi. Aku dan anak- anak dari Saidjah Forum pun sangat menggemari bubur Mang Anik untuk sarapan, dan mungkin Agung salah satu partisipan Saidjah Forum yang hampir setiap hari makan buburnya Mang Anik.Bahkan ketika workshop akumassa di Saidjah Forum, peserta workshop sering memanfaatkan bubur Mang Anik untuk mengganjal perut sementara. Walau terkadang bagiku bubur Mang Anik mempunyai masa aktif beberapa jam saja di perutku, dan seterusnya harus segera makan nasi. Karena terkadang tanpa nasi perut orang Indonesia umumnya susah untuk kenyang. Tapi cukup lumayan untuk mengganjal perut menjelang makan siang.
Mang Anik bubur Nikmat, itulah slogan yang tertempel di gerobak buburnya, yang menjual satu mangkuk buburnya dengan harga 3000 rupiah yang cukup terjangkau dan bisa dibilang cukup murah. apabila dibandingkan dengan harga bubur ayam yang mangkal di Pasar Rangkasbitung yang semangkuknya Rp.5000. Ketika berbincang-bincang dengan Mang Anik sambil memakan buburnya, beliau berkata setiap hari beliau menghabiskan 6 liter beras unggulan untuk membuat buburnya, kecuali hari libur beliau menambah satu liter lagi menjadi 7 liter beras Pandanwangi, yaitu beras unggulan yang berada di Lebak. Terkadang beliau tidak memperhitungkan untung dan ruginya, yang penting menurut beliau buburnya harus laku dan habis. Maka anak kecil yang membeli 1000 rupiah pun beliau layani walaupun itu dapat merugikan dagangan beliau. Tapi katanya beliau tidak pernah merugi selama dagangan habis terjual. Dan bahkan beliau merasa beruntung bisa melayani anak-anak yang ingin mencicipi buburnya.
Ketika aku mencoba mengambil foto Bapak Anik dengan kamera digital pinjaman dari seorang muridku, Bapak Anik hanya cuek dan tetap sibuk dengan buburnya, dan dengan agak ragu- ragu aku bertanya tentang penghasilannya setiap hari, ‘ dapat berapa nih pendapatan kotor untuk sehari?’ kataku dengan nada bercanda, Bapak Anik menjawab ‘ ah ada aja lah untuk makan sehari-hari mah’ terus aku bertanya lagi ‘ 500 ribu dapat Pak Anik sehari!?’ ‘ ah nggak dapat segitu mah’ jawab Bapak Anik dengan malu-malu. ‘tapi yang pasti ada lah keuntungan mah’ kata beliau menambahkan. Setelah obrolan singkat itu aku langsung memesan buburnya semangkuk, dan dengan lahapnya aku menyantap bubur Bapak Anik yang nikmat. Walau dalam hatiku masih penasaran berapa pendapatan beliau untuk setiap harinya, yang selama kurang lebih 31 tahun beliau berdagang bubur, beliau sudah mempunyai kontrakan yang berjumlah 9 buah, dan rumah yang permanen serta dapat menyekolahkan ke 6 anaknya, dan 3 dari anaknya dapat lulus dari perguruan tinggi. Hanya satu anak perempuannya saja yang masih tinggal di rumahnya karena belum berkeluarga dan sangat rajin membantu mempersiapkan dagangan bapaknya pada pagi hari.
Badrul Munir
Setahu saya ada bubur cirebon di daerah jalan multatuli. Apakah sekarang masih ada?
Saya dulu orang Kp.Jeruk, sejak kecil sampe lulus SMEA, setiap pagi selalu makan Bubur Mang Anik, kadang-kadang makan Bubur Mang Bilong, sejak ga tinggal lagi di Kp jeruk sudah tidak lagi, paling kalau nengok orang tua aja di Kp.Jeruk, itu juga klo kesana nya pagi dan masih kebagian.