Jurnal Kecamatan: Pabean Cantikan Kota: Surabaya Provinsi: Jawa Timur

Iwadh

Makan bersama dalam acara Iwadh
Avatar
Written by Akhmad
Hari Raya merupakan hari yang sangat ditunggu-tunggu umat beragama. Tak peduli itu dari agama mana pun. Seperti Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha untuk umat muslim, Hari Raya Natal untuk umat kristiani dan sebagainya. Tak terkecuali dengan aku yang sangat menantikan Hari Raya itu tiba. Aku tinggal di salah satu kawasan pemukiman mayoritas orang arab di Surabaya. Tepatnya di kawasan Ampel, Surabaya. Hari raya Idul Adha kali ini kami rayakan pada 17 November 2010, sesuai anjuran pemerintah.

Iwadh merupakan salah satu tradisi warga arab di Surabaya yang dilakukan saat Hari Raya

Iwadh (silaturahmi ke rumah orang yang dituakan) merupakan salah satu tradisi warga arab di Surabaya yang dilaksanakan saat Hari Raya.

Hari itu pagi-pagi sekali aku mandi untuk mempersiapkan diri pergi Sholat Ied. Wangi-wangian sudah aku siapkan. Baju yang akan aku kenakan, aku setrika dengan rapi. Tepat pada pukul 06.00 WIB aku berangkat bersama ayahku menuju salah satu masjid di daerah barat kawasan masjid Ampel tepatnya di Masjid Serang. Masjid ini adalah tempat berkumpulnya masyarakat keturunan arab bermazhab Syafi’i.  Masjid ini dibangun oleh salah seorang saudagar India bernama Syech Soronj pada akhir abad 17.

Di Masjid Serang, aku bertemu banyak teman-temanku. Sesaat setelah menunaikan Sholat Ied aku bersama orang-orang lain yang ada di sana langsung bersalam-salaman sambil mengucapkan Minal Aidzin Walfaidzin. Biasanya kalimat Arab ini lumrah dikatakan saat Hari Raya Idul Fitri, namun para jamaah Masjid Serang mengucapkannya tidak hanya pada Idul Fitri. Pada saat Idul Adha perkataan tersebut juga disampaikan. Setiap aku bertemu dengan seseorang yang aku kenal, pasti aku mengatakan hal itu. Tak terkecuali dengan jamaah yang lainnya.

Masjid Serang

Masjid Serang.

Setelah selesai sholat aku dan para jamaah lainnya tidak langsung pulang ke rumah masing-masing. Kami menyempatkan diri untuk melakukan silaturahmi ke beberapa rumah orang-orang yang dituakan di daerah tersebut. Acara tersebut dinamakan Iwadh atau yang sering juga disebut Wad-Wadtan.

Kata Iwadh berasal dari Bahasa Arab, yaitu ada-yaudu-audan yang berarti kembali. Maksudnya adalah kembali suci. Tradisi ini tidak hanya dilakukan pada saat Idul Fitri, karena tradisi ini adalah acara silaturahmi yang bisa dikerjakan kapan pun. Setahuku Iwadh juga dilakukan oleh masyarakat di Gresik.

Tak ada yang tahu pasti kapan tradisi ini dilakukan. Ada yang mengatakan acara itu sudah dilakukan hampir seabad yang lalu. Kurang lebih ada tiga rumah atau tiga tempat yang dikunjungi dalam Iwadh di Surabaya.

Dalam acara Iwadh kita bersilaturahmi sambil mendengarkan qasidah (lagu) yang kebanyakan menceritakan pujian-pujian kepada Allah, Nabi Muhammad dan juga orang-orang alim. Kadang kala aku juga terhanyut dalam dekapan merdu suara yang melantunkan pujian tersebut. Meski kebanyakan aku tak mengerti dengan arti lagu tersebut.

Ada satu acara yang menjadi karakteristik atau sesuatu yang khas dalam Iwadh. Yaitu acara makan-makan. Makan-makan biasanya dilakukan sebagai penutup, setelah selesai mendengarkan lantunan merdu qasidah. Dalam Iwadh hidangan yang disuguhkan adalah Harissa dan juga Kopi Jahe. Harissa adalah makanan khas masyarakat Arab yang berbahan daging Kambing yang dicampur dengan Gandum. Makanan ini biasanya disuguhkan bersama dengan gula halus atau Minyak Samin.

Makan Harissa bersama dalam satu nampan

Makan Harissa bersama dalam satu nampan.

Makanan ini tidak disuguhkan dalam piring-piring yang hanya bisa dinikmati per individu-individu. Tapi makanan ini disuguhkan dalam nampan-nampan besar. Satu nampan bisa dinikmati untuk kurang lebih lima orang.

Waktu itu aku sempat bertanya kepada temanku yang bernama Ali dan Zaenal, mengenai penghidangan makanan di atas nampan. Saat itu Zaenal berpendapat penghidangan makanan di atas nampan hanya semata agar tuan rumah tidak repot-repot untuk bersih-bersih. Sedangkan Ali punya pendapat lain.

Makan bersama dalam acara Iwadh

Makan bersama dalam acara Iwadh.

Menurut Ali penghidangan makanan di atas nampan sehingga bisa dinikmati dengan banyak orang mempunyai makna yang cukup dalam. Menurutnya cara tersebut tidak membeda-bedakan seseorang, semuanya sama. Seorang yang miskin bisa makan langsung dengan orang yang kaya tanpa sungkan. Juga seorang ulama bisa makan langsung dengan orang yang awam.

Setelah selesai menghabiskan makanan, kita biasanya lalu bersalaman  dengan tuan rumah atau dalam hal ini adalah orang yang dituakan tersebut. Aku sangat menikmati kegiatan itu. Di sana aku bisa bertemu teman-teman lama. Merasakan nikmatnya bertemu dengan orang-orang alim.

Kumpul bersama teman-teman dalam acara Iwadh

Kumpul bersama teman-teman dalam acara Iwadh

Baru setelah kegiatan tersebut aku dan jamaah lainnya pulang ke rumah masing-masing untuk menikmati keindahan Hari Raya bersama keluarga. Menyembelih hewan kurban lalu membagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan.

About the author

Avatar

Akhmad

Dilahirkan di Surabaya pada tanggal 14 November 1989. Ia kuliah di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jawa Timur, jurusan Ilmu Komunikasi angkatan 2007. Pria ini juga aktif di Komunitas Kinetik dan Radio Kampus.

3 Comments

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.