Periode bulan keempat ini terhitung sejak tanggal 7 Mei hingga 3 Juni 2012. Hanya delapan lokasi, dari sepuluh lokasi pemantauan, yang berhasil mengumpulkan seluruh pemantauannya, yakni Nangroe Aceh Darusalam (NAD), Ciputat (Tangerang Selatan), Depok (Jawa Barat), DKI Jakarta, Jember (Jawa Timur), Lebak (Banten), Pemenang (Lombok Utara), Surabaya (Jawa Timur). Sedangkan dua kota lainnya, Padangpanjang (Sumatera Barat) dan Yogyakarta, masih dalam proses pengerjaan oleh pemantau di lokasi sehingga data-datanya tidak dicantumkan dalam laporan bulan ini.
Jumlah keseluruhan artikel yang berhasil dipantau dari media-media lokal di masing-masing lokasi pemantauan ialah 2990 artikel. 63,746% diantaranya merupakan isu good governance, 18,294% isu kriminalitas, 8,161% isu lingkungan hidup, 6,488% isu perempuan dan/atau anak, dan 3,311% sisanya termasuk isu hak asasi manusia (HAM). Jika dipadukan dengan jumlah artikel pada laporan-laporan 3 bulan lalu, yakni 11043 artikel berita,[1]lihat Tiga Bulan Memantau, Proporsi Isu Tidak Seimbang, 21 Mei 2012. Diakses dari Tiga Bulan Memantau Proporsi Isu Tidak Seimbang, pada 21 Juni 2012 maka total keseluruhan artikel selama empat bulan terakhir adalah 14033 artikel.
Berdasarkan hasil pemantauan selama satu bulan lalu itu, terlihat bahwa media-media lokal di delapan kota, yang umumnya merupakan perusahaan penerbitan surat kabar harian, belum menjalankan perannya secara optimal, terutama di persoalan terkait kemasan dan pendistribusian. Hal itu terlihat dari laporan-laporan mingguan yang diberikan oleh para pemantau.
Di Aceh Besar, contohnya, proporsi isu yang tidak seimbang masih menjadi masalah utama di lokasi tersebut. Terutama pada surat kabar Prohaba, menurut penuturan Maina Sari dalam salah satu laporannya, “Pelantikan Tunggu Keputusan Mendagri”[2]lihat pada Pelantikan Tunggu Keputusan Mendagri, 30 Mei 2012, kurang menyajikan berita-berita lokal. Melihat perkembangan hasil pemantauan selama empat bulan terakhir, isu kriminalitas dan good governance menjadi isu yang paling dominan di Aceh Besar.
Dapat dilihat pada grafik bulan keempat, isu-isu yang mengisi halaman-halaman media lokal di daerah tersebut, yakni Serambi Indonesia dan Prohaba, isu kriminalitas menjadi isu yang paling dominan meskipun mengalami penurunan grafik, sedangkan isu good governance mengalami peningkatan hingga ke penghujung bulan. Soal yang paling banyak dibahas oleh dua media yang bersangkutan selama periode bulan empat pemantauan ialah tentang pelantikan gubernur terpilih, Zaini Abdullah, yang mengalami kendala terkait dengan sistematika dan koordinasinya dengan pemerintah pusat. Selain itu, kasus-kasus tentang para politisi dan tim sukses yang menjadi korban kejahatan juga mencuat selama satu bulan tersebut (sangat dominan terbahas dalam Serambi Indonesia), seiring dengan banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak (yang banyak dibahas oleh Prohaba). Namun demikian, berdasarkan keterangan pemantau, isu hak asasi manusia (HAM) justru tidak begitu terangkat. Alih-alih, pemberitaan lebih banyak dilihat sebagai kasus yang masuk dalam kategori kriminalitas dan good governance.
Masalah yang begitu parah terjadi di lokasi Tangerang Selatan. Media lokal di lokasi tersebut, Suara Tangsel dan Tangsel Pos, dipantau oleh Renal Rinoza Kasturi. Isu good governance masih begitu mendominasi (lihat grafik), dan umumnya paling banyak dibahas oleh surat kabar Tangsel Pos. Sementara itu, surat kabar Suara Tangsel tidak terbit dalam beberapa waktu.
Tidak terbitnya surat kabar Suara Tangsel ini menjadi hal yang patut diperhatikan, terutama bagi si pemantaunya sendiri. Berdasarkan keterangan yang didapatkan oleh tim akumassa dari Renal, Suara Tangsel juga pernah tidak terbit beberapa waktu, tetapi dengan alasan mempersiapkan kemasan baru. Surat kabar tersebut sempat terbit lagi dengan tampilan yang baru, namun tidak berselang lama, hingga laporan ini dibuat, Suara Tangsel belum menerbitkan surat kabarnya. Berikut kutipan Renal dalam laporan mingguannya:
“Khusus untuk harian Suara Tangsel seperti yang telah saya sebut di awal, pada pekan ini tidak terbit. Saya telah mengkonfirmasi ke pihak harian Suara Tangsel. Katanya untuk sementara tidak terbit karena ada konsolidasi. Hemat saya, ini menjadi kejanggalan dan keanehan tersendiri. Pasalnya, pada paruh pertama bulan April 2012 juga tidak terbit dengan alasan sedang melakukan perombakan dan setelah itu selama sepekan terbit dengan desain dan format baru namun kembali lagi pada awal bulan Mei ini tidak terbit dengan alasan sedang melakukan “konsolidasi”. Saya tidak tidak tahu persis alasan konsolidasi tersebut. Dan pihak harian Suara Tangsel berjanji dalam edisi pekan depan akan terbit.”[3]lihat “Berita Good Governance seputar Pembangunan Jalan, dan Masalah Sistem Perparkiran”, di Berita Good Governance Seputar Pembangunan Jalan dan Masalah Sistem Perparkiran, 14 Mei 2012.
Renal telah mencoba melakukan konfirmasi ke media yang bersangkutan. Jawaban dari media tersebut tidak pasti; Suara Tangsel sendiri belum dapat memastikan kapan akan terbit kembali.[4]lihat di “Akselerasi Pemkot Tangsel: Pencanangan Percepatan di Berbagai Lini”, http://rekammedia.akumassa.org/2012/05/21/akselerasi-pemkot-tangsel-pencanangan-percepatan-di-berbagai-lini/, 21 Mei 2012, dan di “Aneka Berita Good Governance Mewarnai Informasi Surat Kabar di Tangsel”, Aneka Berita Good Governance Mewarnai Informasi Surat Kabar di Tangsel, 4 Juni 2012.
Persoalan terkait dengan terbit dan tidak terbit ini juga terjadi di Depok. Tiga surat kabar di lokasi tersebut, Radar Depok, Monitor Depok dan Jurnal Depok, dipantau oleh Manshur Zikri. Dalam laporannya, Zikri menyoroti Jurnal Depok yang meliburkan diri, meskipun alasan untuk tidak terbit itu juga sering terjadi. Dalam laporan berjudul “Cuti Bersama = Tidak Terbit”, disebutkan bahwa “Koran Jurnal Depok tidak terbit. Dalam terbitan tanggal 16 Mei 2012, koran tersebut memberitahukan bahwa tanggal 17 dan 18 memang tidak akan terbit sehubungan dengan tanggal merah (Hari Raya Besar Umat Kristen dan Katolik, yakni Kenaikan Isa Almasih) dan cuti bersama. Berbeda dengan dua koran lainnya, yang tetap terbit pada tanggal 18 Mei 2012 tersebut.”[5]lihat di Cuti Bersama Tidak Terbit, 13 Juni 2012.
Persoalan lainnya terkait media lokal di Depok, yang dari grafik dapat dilihat bahwa good governance masih terlalu mendominasi dan ‘menenggelamkan’ empat isu lainnya, Zikri menyoroti kelalaian penyajian dari Radar Depok yang sempat menghilangkan salah satu rubrik yang dianggap penting bagi kebutuhan masyarakat lokal di Depok.
“Terkait dengan penyajian berita, sajian Radar Depok dan Jurnal Depok tanggal 26 Mei 2012. Pada tanggal itu, Radar Depok menghilangkan satu rubriknya yang biasa, yaitu rubrik Timur-Barat karena menyajikan data kelulusan hasil UN tingkat SMA. Sedangkan di Jurnal Depok, pada artikel berjudul Siswa Depok Lulus 100% memunculkan informasi yang membingungkan karena dalam artikelnya sendiri dikatakan bahwa siswa Depok tidak lulus 100%, sebagaimana pemberitaan di koran yang lain. Menurut saya, pengumuman hasil kelulusan UN itu penting, tapi bukan berarti Radar Depok harus menghilangkan satu rubriknya yang penting karena rubrik itu memuat informasi tentang wilayah lokal. Dan untuk Jurnal Depok, mungkin lebih hati-hati lagi dalam memilih judul agar tidak membingungkan pembaca. Bagaimana pun kemasan dari sebuah media menjadi kunci utama untuk menegaskan kredibilitasnya sebagai pelayan publik.”[6]lihat di “Kemasan Itu Penting!!!”, Kemasan Itu Penting, 13 Juni 2012.
Lebih jauh, Zikri juga berpendapat bahwa selama satu bulan pada periode bulan keempat itu, tiga media lokal di Depok tersebut belum memenuhi perannya sebagai media yang mencerdaskan masyarakat. Tiga koran tersebut hanya berhenti pada titik memberikan kabar, tanpa ada kesan lain dalam memberikan pemahaman yang lebih komperhensif kepada publik pembaca.[7]lihat di “Jangan Hanya Sekedar Kabar”, Jangan Hanya Sekadar Kabar, 13 Juni 2012
Di Jakarta, perilaku media dalam menyajikan beritanya juga menjadi soal. Lulus Gita, yang memantau Berita Kota dan Warta Kota menyebutkan dalam laporan mingguannya bahwa isu good governance masih menjadi isu yang dominan (hal itu terlihat pada grafik). Hal ini berhubungan dengan euforia Pemilukada di wilayah Ibukota tersebut. Namun demikian, sajian berita yang dihadirkan oleh dua koran lokal di Jakarta diindikasi oleh pemantau sebagai pengagendaan seting tentang pertarungan politik yang tidak seimbang. Sebagaimana disampaikan oleh Lulus dalam laporan mingguan berjudul “Pertarungan Dua Calon”:
“Pertarungan politik untuk memperebutkan kursi nomor satu di DKI Jakarta sepertinya memang hanya terjadi di antara dua kubu yaitu, Fauzi-Nara dan Alex-Nono. Setidaknya itu yang bisa dilihat dari cara surat kabar Berita Kota dalam menginformasikan situasi politik di Jakarta menjelang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) berlangsung. Secara garis besar, pada setiap halaman muka, surat kabar tersebut hanya menampilkan informasi dari kedua pasangan itu. Hal ini sudah terjadi sejak minggu-minggu kemarin. Mungkin pada kenyataannya memang kedua pasangan itu lah yang bertarung dengan sengit berhubung sama-sama banyak mendapat dukungan dari sejumlah partai politik. Namun secara idealnya, masyarakat juga butuh informasi sebanyak-banyaknya dari pasangan yang lain, karena hal ini menyangkut dengan pendidikan demokrasi untuk rakyat dan penentuan nasib Jakarta untuk kedepannya.”[8]lihat di Pertarungan Dua Calon, 21 Mei 2012
Lulus memberikan kritik tajam kepada dua media tersebut yang tidak seimbang memberikan pemberitaan tentang para calon yang akan bertarung di Pemilukada Jakarta. “Sudah seharusnya media lokal Jakarta tidak menganggap hal ini seperti berita selebritis yang hanya memunculkan artis-artis papan atas.”[9]lihat Kacaunya DPR dan Cagub Populer, 30 Mei 2012. Selain itu, kritik dari Lulus juga terlontarkan sehubungan dengan ulah para pewarta yang memberikan informasi berdasarkan keterangan paranormal.
“Kemudian lebih ironis lagi ketika melihat terbitan di hari yang sama pada surat kabar Warta Kota. Media massa itu justru mengemas berita pada headline dengan informasi gaib terkait aktifitas politik di Jakarta. Berita berjudul, Paranormal: Foke-Alex Akan Bersaing Ketat jelas hanya menginformasikan ramalan Suhu Acai, Andi Hakim dan Iwan Tirta tentang calon yang bersaing sengit. Lebih lucunya lagi, berita tersebut menceritakan kejadian-kejadian unik saat pengundian nomor berlangsung yang sebenarnya bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Jelas, hal tersebut bukan bagian penting dalam proses demokrasi dan pembelajaran masyarakat untuk berpartisipasi pada Pemilukada DKI nanti.”[10]lihat “Masyarakat belajar Dari Paranormal” di Masyarakat Belajar dari Paranormal, 14 Mei 2012.
Yang sungguh sangat ironis, narasumber paranormal tidak hanya digunakan pada pemberitaan tentang Pemilukada, tetapi juga sempat terjadi pada kasus jatuhnya pesawat Sukhoi Super Jet 100 tempo lalu. “Meskipun media tersebut telah menerapkan kode etik jurnalistik dalam penulisannya, tapi sejatinya hal ini bukan yang dibutuhkan masyarakat. Menurut saya, justru dengan cara pemberitaan yang seperti ini, media massa tersebut telah mengkhianati dunia pendidikan yang sebenarnya menjadi landasan dasar dalam aktivitas bermedia.” Demikian terang lulus dalam laporannya.
Lain pula kasus yang terjadi di Kota Jember, lokasi bagi Muhammad Qomarudin dalam memantau Radar Jember dan jemberpost.com. Jika kita lihat pada grafik, isu good governance lebih banyak diangkat dibanding dengan isu yang lain, namun mengalami penurunan di minggu keempat pada periode bulan keempat lalu, sedangkan isu kejahatan mengalami peningkatan.
Mungkin, masalah dominasi isu good governance merupakan hal yang biasa karena demikian halnya juga terjadi di lokasi pemantauan yang lain. Namun, berhubungan dengan isu itu, Qomar menyoroti kelalaian dari Radar Jember dalam menggunakan istilah-istilah lembaga pemerintahan setempat. Dalam laporannya, Qomar mengatakan:
“Radar Jember sering tidak konsisten menggunakan singkatan untuk sebuah lembaga. Penulisan Dispenduk dan Dispendukcapil misalnya. Salah satu judul berita menuliskan Dispenduk, sedangkan dalam isi berita selalu menggunakan Dispendukcapil. Bukannya Dispenduk sudah sah diubah menjadi Dispendukcapil? Coba kita sama-sama cek kebenarannya.” [11]Sumber dari arsip laporan mingguan Jember, Nomor 13/JEMBER/13-05-2012, “Antara Dispenduk dan Dispendukcapil”, belum sempat diterbitkan.
Selain itu, khusus bagi media online jemberpost.com, selama satu bulan lalu tersebut masih belum menjalankan perannya sebagai media yang melayani masyarakat pembaca berita, terutama masyarakat lokal Jember. Dalam laporan mingguan yang berjudul “Antara Dispenduk dan Dispendukcapil” itu, Qomar menjelaskan bahwa ada empat berita yang berhasil diunggah oleh jemberpost.com: “Semua berita diunggah pada hari rabu (8/5). Pertanyaannya, apakah hari kerja di jemberpost.com hanya hari rabu?” Pada laporan-laporan selanjutnya, Qomar memberitahukan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan pada kinerja jemberpost.com dalam menyajikan berita.
Isu good governance juga masih mendominasi di Lebak, di mana Firmansyah memantau Kabar Banten dan Banten Raya. Isu-isu yang lain tidak memperlihatkan gerak grafik yang begitu berarti (tidak meningkat, tidak pula menurun).
Firmansyah melaporkan bahwa pada minggu kedua dalam bulan keempat, ditemukan artikel berita, yang menurut pemantau sendiri, mengandung unsur opini di dalamnya. Artikel berita tersebut terkait dengan soal bakal calon kepala desa di Desa Sawarna yang dicekal, yang diberi judul oleh pewarta Kabar Banten “Balondes Keluarga Demokrat Dicekal”. Dalam laporannya yang berjudul “Pembahasan UU Pemilukada dan Menyoal Balondes di Desa Sawarna”, Firmansyah menjelaskan sebagai berikut:
“Nampak ada yang timpang dalam isi artikel tersebut, dalam judul tertulis “Balondes Keluarga Demokrat Dicekal”. Setelah pemantau membaca secara menyeluruh isi dari artikel tersebut, tidak ditemukan satu kutipan pun yang menyebutkan bahwa pencekalan yang dilakukan oleh panitia pilkades Desa Sawarna terhadap Ade Teja, dikarenakan yang tercekal mempunyai suatu hubungan atau kerabat dengan partai politik (parpol) yakni Partai Demokrat, melainkan karena Ade Teja memiliki KTP Ganda. Terlebih dengan adanya kutipan yang membandingkan Ade Teja dengan dua bakal calon kepala desa dari keluarga Golkar, yang dinyatakan lolos persyaratan oleh pihak panitia tanpa harus menemui kendala alias ‘mulus-mulus’ saja. Dengan alih-alih memaparkan fakta, pemantau melihat dengan jelas adanya suatu opini wartawan yang diselipkan yang sifatnya menuju ke arah provokasi yang berpotensi dapat menimbulkan perseteruan antara pihak-pihak terkait. Terlebih dengan pemilihan judul. Dalam kasus ini seharusnya wartawan tidak usah beropini atau berpendapat, karena memang tugas utama seorang wartawan itu adalah melaporkan sebuah fakta bukan menulis opini.”[12]lihat di Pembahasan UU Pemilukada dan Menyoal Balondes di Desa Sawarna, 22 Mei 2012.
Selain itu, Firmansyah, pada laporan minggu ketiga di bulan empat, juga sedikit menyayangkan pemberitaan yang berlebihan oleh Kabar Banten terkait dengan aksi penolakan konser Lady Gaga di Indonesia. “Dalam hal ini, sadar tidak sadar pemantau justru melihat malah seperti terkesan wartawan media-lah yang paling menolak keras dan berjuang menggiring publik dengan sejumlah pemberitaan-pemberitaan seputar penolakan konser Lady Gaga,” ujarnya dalam “Rekening Gendut dan Penolakan Lady Gaga”.[13]lihat di Rekening Gendut Jayabaya dan Penolakan Lady Gaga, 29 Mei 2012.
Empat laporan pada empat minggu selama bulan keempat dari Pemenang, Lombok Utara, yang dilakukan oleh Lalu Maldi terhadap Radar Lombok dan Lombok Post, memperlihatkan bahwa masalah perilaku media tidak sebegitu parahnya sebagaimana di kota pemantauan lain. Pada grafik, sama seperti bulan-bulan sebelumnya, good governance masih menjadi wacana isu yang paling dominan terbahas oleh dua media lokal di Lombok Utara tersebut. Dan sehubungan dengan kasus TKI yang mati di Malaysia, isu HAM mencuat di halaman-halaman koran tersebut. Hal ini, bagi Lalu Maldi, justru menjadi wajar mengingat bahwa TKI tersebut juga ada yang berasal dari daerah Lombok. Namun, laporan dari Maldi juga mengindikasikan bahwa isu perempuan dan/atau anak serta isu lingkungan hidup justru menjadi sangat sedikit.
Kota terakhir, Surabaya, seperti terlihat pada grafik, good governance juga menjadi isu yang dominan. Keberlebihan isu good governance di kota ini sepuluh kali lipat dibandingkan dengan isu-isu lainnya. Namun begitu, sebagaimana program pemantauan ini digagas, Juventius Sandy, yang memantau Radar Surabaya dan Surabaya Post, menaruh perhatian pada bagaimana dua koran tersebut menyajikan beritanya. Hal itu terlihat pada laporan minggu pertama bulan keempat, Juventius melakukan penjabaran secara detail tentang pemberitaan yang simpang siur, terkait dengan soal pemerasan yang dilakukan oleh oknum penegak hukum terhadap dua mahasiswa yang ketahuan melakukan tindakan mesum. Berusaha menghindari pendapat yang terlalu subjektif, Juventius menjabarkan runutan artikel-artikel yang disajikan oleh koran lokal tersebut, dan mengarahkan pembaca akumassa untuk menginterpretasikan sendiri tindakan dari pelaku medianya.[14]lihat “Pemberitaan Yang Membingungkan” di Pemberitaan yang Membingungkan, 16 Mei 2012.
Selain itu, Juventius juga sempat memberikan laporan terkait dengan kasus kekerasan terhadap wartawan yang terjadi di Surabaya. Dan Juventius memberitahukan bahwa hingga laporannya yang berjudul “Usut Tuntas Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan” dimuat di akumassa.org, kasus tersebut masih dalam proses pengusutan pihak berwajib. Namun, pada laporan-laporan setelahnya, tidak diketahui apakah ada pemberitaan lebih jauh dari para pelaku media di Surabaya.[15]lihat Usut Tuntas Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan, 28 Mei 2012.
Melihat hasil laporan-laporan dari para pemantau di periode bulan keempat ini, dan membandingkan dengan laporan-laporan bulan satu hingga tiga, dapat dilihat bahwa permasalahan yang terjadi di lingkungan aktivitas bermedia tingkat lokal merupakan masalah yang serius. Mulai dari proporsi isu yang tidak seimbang, kealpaan dalam mengangkat wacana lokal, hingga persoalan kemasannya. Dan dapat dilihat pula bahwa hingga bulan keempat ini, para pemantau mulai dapat memperhatikan bagaimana keterkaitan sebuah isu dengan konteks lokal di daerah mereka masing-masing sehingga kritikan dan masukan yang diberikan dapat lebih objektif demi mencapai suatu keadaan lingkungan bermedia yang sehat dan bertanggung jawab.
Footnote
1. | ⇑ | lihat Tiga Bulan Memantau, Proporsi Isu Tidak Seimbang, 21 Mei 2012. Diakses dari Tiga Bulan Memantau Proporsi Isu Tidak Seimbang, pada 21 Juni 2012 |
2. | ⇑ | lihat pada Pelantikan Tunggu Keputusan Mendagri, 30 Mei 2012 |
3. | ⇑ | lihat “Berita Good Governance seputar Pembangunan Jalan, dan Masalah Sistem Perparkiran”, di Berita Good Governance Seputar Pembangunan Jalan dan Masalah Sistem Perparkiran, 14 Mei 2012. |
4. | ⇑ | lihat di “Akselerasi Pemkot Tangsel: Pencanangan Percepatan di Berbagai Lini”, http://rekammedia.akumassa.org/2012/05/21/akselerasi-pemkot-tangsel-pencanangan-percepatan-di-berbagai-lini/, 21 Mei 2012, dan di “Aneka Berita Good Governance Mewarnai Informasi Surat Kabar di Tangsel”, Aneka Berita Good Governance Mewarnai Informasi Surat Kabar di Tangsel, 4 Juni 2012. |
5. | ⇑ | lihat di Cuti Bersama Tidak Terbit, 13 Juni 2012. |
6. | ⇑ | lihat di “Kemasan Itu Penting!!!”, Kemasan Itu Penting, 13 Juni 2012. |
7. | ⇑ | lihat di “Jangan Hanya Sekedar Kabar”, Jangan Hanya Sekadar Kabar, 13 Juni 2012 |
8. | ⇑ | lihat di Pertarungan Dua Calon, 21 Mei 2012 |
9. | ⇑ | lihat Kacaunya DPR dan Cagub Populer, 30 Mei 2012. |
10. | ⇑ | lihat “Masyarakat belajar Dari Paranormal” di Masyarakat Belajar dari Paranormal, 14 Mei 2012. |
11. | ⇑ | Sumber dari arsip laporan mingguan Jember, Nomor 13/JEMBER/13-05-2012, “Antara Dispenduk dan Dispendukcapil”, belum sempat diterbitkan |
12. | ⇑ | lihat di Pembahasan UU Pemilukada dan Menyoal Balondes di Desa Sawarna, 22 Mei 2012. |
13. | ⇑ | lihat di Rekening Gendut Jayabaya dan Penolakan Lady Gaga, 29 Mei 2012. |
14. | ⇑ | lihat “Pemberitaan Yang Membingungkan” di Pemberitaan yang Membingungkan, 16 Mei 2012. |
15. | ⇑ | lihat Usut Tuntas Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan, 28 Mei 2012. |
Wah ulasan yang lugas, tajam, dan detail. Sependapat dengan anda, berita yang diterbitkan tentunya harus berimbang dan menyentuh aspek aspek sosial yang dibutuhkan masyarakat, bukan sebaliknya bertentangan dengan fakta yang ada seperti majalah gosip yang menerbitkan berita artis papan atas.