Jurnal Kecamatan: Kesambi Kota: Cirebon Provinsi: Jawa Barat

Mak Fatimah

Avatar
Written by Iskandar Abeng
Di Jalan Cipto Mangunkusumo, Cirebon, di mana partisipan program akumassa membuat basecamp. Tepatnya di rumah ibu Fatimah, nenek dari seorang partisipan yang bernama Bayu Alfian. Dia salah satu anggota Sanggar Gardu Unik yang dipercaya untuk mengurus divisi Engklek Digital Art. Saya bertemu dengan seorang nenek Fatimah yang sehari–hari biasa dipanggil dengan Mak Fat. Beliau adalah salah satu orang yang paling lama tinggal di daerah itu. Hampir seumur hidupnya terukir di sana, sebelumnya Mak tinggal di suatu daerah yang masih wilayah Kabupaten Cirebon, yakni di desa Gesik Nambo antara Kedawung dan Kemlaka, pinggiran Kota Cirebon.

Rumah Mak dan Gang Durajak

Rumah Mak dan Gang Durajak.

Ada suatu kalimat yang diucapkan Mak yang membuat saya dan teman–teman tertawa terbahak–bahak, pada saat itu saya menanyakan usia Mak sekarang. Mak menjawab dengan senyuman dan sambil berucap dengan bahasa Cirebon, ”umur mak sekien pada bae bari pitulas pindo… untue telas, pipie ke`ndo” (usia mak sekarang sama saja dengan tujuh belas tahun…giginya habis, pipinya keriput–merupakan pantun cirebonan tempo dulu).

Mak Fatimah, Malik, dan Iskandar Abeng (dari kiri ke kanan)

Mak Fatimah, Malik, dan Iskandar Abeng (dari kiri ke kanan).

Mak Fatimah menikah dengan pak Durajak, suami Mak berasal dari desa Demangaran, suatu daerah yang ada di kota Tegal. Setelah lama mengarungi hidup bersama, tuhan punya keinginan lain terhadap hubungan Mak dengan suaminya. Pak Durajak pergi jauh untuk selamanya meninggalkan Mak, istri tercinta menuju alam keabadian. Dan untuk mengenang nama almarhum suaminya, oleh masyarakat setempat nama pak Durajak dipakai untuk nama gang kecil di samping rumahnya, dengan nama Gang Durajak. Tampak gang itu seperti lorong waktu yang panjang, jika dilihat sebelah kiri berdiri tembok yang tinggi dan panjang membatasi jalan gang itu. Sebelah kanan berdiri rumah–rumah sederhana termasuk rumah Mak. Tembok besar dan tinggi itu punya salah satu tetangga Mak, yang orang Tionghoa. Tahun demi tahun, Mak Fat melihat segala sesuatu perubahan yang terjadi di daerah itu. Tepatnya di sekitar Mak tinggal yaitu di Gang Durajak sebelah gang besar Aria Jipang.

Cirebon Super Block

Cirebon Super Block.

Segala perubahan terus berjalan seiring dengan kemajuan zaman, ataupun yang terjadi di kota Cirebon itu sendiri. Salah satu perubahan terdekat yang terlihat oleh Mak, yakni pembangunan sebuah area mal dan tempat bisnis berskala internasional, yakni CSB (Cirebon Super Block). Tempat berdirinya CSB sendiri kalau dilihat dari rumah Mak sekitar 100 meter di seberang jalan Cipto Mangunkusumo. Sebelum (CSB) berdiri, tanah itu dipakai oleh kepolisian Cirebon sebagai markas Brimob. Namun markas Brimob itu sendiri di pindahkan di daerah kabupaten, tepatnya di Sumber. Akhirnya tanah yang berukuran sekitar (± 1,5 ha) itu menjadi sepi tak berpenghuni. Hampir beberapa tahun lamanya, tanah eks markas Brimob itu kosong. Sampai-sampai ada beberapa obrolan masyarakat setempat bahwa tanah itu menjadi angker. Bahkan, ada beberapa kejadian yang memperkuat keadaan yaitu,  tukang becak yang suka mangkal di sepanjang area tanah itu. Mereka mengaku sering digodain oleh beberapa makhluk halus saat malam hari.

Jalan Cipto Mangunkusumo

Jalan Cipto Mangunkusumo.

Di samping tukang becak, masyarakat sekitar yang bertempat tinggal tak jauh dari situ membenarkan adanya cerita itu. Sebelum adanya markas Brimob, dulu tanah itu cuma hamparan sawah yang sangat luas, jika dilihat dari rumah Mak hampir tak terlihat adanya rumah ataupun gedung–gedung, hamparan sawah itu sampai ke jalan Tuparev. Mak yang begitu dekat dengan daerah itu sangat tahu sejarahnya kurang lebih dari tahun 1940an. Jika melihat dari depan rumah Mak ke depan itu, ada jalur rel kereta api tepatnya sekarang jalan Kesambi sampai ke pelabuhan. Kereta itu dulunya punya pemerintah Belanda yang dengan jalurnya ke Sumedang, Kadipaten, Palimanan, Jamblang, dan pelabuhan Cirebon.

Suasana Jalan Ciptomangunkusumo

Suasana Jalan Cipto Mangunkusumo.

Dulu kata Mak, jika kita melihat ke arah jalur kereta api dari arah depan rumahnya yang ada hanya hamparan sawah, rumah-rumah penduduk masih terlihat berjauhan. Untuk sampai ke sana, beliau bersama sang suami dan anak–anaknya harus berjalan kaki selama 20 menit melewati pematang sawah. Filem yang di putar di antaranya yang diperankan oleh S. Bagio, Darto Helm, Ratmi B 29, dan artis–artis yang sudah almarhum.

copy-of-foto029

Untuk Jalan Cipto Mangunkusumo sendiri, dulu di sepanjang jalan itu tertanam pohon asem yang lumayan besar. Karena sejuk dan nyaman, jalan itu sering digunakan untuk istirahat oleh para pejalan kaki yang ingin ke kota Cirebon. Sesekali terlihat juga pedati–pedati yang mengangkut barang melintas di jalan itu. Pedati ini berasal dari beberapa daerah yang ada di Cirebon seperti Kesambi, Cideng, dan daerah sekitarnya. Mereka beroperasi di pelabuhan, dan sebagian pengguna jasanya adalah para pedagang yang juga membawa dagangannya ke beberapa daerah, seperti Sumedang, Rajagaluh, Kadipaten dan tempat lainnya. Kini Jalan Cipto Mangunkusumo telah berubah, sepanjang jalan terasa panas dikarenakan pohon di sepanjang Jalan Cipto Mangunkusumo tidak rimbun seperti dulu. Yang ada kini mobil–mobil angkot dari beberapa jurusan seperti D7 (jalur trayek dari Perum Burung, Dukuh Semar, lampu merah Sunyaragi, Kesambi, Kartini, Gunung Sari, Pilang, Wahidin, Jalan Cipto Mangunkusumo, Jalan Pemuda, by pass Yos Sudarso, dan Terminal), D3 (jalur trayek dari Jalan Cipto Mangunkusumo, Perjuangan, Gunung Sari, Jalan Kartini, Karanggetas, Pasuketan, Kesambi, Kanggraksan, Majasem, by pass, dan Jalan Pemuda), D5 (jalur trayek dari Perum, Pangeran Drajat, Jagasatru, Pekawatan, Lemahwungkuk, Kebumen, pelabuhan, pesisir, Siliwangi, Krucuk, Jalan Dr. Wahidin, Gunung Sari, dan Jalan Cipto Mangunkusumo), juga kendaraan yang lain, seperti kendaraan pribadi, becak, motor, dan para pedagang kaki lima di beberapa trotoarnya.

Suasana Jalan Ciptomangunkusumo

Suasana Jalan Cipto Mangunkusumo.

Beberapa mal dan pusat perbelanjaan juga ada di situ seperti Carrefour, CSB (Cirebon Super Block), Ruko (Rumah Toko) yang berdiri di sepanjang jalan. Berdiri juga bangunan sekolah seperti, Sekolah Kristen (BPK Penabur), kantor Disperindag (Dinas Perindustrian dan Perdagangan) Kota Cirebon, SMU Negeri 2 Kota Cirebon, Depnaker (Departemen Tenaga Kerja), dan juga bank seperti, Bhakti Finance, WOM Finance (Wahana Ottomitra Multiartha), Bank Bukopin, kantor Bappeda (Badan Pendapatan Daerah), juga diselingi rumah–rumah pribadi yang mewah.

Cirebon Super Block

Cirebon Super Block.

Kini, sepanjang Jalan Cipto Mangunkusumo ditanam pohon angsana oleh Dinas Pertamanan Kota. Jalan dibelah menjadi dua arah dan di tengahnya dibatasi dengan taman itu. Kini pohon asem tergantikan posisinya dengan pohon angsana. Disana juga tumbuh pohon lain, seperti pohon mahoni, pohon glodokan (pohon ini hampir mirip dengan pohon cemara, kalau di lihat dari jauh bentuknya seperti keris meruncing bagian atasnya. Perbedaan pohon cemara dengan glodogan ini terletak pada daunnya). Pohon asem itu masih tersisa satu walaupun posisinya tidak lagi berada di pinggir jalan, kini ia masih berdiri kokoh ‘menantang’ kemajuan zaman di rumah kos-kosan tetangga Mak. Menurut Mak, pohon asem yang ditanam di belakang rumah itu termasuk masih muda, karena Mak tau proses menanamnya dan umurnya yang berkisar 70 tahunan. Walaupun tanah itu bukan punya Mak Fatimah namun pohon itu adalah saksi perjalanan hidupnya. Dan Jalan Cipto Mangunkusumo adalah bagian tak terlepas dari perjalanan hidup Mak sampai saat ini.

Jalan Cipto Mangunkusumo

Jalan Cipto Mangunkusumo.

About the author

Avatar

Iskandar Abeng

Pria yang menetap di Cirebon ini dilahirkan pada tanggal 8 Mei. Ia memiliki ketertarikan pada karya seni dan budaya.

1 Comment

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.