“Arek kamana kang?” kemudian salah satu pemuda menjawab ,”Bade ke stasion, arek jualan.” Percakapan singkat itu langsung membawa saya menuju memori-memori mengenai para penjual tahu Sumedang di kereta Jabodetabek. Semasa saya berangkat kuliah naik kereta Jabodetabek dan makan tahu Sumedang itu sudah menjadi kebiasaan.
Sepengetahuan saya waktu itu, asal dari tahu itu benar-benar dari Sumedang, atau paling logis, tahu itu dibuat oleh sebuah industri rumahan oleh orang Sumedang. Kemungkinan lain materi mentah tahu itu berasal dari Sumedang. Tapi jalur sirkulasi mereka bukan hanya di kereta, namun di terminal, pasar dan tempat strategis lain seperti di pinggir-pinggir jalan.
Hal menarik ini telah mengantarkan saya pada pembenaran pengalaman baru yaitu saya melihat industri rumahan tahu yang disebut-sebut di kereta sebagai perusahaan tahu Sumedang. Usaha rumahan yang sangat menarik, mereka memproduksi 2 jenis tahu dalam kesehariannya. Pertama adalah tahu basah atau tahu putih yang langsung didistribusikan ke pasar-pasar. Tahu ini harus siap didistribusikan tepat jam 2 pagi. Biasanya mereka memulai aktifitas produksinya pada jam 10 pagi agar bisa memenuhi pesanan pada esok paginya.
Kira-kira lebih dari 30 orang yang bergerak sebagai penjual mendistribusikan Tahu ini di beberapa tempat dengan berteriak “Tararahu Sumedang, sumedang, tahu gurih!”. Tahu Sumedang ini mulai didistribusikan pada jam setengah empat pagi. Yang membuat saya penasaran adalah mereka menggunakan slogan Tahu Sumedang sebagai dasar penjualannya. Padahal ini merupakan tahu-tahu yang diproduksi di Kampung Muara (Lebak), dan bukan dari Sumedang.
Beberapa hari kemudian saya mencoba mendapatkan tahu sumedang asli hasil rujukan kawan, saya makin tertarik guna melihat di mana letak keasliannya. Setelah saya rasakan perbedaannya hanya pada rasa asin, gurih dan besaran tahu per potong. Ternyata rasa asin itu yang membuatnya gurih yang sepadan jika dinikmati bersama cabe rawit.
Tahu Muara memiliki karakteristiknya sendiri, rasa asinnya terasa alami. Para penjualnya kebanyakan berasal dari Cipanas, Gajrug, Saketi, Muncang, Cisemeut dan beberapa daerah di Jawa Barat. Harga satuannya berkisar 200-300 rupiah. Tepat jam setengah sepuluh malam para penjual tahu itu sudah kembali, dan seperti biasa mereka bersama-sama berbondong melewati jalan Kitarung. Waktunya untuk beristirahat mengisi kembali tahu-tahu Muara hingga esok pagi dan kembali berangkat serta berucap “Tararahu-tararahu Sumedang”.
ooooohhhh……… jadi tahu-tahu sumedang yang sering dijual di bis-bis, kereta api sama pingir jalan itu aslinya buatan Lebak… weleh-weleh kenapa mereka nggak percaya diri yang dengan menamakan tahu buatan mereka ‘Tahu Lebak” apa karena nama Tahu Sumedang udah terlanjur populer…???? lagi-lagi donks yang seru2 di Lebak