Tanah masih basah
selepas hujan sore hari
Bujang-bujang pedagang
ngaso di warung kopi
mendengarkan dendangan lagu cinta
dari MP3 perangkat mobile
“Hai, lihat! Betapa manisnya, dia?!”
“Dia manis! Tidak dengan kau!”
“Jam berapa, sekarang?”
“Pukul empat lewat sedikit…”
“Ya, elah… udah gak sabar menyambut pujaan hati muncul dari balik pagar biru?”
“Aku tidak seperti kau, yang masih aja godain cewek!”
“Gadisku orang yang tangguh! Bekerja seharian melawan Oni yang keras kepala!”
“Sore masih panjang, kawan!”
“Lagu ini mencurahkan isi hatiku.”
“Lagu apa? Lagu cengeng dari band kondang Wali?”
“Dasar bujang malang! Kau tak akan dilirik gadis-gadis pabrik.”
“Mengapa tidak?”
“Waktu mereka sudah habis untuk melayani Oni.”
“Ada banyak ekspor!”
“Alah, paling-paling nanti kita mengimpor barang lagi. Lalu, pacar-pacar kita merengek-rengek minta dibeliin. Uang penghasilan ngojek seharian mana cukup?!”
“Beli pulsa saja tidak cukup.”
“Makanya, mendingan dengerin lagu, yak?!”
“Kau saja! Aku tidak suka. Kalau lagu Iwan Fals, aku suka.”
“Masa kekasihku bekerja untuk menghasilkan barang-barang yang nantinya kembali diimpor?”
“Bukannya diekspor?”
“Ya, tapi nanti diimpor lagi…!”
“Ah, sore masih panjang!”
“Hujannya seperti ilalang yang hidup segan mati tak mau…”
“Gimana dagangan hari ini?”
“Lumayan, tapi tidak seperti tanggal lima.”
“Alah, tanggal lima juga gak ada yang beli gorengan.”
“Seringnya kutang ama celana dalem.”
“Hahaha!”
“Supaya bisa tampil keren pas malam minggu. Tanggal tujuh, kan Hari Minggu!”
“Iya, yak?! Yah, aku harus mengajak si Eneng nonton konser Wali!”
“Sedang baca apa kamu, A?”
“Saya sedang baca tentang Don Corleone yang hidup di Amerka.”
“Dia pengusaha?”
“Begitulah, tetapi sedikit berbeda. Lebih banyak tentang perdagangan gelap.”
“Lah, di sini juga perdagangan gelap.”
“Seperti di film-film, jualannya pake kode.”
“Narkotik?”
“Apaan? Jualan cireng! Hahaha!”
“Kenapa harus diam-diam?”
“Gak boleh sama Oni-nya.”
“Ini, juga, kita dagang cuma boleh masuk pas jam istirahat.”
“Somay-nya masih ada, A?”
“Udah habis. Ini lagi nunggu hujan reda, baru pulang.”
“Iya, dari tadi hujan, reda, hujan, reda. Udah senja gini, padahal…”
“Oh, sore sudah larut!”
“Lembur euy…!”
“Gila, yak! Dari pagi sampai malam begini…”
“Mereka tidak pernah mau rugi.”
“Hari libur saja tetep gak mau rugi.”
“Orang-orang diatur dengan upah per jam. Gimana bisa nabung biar kaya?!”
“Lah, itu pedagang-pedagang bisa kaya, kok!”
“Iya, penghasilannya saja sehari bisa ratusan ribu…”
“Tapi tidak seberapa dengan yang ngangkut-ngangkut barang.”
“Iya, belum lagi cara berpakaian juga dilarang-larang.”
“Yang sakit, mau pulang, juga dilarang.”
“Mau gimana lagi? Yang penting Oni-nya senang.”
Parungkuda, 26 Maret 2013.
Tulisan pernah dimuat di www.dariwarga.wordpress.com