Sama dengan daerah yang tersebar di negeri ini, Lebak sangatlah kompleks masih banyak ketertinggalan disana sini tanpa bermaksud merendahkan. Ketika kunjungan pertama di blog akumassa kubaca tulisan Hafiz, aku tertegun sesaat, karena Hafiz mencoba cari peta Lebak dari Google Earth dan Google Map tapi Lebak tidak ada dalam data. Walau Lebak tidak ada dalam peta, tetapi kami ada di akumassa, sebuah proyek yang membawa pada kesadaran posisi diri.
Jadi pijakan awal membaca Lebak adalah buku Max Havelaar yang tersohor di zamannya, yang sedikit memberikan gambaran dimana Lebak. Mungkin pula buku-buku lainnya ada, tetapi aku cuma tahu buku itu saja. Proyek Aku Massa mudah-mudahan menjadi titik penjelasan selanjutnya, dan aku sebagai massa berusaha membawa kawan-kawan pada titik Lebak kini (do’akan kami).
Satu tanda pasti, Lebak punya tiga sungai di latarnya yaitu Ciberang, Cisimeut, dan Ciujung. Mengalir ke pusat kota yang berakhir di Banten, kota yang dikelilingi oleh aliran sungai. Sedangkan daerahku di kelilingi perbukitan dan perkebunan. Bukit-bukit itu lebih dikenal sebagai ladang padi bagi suku Badui (Huma), kebun-kebun itu sekarang banyak dimiliki pemerintah dan tuan tanah (pengusaha) dari daerah lain sebut saja kota-kota besar yang maju, Bogor atau Jakarta. Pemimpin kami sedikit terkenal dengan semangat membangun lewat beton dan aspalnya. Menurut temanku-temanku semasa itu, dahulu daerah Lebak disebut salah-satu kabupaten terluas kedua setelah Serang, tetapi kami tidak merasakannya karena daerah satu dengan daerah lainnya sangat berjauhan.
Pengalaman saat aku main ke rumah temanku di daerah lain yang ada di Ciboleger, Lebak pada tahun lalu, perjalanannya sangat-sangat melelahkan karena jalannya berliku, curam, dan naik turun. Pengetahuanku sebagai pribumi otak beku tentang daerah sendiri hanya lewat tiga terminal saja yakni Terminal Curug tujuan Sajira sampai Cipanas, Terminal Mandala jurusan Malimping, Gunung Kencana sampai Bayah yang terkenal itu, dan yang terakhir ialah Terminal Aweh dengan tujuan Leuwidamar, Cisimeut, Ciboleger, dan Bojong Manik.
Kembali ke sungai Ciujung, sebelum bendungan Pamarayan dibangun atau diperbaiki sering terjadi banjir besar dan bahkan banyak memakan korban, yang terbanyak adalah korban materi seperti rumah-rumah dan pabrik-pabrik tahu yang berada di sisi sungai Ciujung dan Ciberang. Tapi wajar saja, Lebak punya lebih dari 3 sungai karena posisi Lebak itu sendiri sangatlah rendah datarannya dibanding daerah- daerah lain seperti Pandeglang dan sekitarnya. Lagipula arti sebenarnya Lebak itu adalah dataran rendah. Maka dulu Lebak jadi tempat langganan banjir ketika aliran sungai membludak.
Kembali ke masalah peta lagi, sebenarnya pada tahun 2005, aku sudah punya peta lebak yang lengkap yang diambil dari setiap kecamatan, tapi sayangnya peta itu hilang dan sampai sekarang belum ketemu. Padahal dulu untuk mendapatkannya sangat susah sampai harus mencari ke Bandung ke kantor Geologi dan Meteorologi, itupun yang kupunya hanyalah fotokopian dan harus membelinya. Dan 2 minggu kemarin kita coba cari lagi ke Bandung dengan perantara teman yang ada di Bandung tapi sudah tidak ada, sayang sekali. Dan sekarang tinggal bagaimana caranya agar Lebak bisa dikenal oleh orang banyak dan bisa dengan mudah apabila orang-orang ingin mencari peta Lebak yang paling mungkin hanya lewat peta teks.
eta teh budaya khasanah bangsa urang hayu urang rojong, mumule ku urang nu utami uarang sunda
be_kliz@yahoo.co.id Nuhun punten.
yeeee hooo…
mantap…
doa ku selalu meryertaimu….
jadi pangen k cana
kampoeng w yang paling indah & damai…..