Sekitar dua minggu yang lalu, gue sedang pusing dan malas narik (mengoperasikan tarayek) Metro Mini 91 jurusan Batusari-Tanah Abang karena terlalu sering dibokisin (dibohongi) oleh supir gue. Awalnya, supir gue, Si Sihombing ini baik. Melihat gue luntang lantung dia langsung memanggil gue,
“He, lae! Sini Kau. Apa marga Kau?”
“Tanjung, Paman.”
“Ah, masih saudara Kau dengan Akbar Tanjung? Faisal Tanjung? Orang kaya, Kau?” dia bercanda, “Ngapain Kau tak karuan begitu, seperti dewa mabuk, bawa-bawa botol setiap hari. Sudah, besok ikut jadi batanganku (jadi kondektur tetap dia) saja, Kau!”
Ikutlah gue bekerja dengan Sihombing sejak saat itu. Tapi lama kelamaan, setelah gue tahu seluk beluk tentang besar setoran dan pembagian pendapatan, gue baru sadar kalau selama ini dia ngebokisin gue. Misalnya pendapatan kita satu hari sebesar 700 ribu rupiah. Setoran kepada bos sebesar 230 ribu rupiah. Hutang air minum dan rokok kami berdua di pool perhari cuma 30 ribu rupiah. Untuk beli solar 180 ribu. rupiah Artinya penghasilan kami berdua 260 ribu rupiah. Kalau supir yang ‘asyik’ seperti supir gue sebelum bekerja dengan Sihombing, penghasilan dibagi rata. Yah, minimal harusnya gue mendapat 120 ribuan lah dari 230 ribu itu. Sihombing tiap hari cuma ngasih gue 70 ribu rupiah. Kawan gue sesama kondektur pernah bilang, “Wah, Tak. Itu namanya lo di-kadalin (dikerjai).” (kawan-kawan biasa memanggil gue dengan sebutan ‘Batak’)
Sudahlah, gue tinggalkan Sihombing.
Tiba-tiba gue jadi kangen kepingin nongkrong dengan kawan-kawan lama gue di daerah Tanjung Duren, belakang Untar (Universitas Taruma Negara). Gue langsung kembali ikut mengamen bersama kawan-kawan gue lagi seperti sebelumnya. Malam harinya hujan turun rintik-rintik. Gue dan kawan-kawan berteduh di sebuah gubuk beratap papan bekas dan berlantai papan juga, yang dilapisi karpet merah. Kami memetik gitar dan mendendangkan lagu bersama-sama, bercanda dan tertawa di gubuk papan beralas karpet merah.
Ketika itu datanglah seorang cowok yang usianya gue perkirakan sekitar enambelas tahunan. Tangan kirinya bertato dengan motif batik. Penampilannya keren, rapi dan bersih. Mengenakan kaos oblong tangan pendek warna hitam, celana buntung jins warna biru, dan berwajah seperti orang keturunan Cina. Rambutnya pendek sekali berjambul seperti David Beckham. Dia memegang sekaleng lem Aica Aibon. Sebelumnya kaleng tersebut dia sembunyikan dekat ketiak dalam kausnya. (Lem bermerek Aica Aibon terkenal sebagai zat adiktif yang murah dan umum dipakai oleh anak-anak jalanan untuk mabuk. Biasanya aktifitas menghisap aroma lem Aica Aibon melalui saluran hidung, disebut dengan istilah nge-lem atau ngaibon – red).
Salah satu kawan gue, Vetrus yang sepertinya sudah mengenal lelaki bertato itu, mendatanginya dan mengisengi cowok keren itu. Dia malah teriak dan menangis, Nggak karuan seperti perempuan. Ternyata gue baru sadar dia seorang perempuan dan dia tidak bisa berbicara alias gagu. Vetrus bertanya ke gue,“ Emang lu kira dia apa, Tak?”
Gue jawab, “Cowok.”
Kawan gue yang lain ikut angkat suara, ”Dia cewek, Tak. Rambutnya aja yang sengaja dipotong begitu. ”
Gue pun bertanya, ”Kalau cewek, kok ga ada payudaranya?”
“Payudaranya dikorsetin, Tak.”
“Kayak perut emak gue baru habis ngelahirin, dikorsetin. Hahahaha….” Gue tertawa.
Lalu cewek itu mulai menghisap lem Aibonnya dengan santai sambil merokok. Setelah lemnya habis dia meminta lagi lem dari salah satu kawan gue. Kawan gue nggak ngasih. Cewek itu nangis lagi. Lalu dia menyodorkan sendal jepitnya kepada kawan gue. Sendal jepit itu gunanya untuk ditukar dengan secolek lem Aibon milik kawan gue... tidak banyak. Dia cuma mencolek seuprit (sedikit) lem dari kawan gue. Gila tuh orang, pikir gue. Dia rela nyeker (tidak beralas kaki), mengorbankan sendal jepitnya untuk mencolek lem doang. Lalu dia kembali nge-lem sambil merokok. Yang gue heran, dia kemudian tidur tanpa melepas lem itu dari hidungnya. Jangan-jangan lem itu merekat nanti di hidungnya. Hehehe…
Siang harinya gue dan kawan gue membeli nasi bungkus, membawa nasi bungkus dalam kantong plastik ke gubuk kami lalu membangunkan kawan-kawan semua untuk makan siang bersama-sama. Tiba-tiba Si Gagu datang dan berniat nimbrung makan. Kawan gue menggodanya, “Nggak boleh! Apa-apaan lu? Bangun-bangun langsung mau nimbrung makan aja. Enak banget lu!” Si Gagu langsung nangis teriak-teriak lagi. Kawan gue bilang, “Nih, ambil! Makan sama nangis aja lu bisanya.” Makanlah Si Gagu bersama kami. Gue bilang ke dia, “ Cuci tangan dulu, baru makan.”
Sehabis makan gue menyuruh Si Gagu membeli tiga batang rokok dan air es. Dia mengambil uang dari tangan gue, lalu jalan dengan riangnya membeli tiga batang rokok dan air es. Setelah dia datang dan menyerahkan rokok dan air es, gue kasih dia sebatang rokok. Dia menghisapnya dengan santai.
Datanglah satu kawan gue yang baru habis mengamen di Blok M sambil menenteng gitar. Dia meletakkan gitarnya dan mengeluarkan sekaleng Aica Aibon dari kantong bersama uang sembilan ribu untuk membeli nasi lagi. Gue menyuruh kawan gue yang bernama Soni untuk membeli tiga bungkus nasi. Gue menambahkan uang sebesar tiga ribu untuk beli rokok. Soni pergi. Si Gagu tiba-tiba menyambar kaleng kosong untuk minta diisikan lem oleh kawan gue yang bernama Vetrus. Vetrus nggak ngasih. Si Gagu menangis lagi sambil berteriak-teriak.
Gue bilang, “Kasihlah. Berisik!”
Vetrus menjawab, “Bukannya apa-apa, Tak. Dia kalau punya Aibon, pelit banget.
Makanya gue males ngasih dia.”
Gue bilang lagi, “Udahlah, kasih aja, Trus.”
Akhirnya Vetrus memberinya. Si Gagu langsung senang. Tanpa banyak basa basi langsung itu kaleng ditempelkan ke hidungnya. Vetrus kemudian menyuruh Soni mencari kaleng kosong. Soni jalan mencari, dan setelah dapat langsung memberikannya pada Vetrus. Vetrus mengisi kaleng kosong Soni dan kawan-kawan lainnya dengan Aibon.
Vetrus bertanya pada gue, “Lu nggak mau, Tak?”
Gue jawab, “Enggak, ah.”
“Emangnya lu kagak ngaibon?”
“Kagak. Kalau anggur baru gue mau.” Jawab gue.
Lalu seorang kawan gue becerita tentang Si Gagu. Dia bukan cuma rela menukar sendal jepitnya, dia juga rela menukar bajunya dengan secolek Aica Aibon. Bahkan terkadang dia rela memberi tubuhnya untuk dapat sekaleng lem. Pernah ada cerita tentang Si Soni yang sedang asyik ngaibon, lalu tiba-tiba didatangi Si Gagu. Dia minta secolek Lem pada Soni. Soni bilang, “Ntar gue beliin sekaleng, tapi lu ‘main’ dulu sama gue.” Si Gagu dengan bodohnya lalu merelakan tubuhnya demi mendapat sekaleng Aica Aibon. Setelah mendapatkan kenikmatan, Soni membelikan sekaleng Aica Aibon untuk si cewek bertato dengan penampilan seperti lelaki itu.
Di hari lain Si Gagu pergi nyadong (meminta-minta) di sekitar area Diskotik Medika, di Jalan Daan Mogot. Dia meminta-minta uang pada wanita-wanita pekerja diskotik. Setelah mendapatkan uang dia langsung membeli sekaleng lem Aica Aibon. Dengan santai dia menghisapnya sambil tidur-tiduran. Di sore harinya dia membeli sekaleng lagi. Dia akan berjalan sambil sembunyi-sembunyi karena takut dimintai oleh Vetrus, sesama penghisap lem. Suatu ketika Vetrus melihat Si Gagu sedang asyik ngaibon sendirian. Vetrus langsung mengejarnya untuk minta berbagi. Setelah Si Gagu tertangkap, Vetrus berkata, “Lu kalau punya aja, ngumpet-ngumpet! Dasa pelit lu!” Si Gagu kemudian menuangkan sebagian lemnya ke kaleng milik Vetrus. Setelah itu dia ngumpet lagi, nge-lem sambil mengkhayal.
sedih banget ya bacanya…
Pengalaman yang menarik. Terus menulis Dani, tentang kawan-kawan di jalanan yang selama ini tidak pernah diperhatikan oleh banyak orang. Dengan merekam dan menulis tentang pengalaman ini, lo sudah berkuntribusi dengan harapan yang lebih baik buat kawan-kawan di jalanan.
Selamat. Hafiz.
Hamdani Mutiara Tanjung; ini lu kan, Dani Gombloh ?
keren tulisan lu Dan.. gw bacanya berasa ada disana.
semoga temen2 lu yg suka ngelem bisa lu ajak tuk nulis juga. Biar mrka ada ksibukan jd g ngelem lagi…
sukses gombloh ^^
Sedikit tidak meski gak pernah kejakarte’… ana tahu kehidupan jalanan dijakarte’ dgn membaca tulsisan ne… Hebat-Hebat…!!!
keras men hidup di jakarta….!!
Tulisan yang sangat menarik. Mengangkat salah satu cerita yang sebenarnya yang terjadi di kawasan/lokasi ngamen di Blok M.
Semoga dengan tulisan ini, pemerintah kita dapat membuka mata, bahwa masih banyak masyarakay kita yang harus mendapatkan perhatian.
satu kata untuk tulisan ini: MANTAP!
Salam,
Manshur Zikri.
tulisan yang keren hal yang tak pernah di angkat di media mainstream….aku baru tahu kalo aibon juga bisa bikin mabuk aku mau coba ah…..ada efek samping yang fatal gak DHAN…?
menurut guw jarang orang yang mau langsug berkecimpung dengan mereka karna gengsi dan masih mementingkan imezt
untuk mencoba untuk membantu mereka. dan negarapun tapernah tau kalo rakyatnya ada yang sampay mempergunakan lem yang seharusnya untuk mengelem seperti sendal/sepatu itu malah di hisap nya.dan lem aibon itu sangat bahaya sekali yang larinya ke sarap2otak selesay sarap2otak sudah di acak2 baru lari ke mata dan paru-paru.
Kalau saja si Gagu itu tau kalau dia cantik… dan terlalu berharga buat secolek lem 🙁
sumpah keren bed tulisan lo dan..guw suka bed ma cerita na..semoga dengan ini anak jalanan bisa dapet perhatian yang lebih dari pemerintah kita..’nd guw tunggu tulisan2 lo selanjutnya..
good luck iaa . . .
dani…lo tau gak…kalo tmn2 di padangpanjang jadi semangat nulis krn baca tulisan lo…dan tulisan lo jadi refrensi kwn2 utk nulis lg dan lagi…tq ya dan… 🙂
tulisan yang sangat realistis dan cocok di buat naskah
terima kasih yah kawan2 padang panjang……mukin tida hanya kawan2 saja yang semangat untuk menulis karna melihat tulisan gombelo. gombelo punakan ikut semangat juga untuk menulis lagi dan lagi…
bagus bgt dan, baca ceritanya kaya dengerin lu ngomong, gaya lu bgt, heheheh..
sangat senang baca tulisan ini …dpt pengalaman ttg anak yg suka ngelem edukasi bagi orang tua yg sibuk dgn pekerjaaan dan kurang memperhatikan anak2nya
mantab dulll.
Kisah yang cukup membuat bulu saya berdiri. Saya sebelumnya tidak pernah peduli tapi setelah mendapati langsung anak-anak jalan di kota tempat saya tinggal (Makassar) saya baru sadar dan mencoba cari tahu melalui Internet sebenarnya apa yang dilakukan anak2 jalan itu berjalan sambil menenteng kantung plastik yang isinya seperti cairan berwarna kekuningan-kuningan. Mereka asik bermain tapi kantungan berisi lem itu sama sekali tidak dilepaskan mereka. Kehidupan ini keras , kasihan ya
demi aica aibon… ini kan di tahun 2010an, kira2 sekarang mereka masih ga ya? dan kalau boleh tau, daerah tempat mereka mengamen di Blok M itu di sebelah mana ya? *butuh info untuk observasi* thanks.