Kilas balik, itulah yang aku pikirkan ketika menulis tentang Pasir Putih. Memutar kembali ingatan dari proses awal tiga tahun yang lalu, tepatnya akhir-akhir tahun 2009. Informasi awal tentang kedatangan Forum Lenteng muncul dari Roni Setiawan (Mas Roni, Red.), dan meminta kepada kami hadir di rumah beliau untuk mendengarkan informasi tentang akan dilaksanakannya program Akumassa di Lombok. Akumassa merupakan program pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan berbasis media yang dikelola oleh Forum Lenteng Jakarta. Kemudian, kami sepakati program Akumassa Lombok berada di Pemenang, Kabupaten Lombok Utara. Komunitas Pasir Putih sendiri memang satu dari 7 situs jaringan Akumassa pada waktu itu.
Di awal berdirinya Komunitas Pasir Putih pada 7 Januari 2010 disambut dengan workshop Akumassa selama satu bulan. Workshop tersebut membahas tentang sejarah berupa multimedia, film, video, tulisan, photo dan program Akumassa itu sendiri. Materi-materi yang kami dapat waktu itu tidak terbayangkan sama sekali, terasa tabu, namun menarik. Ditengah-tengah workshop tersebut kamipun dapat berkomunikasi dengan kawan-kawan komunitas dari daerah lain yang mana kehadiran kami sangat diharapkan dan akan semakin menambah semangat kami untuk belajar. Selama workshop kami telah melakukan kegiatan pembingkaian tentang Lombok Utara khususnya, dan Lombok secara umum. Bingkaian tersebut menghasilkan 6 video Akumassa Pemenang, NTB (Nusa Tenggara Barat), antaralain; Berugaq, Selaq, Cidomo, Pusuk, Bangsal dan Menjojo. Kami juga telah membuat beberapa tulisan yang ke semua karya tersebut yang dapat kita lihat di www.akumassa.org — sebuah jurnal tentang aku dan orang-orang sekitar. Workshop selama satu bulan itu berjalan lancar dan berakhir dengan sosialisasi publik. Untuk perkembangan komunitas ke depannya, Forum Lenteng mengisi ruang kerja kami dengan beberapa perlengkapan antara lain; seperangkat komputer, kamera, fasilitas internet dan beberapa peralatan pendukung lainnya.
Betapa media menjadi ruang yang sangat efektif dalam menanamkan pengaruh kepada orang lain. Pergerakan media yang tidak sehat tentu akan berdampak pada masyarakat akan mengkonsumsi informasi yang tidak sehat juga. Dikotomi media juga mengarah pada ketidakseimbangan informasi dan komunikasi ditengah-tengah masyarakat. Kehadiran Akumassa sebagai media alternatif kemudian sangat dibutuhkan. Itulah pelajaran penting yang kami dapat dalam proses workshop. Sehingga perlu adanya letupan-letupan kecil bagi sebuah pergerakan besar dalam menanamkan kesadaran akan keberadaan media oleh dan bagi masyarakat.
Seminggu setelah workshop, saya dan Maldi dipercaya oleh kawan-kawan Komunitas Pasir Putih untuk menghadiri pertemuan antar komunitas di Cirebon. Presentasi karya, baik video dan tulisan, serta diskusi seputar komunitas dan media menjadi agenda besar kami saat itu. Salah satu masukan menarik yang kami dapatkan saat itu tentang pola pergerakan dan cara mempertahankan pergerakan Komunitas Pasir Putih yang anggotanya beragam. Tentunya memang tantangan ini harus dijawab dari awal oleh Komunitas Pasir Putih, sehingga tidak menjadi hambatan, tapi justru menjadi nilai tambah yang menarik. Oleh karena itu, program peningkatan skill dan potensi individu anggota Komunitas Pasir Putih tetap menjadi skala prioritas sampai saat ini.
Perhatian dan kerja sama yang terbangun antara Komunitas Pasir Putih, Forum Lenteng dan kawan-kawan komunitas yang lain tidak terputus sampai saat itu saja. Di tahun yang kedua tepatnya tahun 2011, Forum Lenteng membawa karya-karya video Komunitas Pasir Putih mengisi beberapa pameran baik nasional dan internasional. Kabar ini semakin menambah semangat berproses dan semakin mempererat hubungan komunikasi kami. Bahkan di tahun 2012, Pasir Putih kembali diajak terlibat dalam program Akumassa kedua, yaitu pemantauan media. Pemantauan media yang dilaksanakan Lalu Maldi berjalan selama satu tahun dengan memantau media lokal NTB yaitu “Radar Lombok” dan “Lombok Post”.
Kini, sudah tiga tahun usia komunitas ini dan menjadi kebahagiaan yang tak terkira dapat bertahan, ditengah kemajemukan anggotanya. Tapi semangat yang terus ditanamkan oleh kawan-kawan komunitas di Lombok, NTB dan kawan-kawan dari daerah lain menjadi amunisi kekuatan kami. Selama tiga tahun ini kerjasama dengan Forum Lenteng tetap berjalan. Komunitas Pasir Putih dan Forum Lenteng kembali bersama-sama melakukan proses produksi filem dokumenter durasi panjang.
Maka film “Elesan Deq A Tutuq (Perjalanan Yang Tidak Berhenti)” ini, merupakan sebuah karya yang lahir dari proses kerja sama dengan Forum Lenteng. Semoga, kegelisahan untuk terus berkarya tetap ada dalam tubuh Komunitas Pasir Putih. Amin.
Tulisan ini merupakan bagian dari katalog pemutaran film Elesan Deq a Tutuq (Jejak yang Tidak Berhenti). Foto-foto adalah dokumentasi persiapan acara penayangan filem tersebut di Balai Pengembangan PAUDNI, Mataram, Nusa Tenggara Barat.