Padangpanjang, Sumatera Barat

Carito dari Bukik Tui

Bukit Tui adalah bukit kapur yang berjajar di selatan Padangpanjang, letaknya berada antara Rao-Rao hingga Tanah Hitam. Banyak kisah yang terjadi di bukit ini. Mulai dari penduduknya, mitos yang beredar hingga tragedi yang terjadi di bukit ini. Sebagian besar mata pencaharian warga adalah penambang kapur. Di bukit ini terdapat wanita perkasa, disebut demikian karena pekerjaan mereka berbeda dengan wanita pada umumnya. Selain sebagai ibu rumah tangga mereka berkerja sebagai pemecah batu kapur, lalu mengemasnya dalam karung. Sedangkan para lelaki bertugas membakar batu kapur. Mereka memasukkan batu kapur ke tungku pembakar. Selain itu, sebagian besar kaum lelakinya bekerja sebagai kuli angkut batu kapur yang memasukkan karung-karung kapur ke dalam truk.

Bukit Tui dilihat dari arena pacuan kuda
Bukit Tui dilihat dari arena pacuan kuda

Penambang Batu
Penambang Batu

Kegiatan ini sudah berlangsung bertahun-tahun, dahulu pengelolaan batu kapur dilakukan secara tradisional oleh keluarga. Namun kini telah banyak pabrik dengan alat-alat modern yang mendominasi usaha pengolahan kapur di kawasan ini. Penghasilan mereka sedikit beragam, untuk pekerja lelaki setiap harinya mendapatkan upah sebesar Rp.40.000, sedangkan para wanita sebesar Rp.25.000-Rp.30.000. Setiap buruh pengemas kapur dalam sehari harus menyiapkan 60 karung batu kapur siap kirim. Menurut seorang pemilik sekaligus pekerja, batu kapur yang mereka produksi saat ini bukan lagi berasal dari Bukit Tui. Batu kapur tersebut diambil dari Gunung Singgalang, sedangkan batu bara yang digunakan sebagai proses pembakaran diambil dari Sawah Lunto. Proses pembakaran batu disusun dengan cara melapisi batu kapur dengan selapis batu bara. Pembakarannya dilakukan selama seminggu. Mereka bekerja dari jam setengah tujuh pagi sampai jam lima sore yang menghasilkan 10 hingga 12 ton per harinya. Harga Rp.250.000 per ton tidak sebanding dengan dampak kesehatan yang diakibatkan, udara yang bercampur dengan debu kapur dan asap pembakaran dengan bau menyengat, membuat pekerja sesak napas dan menyebabkan gangguan pernafasan lainnya.

Penambang batu sedang beristirahat
Penambang batu sedang beristirahat

Hasil olahan dikirim ke pabrik besi di Medan untuk diolah sebagai pasta gigi, cat tembok dan sebagainya. Truk pengangkut datang setiap hari dengan kapasitas berat maksimal 18 ton. Kedatangannya truk ini tidak menentu, bisa pagi atau malam.

Batu olahan
Karung Batu

Proses pembuatan tungku diawali dengan penimbunan tanah yang dilanjutkan dengan proses pemadatan, lalu pembuatan pondasi. Untuk membuat tungku sedalam 8-10 meter, tidaklah murah. Menurut bapak Datuk Tuo, zaman dahulu pembuatannya memakan biaya sekitar 60 juta rupiah hingga 100 juta lebih.

Pemandangan Padangpanjang di mata penambang batu
Pemandangan Padangpanjang di mata penambang batu

Sekitar bulan November 2008 yang lalu, Polsek Padangpajang melakukan penggusuran tungku pembakaran dan melarang warga untuk melakukan produksi batu kapur di daerah Bukit Tui bagian utara. Menurut warga, penggusuran dilakukan tanpa alasan yang jelas dan tanpa ganti rugi. Penggusuran ini tentu merugikan sekali bagi warga sekitar dan pemilik tungku pembakar, karena menghilangkan mata pencaharian sebagian warga.

Bukit Tui dilihat dari arah pasar
Bukit Tui dilihat dari arah pasar

Tragedi Galodo Bukik Tui

Bukit Tui
Bukit Tui

Di bukit ini pernah terjadi peristiwa Galodo (tanah longsor besar) pada tahun 1987 bertepatan dengan bulan Ramadhan. Menurut cerita yang beredar di masyarakat, dahulu di sepanjang kaki Bukit Tui ini banyak lapau (kedai). Pada hari itu sebagian warga duduk- duduk seperti biasa di kedai sambil bercengkrama untuk menunggu waktu berbuka puasa, namun kali ini mereka sambil ba ampok (berjudi). Saat sedang asiknya berjudi, tiba-tiba mereka dihampiri oleh seorang kakek tua misterius yang tak seorangpun mengenalinya. Kakek tua itu datang untuk memberikan peringatan, lalu kakek itu berkata:

Kakek tua:  “Oi nak…. Ijan lah ba ampok juo, kini ko bulan puaso!”
Bapak
lapau:  “Mang nyo apak sia? a urusan apak managahan kami?”
Kakek tua:  “Ambo kan mangecek elok-elok, baa kok bantuak tu bana?”
Bapak
lapau:  “Ndak ado urusan apak jo kami do. jan ikuik campua juo urusan kami!”
Kakek tua:  “Ambo maingean sajo. Beko jan manyasa kalau indak badangaan kecek  ambo!”
Bapak
lapau:  “Bialah, pai lah apak lai,manggaduah se mah!”
Kakek tua:  “Ndak mandangaan ndak baa juo do, yang penting ambo lah maagiah tau, ambo pai lu yo. Assallam!”

terjemahan:

KT: “nak, jangan berjudi lagi, ini kan bulan puasa!”
BL: “memang bapak siapa? apa urusan bapak mencampuri urusan kami?”
KT: “saya kan bicara baik-baik? kenapa begitu banget sih?”
BL: “bapak nggak ada urusan dengan kami, janganlah ikut campur!”
KT: “saya cuma mengingatkan saja, nantinya jangan menyesal kalau kalian tidak mendengarkan kata-kata saya”
BL: “biarin, pergi sajalah bapak, ngemeng aje!!!!”
KT: “nggak didengerin gak papa juga sih, yang penting saya sudah memberi tahu, saya pergi dulu yaa… assalam!!”

Setelah kakek tua pergi, bapak-bapak itu kembali melanjutkan permainannya. Tak lama kemudian, terjadilah longsor besar dan menelan begitu banyak korban.

Bukit Tui dilihat dari arena pacuan kuda
Bukit Tui dilihat dari arena pacuan kuda

Sedangkan berdasarkan catatan media massa, beberapa bencana besar yang pernah terjadi di Sumatera Barat dengan korban jiwa cukup banyak terjadi karena aksi perusakan hutan dan penebangan liar yang tidak hanya melibatkan para penguasa, tapi juga pemuka masyarakat dan aparat penegak hukum. Para pengusaha dan cukong kayu tinggal mengeruk keuntungan dari keterlibatan mereka yang seharusnya jadi pengawas dan pencegah pencurian kayu.
Kini di Bukit Tui terdapat tugu monumen yang dibangun untuk mengenang peristiwa tersebut.

Monumen Bukit Tui
Monumen Bukit Tui

Pada tugu itu tertulis:

PADA HARI SENIN 4 MEI 1987
TELAH TERJADI BENCANA ALAM
TANAH LONGSOR BUKIT TUI DAN SEI ANDOK
DENGAN JUMLAH KORBAN
MANUSIA 131 ORANG MENINGGAL
9 ORANG HILANG
BANGUNAN 29 BUAH HANCUR
9 BUAH RUSAK BERAT
6 BUAH RUSAK RINGAN

Namun, keadaan monumen tersebut sudah sangat tidak terurus, di sekitarnya tumbuh semak belukar yang lebat. Entahlah, mengapa monumen ini tak terawat, mungkin karena masyarakat ingin melupakan tragedi tersebut. Biasanya keadaan sekitar tugu dibersihkan oleh suami ibu Celok Agustina, pemilik kedai di dekat jalan masuk ke tugu tersebut. Tapi sejak suaminya pergi ke Jakarta untuk bekerja, sudah tak ada lagi orang yang mau mengurusnya, beliau sendiri sehari-harinya sibuk di warung berjualan makanan kecil dan lontong.

Monumen Bukit Tui yang tak terawat
Monumen Bukit Tui yang tak terawat

Bukit Cinta (bercinta diatas bukit)
Ada lagi cerita yang beredar di masyarakat, bahwa di Bukit Tui terdapat bukit cinta. Namun cerita tersebut ternyata hanya isu belaka. Sebelum terjadi peristiwa Galodo masyarakat di sana banyak berbuat maksiat, ada beberapa pondok untuk peristirahatan para penambang batu kapur, di sana mereka melakukan perbuatan mesum dan banyak yang berjudi. Ketika warga melakukan penggerebekan, ada oknum yang tertangkap basah tanpa busana sedang melakukan hubungan intim, ada juga seorang bapak yang ketahuan selingkuh di pondok tersebut.

Bukit Tui dilihat dari arena pacuan kuda
Bukit Tui dilihat dari arena pacuan kuda

Telaga Tui dan Mitos Danau Larangan
Telaga ini terletak di balik Bukit Tui di mana kita bisa melihat daerah Kayu Tanam. Telaga ini berbentuk kerucut yang bisa menampung air. Dulu, telaga ini memiliki banyak air sehingga merembes sampai ke bawah bukit seperti sungai. Airnya sampai saat ini masih ada, tapi hanya saat hujan, karena air pada  telaga yang ada di sini melimpah dan merembes sampai ke Tambangan dan Jaho melalui sela-sela bukit. Tapi apabila air di telaga kering, maka perairan yang ada di daerah sekitar Bukit Tui ikut mengering. Karena itulah telaga ini merupakan pendukung kehidupan warga yang ada disekitarnya. Air yang ada di telaga itu ada hubungannya dengan perairan yang ada di Bukit Tui ini.

Di sekitar telaga tersebut ada perkebunan pakis dan rotan yang dimanfaatkan oleh warga setempat. Untuk menuju tempat ini, kita harus menempuh jalan mendaki selama tiga jam. Telaga ini juga memiliki mitos. Ada yang bilang saat hari hujan dan petir bergema, ada semacam kilat putih yang menjorok ke arah telaga yang berbentuk buraq. Dan setiap selesai hujan ada pelangi disekitar telaga. Orang-orang tidak bisa sembarangan menuju telaga, karena apabila berbuat salah dan menyinggung penghuninya kita tidak bisa kembali pulang (hilang), hal ini yang menerangkan bahwa telaga ini merupakan daerah yang rawan bahaya.

Bukit Tui
Bukit Tui

Pernah ada kejadian orang hilang pada saat sedang mencari kayu. Pencaran sudah dilakukan oleh tim SAR di lokasi orang ini mencari kayu bakar, tetapi orang ini tidak ditemukan. Beberapa hari kemudian, saat warga melewati lokasi itu ditemukanlah kerangka manusia dan perlengkapan mencari kayu bakar. Karena inilah banyak orang yang tidak berani menuju ke telaga itu. Ada juga yang mengatakan bahwa di sekitar telaga ini ada sebuah gua yang lubangnya kecil, namun dalamnya luas, dan gua ini merupakan tempat untuk bertapa. Selain itu, pada bagian barat Bukit Tui terdapat pohon beringin yang tinggi menjulang, di mana salah satu dari akarnya mengeluarkan air jernih. Konon air itu berasal dari telaga, air ini biasanya digunakan untuk pengobatan. Di tempat ini juga diperbolehkan mandi tapi tidak boleh telanjang baik laki-laki maupun perempuan, karena dipercaya akan menyebabkan musibah. Banyak juga masyarakat yang mengambil air ini untuk dibawa pulang karena kegunaannya.

Sibigau, Gembala Pelindung Babi

Ilustrasi Sibigau
Ilustrasi Sibigau

Lain lagi dengan kisah ini, jikalau mendengar namanya akan banyak orang yang penasaran dengan mitos yang beredar di masyarakat ini. Sebagian masyarakat percaya bahwa Sibigau adalah makhluk jadi-jadian yang sengaja “diciptakan” oleh masyarakat untuk menakut-nakuti anak-anak kecil. Khususnya bagi anak perempuan yang malas merapikan rambutnya. Menurut masyarakat setempat, Sibigau bersemayam di wilayah perbukitan. Ia berambut panjang, bertubuh kecil, kakinya bengkok dan tumitnya menghadap ke depan. Banyak yang berkata bahwa Sibigau adalah peternak babi.
Biasanya, para pemburu babi sering mengadakan ritual agar Sibigau mau melepaskan hewan ternaknya. Seorang bapak tua yang sudah lama tinggal di sekitar Bukit Tui mengatakan Sibigau itu tidak ada, itu hanyalah cerita untuk menakuti-nakuti anak kecil.

Selain cerita-cerita di atas, masih banyak lagi kisah yang beredar di masyarakat mengenai situs Bukit Tui ini.

Nama-nama yang tertera pada monumen Bukit Tui
Nama-nama yang tertera pada Monumen Bukit Tui

Cerita: Ipunk, Jelita, Fadly, Dewi, U’ul
Foto: Culil, Fadly, Kikie Pea
Ilustrasi: Japang “Belanak”
Perangkum: Kikie Pea

About the author

Avatar

Komunitas Sarueh

Kelompok ini didirikan oleh mahasiswa Sekolah Tinggi Seni Indonenesia (STSI) Padangpanjang pada 16 Oktober 2008 sebagai tempat proses kreatif dan belajar untuk dapat menjadi bagian penting dalam perkembangan dunia komunikasi (penyiaran dan filem) di Indonesia. SARUEH atau dalam bahasa Indonesia seruas atau satu ruas yang artinya secara filosofis merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mengharapkan ruas yang kecil ini akan bercabang kemana-mana.
Sarueh terdiri dari 15 orang mahasiswa jurusan televisi dan film STSI Padangpanjang. Berawal dari obrolan kecil antar beberapa teman yang merasa tidak nyaman dengan proses perkuliahan dan merasa jauh panggang dari api untuk mendalami disiplin ilmu yang diminati, maka munculah keinginan untuk membuat sebuah kelompok kecil yang bertujuan untuk belajar mandiri (independen) terlepas dari tekanan dan permasalahan di kampus. Sarueh mempunyai moto “Ciek ndak ka jalan, basamo nan ka jadi” (Satu orang saja tidak akan berjalan, bersamalah akan menjadi).

6 Comments

  • bukitTUI sabalun tajadi galodo dah ado orang tua datang maingecekkaan ” jan baampok…..” (jangan berjudi), apalagi dalam bulan ramadhan. tibo2 ndak lamo tajadi longsor nan malompek katampek orang buat maksiat tadi.. siapa orang tuo tadi. tentu wali Allah. atau malaikat penajga bukit tadi. Jadi juga kita dg berita kini tentang “Tsunami membuktikan Abuya sebagai Putra Bani Tamim( satria piningit)kito mesti pelajari kenali siapo Abuya tu. jan sampai awak buruk sangko. di Wali, pemilik zaman ini…mari kito cari baritonyo…minta maaf salah jangganyo

  • menurut ambo carito ttg adonyo urgtuo yg maingekan t 100% hoax alias mitos. cm karangan bia caritonyo lbh seru.

Tinggalkan Balasan ke edo X

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.