Pemenang - Lombok Utara, NTB

Hijrah ke Lombok, Sesuatu Telah Mengarahkanku ke Tempat Ini

Ketika akan berlabuh di Pantai Telok Nare

Kepribadian adalah organisasi dinamis dari pada sistem-sistem psycho-physik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik (khas) dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.

Aku tidak begitu ingat waktu tepatnya, mungkin sekitar tahun 2003, saat aku masih mengenyam bangku kuliah di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) di Surabaya. Setiap hari aktifitas ke kampus aku jalani dengan naik angkot, dari Sidoarjo hingga Surabaya. Setiap kali turun di terminal Joyoboyo,- terminal yang dikhususkan untuk angkutan umum dengan trayek (jalur) yang berbeda-beda – aku memilih BEMO LIN P (angkutan dengan tujuan akhir Pantai Kenjeran) sebagai angkutanku. Karena angkutan ini memang melewati depan kampusku.

Aku tidak menyadari aktifitas yang terjadi di sekelilingku, terutama di Terminal Joyoboyo. Hingga suatu saat, aku melihat bahwa banyak sekali anak-anak yang berkeliaran di tempat itu. Ada yang bekerja sebagai pengamen, pedagang asongan, dan lain-lain.

Dalam hati aku berkata, “Ya, Tuhan. Apa yang mereka lakukan di tempat ini dalam usia yang begitu muda? Kemanakah orang tua mereka? Apakah kemiskinan telah membawa mereka ke tempat ini?”

Sepulangnya dari kampus aku bercerita pada bapak tentang apa yang telah aku lihat. Entah kenapa baru saat ini aku ceritakan hal itu pada bapakku. Mungkin, karena pemandangan ini, di kota besar seperti Surabaya itu ‘lumrah’ kata orang Jawa. Sehingga hanya sedikit orang yang memberikan perhatian akan hal itu.

Dari hasil cerita dengan bapak, saya mengetahui tentang Komunitas Alang-Alang yang lokasinya tidak jauh dari Terminal Joyoboyo. Di tempat itu, anak-anak kecil hingga remaja diajari berbagai macam keahlian, di antaranya seni musik, teater dan seni kriya.

Mungkin karena komunitas ini sudah ada sejak lama, keberadaan mereka telah di kenal luas oleh masyarakat Surabaya. Setiap kali diselenggarakan event,  salah satunya di Balai Pemuda, komunitas ini pasti ikut serta meramaikan acara tersebut. Tapi yang jelas, sebagai organisasi sosial, sekarang mereka telah mandiri.

Terakhir saya mendapat kabar bahwa komunitas tersebut telah menjadi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang bergerak di bidang sosial. ‘Alang-Alang’ menjadi besar karena hasil sebuah perjuangan tulus ikhlas dari seorang laki-laki yang bernama Pak Didit, serta dukungan dari keluarganya dan masyarakat.

Waktu terus berjalan hingga aku menyelesaikan kuliah. Pada saai itu, pertanyaan-pertanyaan dari orang tua setiap hari menggelitik telingaku.

Bapak  pernah bilang, “Nduk, kapan koen golek kerjo? Mosok wis sarjana kok cuman mangan turu wae nang ngomah, dadi opo koen iku mengko.” (Ndukpanggilan untuk anak perempuan’, kapan kamu mencari kerja? Masa sudah sarjana kok cuma makan tidur saja di rumah, jadi apa kamu nanti).

Enggih, Pak, méngke,” (Iya pak nanti) jawabku dengan terus berpikir akan berbuat apa. Karena bosan menerima pertanyaan-pertanyaan yang sama. Akhirnya aku mencoba melamar pekerjaan kemana-mana hingga pernah bekerja sebagai sales ‘door to door’.

Wah, banyak peristiwa yang aku alami ketika bekerja menjadi sales ‘door to door’. Aku pernah diusir dari rumah calon pembeli dengan perkataan yang sangat kasar maupun halus. Pernah juga orang membanting pintu di depan mukaku, tapi ada juga yang baik. Dari sini aku mulai diajari tentang hidup sesungguhnya. Perjuangan untuk mencari beberapa lembar rupiah dan belajar menghadapi berbagai macam karakter manusia. Tujuannya, hanya supaya orang mau membeli barang yang saya tawarkan.

Berat memang, tapi aku harus terus menjalaninya hingga suatu saat orang tua kasihan melihatku dan memintaku keluar dari pekerjaan itu. Akhirnya aku keluar, kemudian disarankan oleh orang tuaku untuk belajar bahasa Inggris di Kota Pare, Kediri, Jawa Timur. Ketika berada di sana, aku menyempatkan diri browsing di internet untuk mencari pengumuman lowongan CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil). Akhirnya ketemu di Instansi LIPI dan Departemen Perikanan Kelautan (DKP). Aku mencoba mendaftarkan diri pada kedua instansi tersebut dan mengirim berkas-berkas yang diperlukan.

Pada awalnya ngeri dan minder yang aku rasakan ketika mengikuti ujian ini. Karena di tempat aku menjalani ujian, banyak sekali teman-teman yang juga mengikutinya. Banyak di antara mereka yang berasal dari berbagai universitas terbaik di Indonesia.

Aku berkeyakinan dalam hati, tiada satupun hal yang tidak mungkin terjadi jika ‘Dia’ telah menghendaki-Nya meskipun bagi kita itu mustahil. Hingga suatu saat pengumuman dari internet telah keluar dan aku dinyatakan sebagai salah satu peserta yang lolos seleksi ujian dan ditempatkan di Satker UPT Loka Pengembang Bio Industri Laut Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Subhanallah,” aku langsung bersujud waktu itu dan bersyukur atas nikmat yang telah Allah limpahkan padaku. Aku sangat bersyukur ditempatkan di Lombok, alasannya karena ingin lebih mandiri dan menjauh dari kebisingan suasana kota. Meskipun aku sempat mengalami sock culture beberapa bulan, karena lokasi kerja yang sangat jauh dari keramaian dan fasilitas umum. Pada saat itu, hampir setiap pulang kerja aku pergi ke Mataram sendirian. Menginap di salah satu rumah teman bapakku yang ada di sana.

Sebelum aku berangkat ke Lombok, aku harus tinggal sementara waktu di Jakarta dan berkantor di Pusat Penelitian Oseanografi untuk memperoleh pengarahan dan perkenalan lebih dalam tentang LIPI. Khususnya Pusat Penelitian Oseanografi yang lokasinya di depan Taman Impian Jaya Ancol.

Halaman kantor pusat LIPI di Jakarta

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merupakan Instansi pemerintah non departemen yang bertugas di bidang riset, terutama riset dasar. Misalnya identifikasi berbagai jenis hewan dan tumbuhan di Indonesia baik darat maupun  laut.  Pada hari pertama aku dan teman-teman seangkatan diajak berkeliling ke kapal riset Baruna Jaya VIII dan Baruna Jaya VII. Kemudian berlanjut ke UPT Sumber Daya Manusia Oseanografi, Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Perjalanan ketika menuju Pulau Pari sempat terhalang oleh hujan deras dan berangin.

Kapal ke Pulau Pari, Kepulauan Seribu

Setelah beberapa hari, aku bersiap-siap untuk berangkat ke UPT LP Bio Industri Laut di Pulau Lombok tempat aku kerja kemudian. Di pulau Lombok ini, aku bertemu dengan jodohku pada tahun 2007 dan kami dikaruniai oleh Allah seorang bayi perempuan yang cantik.

Kapal menuju Lombok, NTB

Hingga suatu hari aku melihat website akumassa, organisasi jurnalis warga yang memiliki komunitas dampingan di Pemenang, Lombok Utara. Komunitas Pasir Putih namanya. Aku tertarik untuk bergabung bersama mereka, menjadi bagian dari keluarga besar Komunitas Pasir Putih. Saat itu juga aku mencoba memberanikan diri untuk menghubungi kontak person yang tertulis pada website tersebut. Ternyata aku terhubung dengan orang bernama Gozali. Aku yakin, sesuatu itu yang mengarahkan perjalananku ke tempat ini.

About the author

Avatar

Dien Arista Anggorowati

Dilahirkan di Nganjuk pada tanggal 9 April 1982. Sarjana Biologi di Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) ini bekerja sebagai PNS di UPT Loka Pengembangan Bio Industri Laut Lombok LIPI. Ia juga mengajar Biologi di MTs Al-Hikamah Pemenang.

6 Comments

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.