Jurnal Kecamatan: Lemahwungkuk Kota: Cirebon Provinsi: Jawa Barat

Cirebon, Pantai Kejawanan Desember 2008

Cirebon, Pantai Kejawanan Desember 2008
Avatar
Written by Yahya-Malik
Pantai Kejawanan.

Cirebon, 21 Desember 2008

Malamnya saya dan teman-teman sudah sepakat pagi-pagi jam 07.00 untuk observasi bersama ke Kejawanan, namun saya kesiangan dan baru bangun setelah  di telepon oleh Poetry, mereka (Ipul, Putri, dan Desi) ngambek, namun akhirnya kami berangkat juga ke Pantai Kejawanan. Berhubung motornya dipakai adik saya sekolah, jadi saya dan Desi naik angkot GM (jurusan Gunung sari-Mundu) sedangkan Ipul dan Poetry naik motor. Setelah tiba di sana saya dan Desi jalan memasuki Kejawanan yang jaraknya ± 500 m untuk sampai ke pantai.

Kami tiba di pantai tempat kapal nelayan berlabuh. Namun kami tidak menemukan kapal ikan yang baru berlabuh dan akhirnya kami mengambil gambar pantai yang sudah terkena limbah, sembari berjalan saya bertemu seorang bapak-bapak tua yang tangannya hanya satu. Entah apa yang telah dialami beliau sehingga kehilangan tangannya.

Malik

Malik.

Saya berbincang-bincang sejenak dengan beliau. Beliau banyak cerita tentang pengunjung yang saya sendiri kurang mengerti arah pembicaraannya. Namun saya mendapatkan sesuatu yang menarik dari beliau bahwa di sekitar tempat yang tadi kami lewati ternyata ada tempat penangkaran ular mulai dari ular kobra sampai ular sanca terdapat di situ. Dan beliau bilang harga ular sanca per meternya 80 ribu rupiah namun beliau tidak menerangkan secara detail harga ular-ular lainnya. Kami pun berlalu meninggalkan beliau dan memasuki area Pantai Kejawanan. Saya melihat rombongan ibu-ibu sedang ganti pakaian dan berendam di laut. Menurut mitos yang beredar katanya air laut di sekitar pantai ini dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Saya sempat bercakap-cakap sebentar dengan bapak-bapak yang umurnya sekitar 45 tahunan. Beliau datang jauh dari Arjawinangun hanya untuk berendam dan beliau melakukannya seminggu tiga kali. Saya bertanya kepada beliau tentang adanya mitos itu. Beliau kurang percaya dan mengatakan bahwa air laut di daerah ini mengandung kadar garam yang tinggi dan baik untuk kesehatan. Beliau bercerita tentang tetangganya yang masih balita dan belum bisa berjalan dan keluarganya membawanya berendam di Pantai Kejawanan ini. Setelah dua kali berendam konon katanya si balita bisa berjalan kemudian menyebarlah berita itu ke seantero Arjawinangun sehingga banyak warga Arjawinangun jauh-jauh datang hanya untuk berendam dengan membawa segudang harapan penyakit yang di deritanya dan berharap agar penyakitnya hilang terbawa arus ombak.

Saya kemudian beranjak ke tengah lautan dan mengejar murid SMU yang kebetulan sedang refreshing. Saya bertanya dari sekolah mana? Kenapa ga sekolah? Dan alasan datang ke pantai Kejawanan? Mereka menjawab . . . “Dari SMK 2 BPK PENABUR—persis bersebelahan dengan Cirebon Superblock, abis UTS jadi pulangnya cepet trus pengen refreshing aja karena sudah bosan main ke mall . . . ,” mereka lalu bertanya apa yang saya kerjakan dan saya jawab sedang buat riset tentang kota Cirebon untuk membuat video . . . Lalu Poetry ngajak naik kapal nelayan. Ongkosnya Rp 15 ribu . . . lalu kami (saya, Ipul, Poetry, dan Desi) pun naik kapal itu . . . , kalau boleh jujur saya baru kali ini naik kapal nelayan. Saya merasa seperti pelaut meski kapalnya hanya kapal kecil untuk menangkap ikan…namun saya merasa sangat senang . . . Saya mulai bertanya kepada nelayan yang membawa kami naik kapal. Ternyata mereka hanya mangkal di pantai itu apabila sedang tidak melaut . . . hitung-hitung cari penghasilan daripada nganggur . . . kata beliau . . . Setelah turun dari kapal kami pun beranjak dari pantai dan bergegas pulang. Poetry dan Desi naik angkot ke pasar sedangkan saya dan Ipul naik motor. Berhubung Ipul nganter Poetry dan Desi ke depan. Saya pun menunggu di dekat pelabuhan kapal ikan yang airnya kotor terkena limbah bahan bakar. Sambil merenung tanpa di sadari dari belakang ada murid SMU menyahut, “Lagi cari inspirasi mas . . .! ,” sambil berlalu naik motor dengan temannya. Lalu Ipul pun datang dan kami langsung pulang ke Laboratorium.

Diskusi

Diskusi.

Tempat Pelelangan Ikan.

Cirebon, 23 Desember 2008

Masih di kawasan Pantai Kejawanan. Saya, Ipul dan Poetry pagi-pagi pergi ke Pantai Kejawanan. Saya naik angkot GM sedangkan Ipul dan Poetry naik motor. Saya datang, sedangkan Ipul dan Poetry sudah di sana dan beranjak pergi cari makan di luar sebab di Kejawanan tidak ada rumah makan yang buka karena pantai sedang sepi dan tidak ada pengunjung.

Saya menunggu di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sambil ngopi dan ngobrol dengan tukang warung sambil makan nasi orek yang berisi nasi, orek tempe, buncis, cabe ijo, mie kuning, cabe merah, bawang— sesaat kemudian saya melihat ada kapal ikan yang baru datang melaut setelah 58 hari mencari ikan. Saat mereka melihat saya memegang kamera mereka terlihat antusias karena menyangka saya adalah kru dari televisi yang sedang meliput. Saya menghampiri sambil pura-pura sok akrab dan mulai ngobrol-ngobrol dengan awak kapal yang terlihat seperti pelaut Sisilia dan Jamaika. Tanpa disadari mereka mulai bercerita tentang kehidupan teman-temannya. Ada yang bercerita sambil tertawa tentang perceraiannya karena isterinya selingkuh. Ternyata saya baru tahu bahwa pendapatan yang diterima mereka tidak sepadan dengan resikonya, yaitu meninggal dan kena penyakit seperti diare dan jamur kulit. Rata-rata para awak kapal ternyata hanya diberi upah 23 ribu perhari dan itu diperuntukkan bagi ABK yang sudah lama. Sedangkan yang masih baru hanya diberi upah mulai dari 14 ribu dan naik sampai 23 ribu. Tak lama kemudian mereka mengeluarkan dua botol minuman sebagai perayaan sampai di daratan: bir dan anggur kolesom cap orang tua yang dicampur oleh seorang bartender yang sebelumnya bertugas pengatur logistik, tak lama kemudian mereka mulai berpesta, minum . . . . Mereka menawari saya dan ikut minum bersama mereka.

Breakdown

Breakdown.

Saya berpikir, saya dan mereka baru pertama kali bertemu tetapi seperti sudah kenal begitu lama. Entah kenapa? Mungkin karena selama hampir 58 hari ini mereka nggak ketemu daratan dan orang-orang selain ABK (Anak Buah Kapal) di kapalnya. Makanya mereka begitu senang melihat orang lain. Mereka tertawa, riang, mengajak kawan-kawan yang tinggal di pelabuhan untuk berpesta bareng. Ledek-ledekan pribadi hingga bluetooth di handphone, bingung di mana tempatnya untuk memperbaiki kamera handycam yang rusak, dan film porno.

Saya melihat proses pemindahan ikan dari kapal ke daratan dan duduk di atas kepala truk yang akan mengangkut ikan . . . gila . . . ikannya bau banget kaya Atot yang udah seminggu nggak mandi. Terus juga bentuknya yang ga menarik banget. Saya ikut truk itu ke tempat pengasinan. Melewati pabrik kosmetik yang tidak ada papan namanya. Di tempat pengasinan saya melihat ibu-ibu sedang membersihkan tulang-tulang ikan yang kata mereka itu akan dijadikan bahan kosmetik. Saya bertanya dalam hati, ‘kosmetik apa ya yang pake bahan dasarnya tulang ikan?’ Lalu saya beranjak dan masuk ke tempat proses pengasinan. Seumur-umur saya sering makan ikan asin dan baru sekarang saya tahu cara pembuatan ikan asin dari ikan pari dan ikan hiu. Sesampainya di laboratorium, kawan-kawan mengusir saya dan menyuruh saya mandi. Setengah jam dengan dua kali sabunan mengingatkan saya dengan nelayan-nelayan itu . . .

About the author

Avatar

Yahya-Malik

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.