“Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…! Pemberitahuan kepada warga RT 001, bahwa malam ini akan dilaksanakan acara pemutaran film oleh mahasiswa jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah. Kepada warga diharapkan berkumpul di mushola Al-Mizan. Terima kasih. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…”
Begitulah bunyi yang keluar dari pengeras suara Mushola Al-Mizan, di lingkungan Komunitas Djuanda berkumpul. Ketika itu waktu menunjukan pukul delapan malam, teman-teman dari Komunitas Djuanda kemudian segera menyiapkan peralatan pemutaran bioskop kita. Mulai dari proyektor, DVD Player, sampai soundsystem. Halaman mushola pun dijadikan tempat aksi memutar film pada malam itu.
Mulai dari anak-anak, pemuda, sampai orang tua berdatangan ke lokasi acara Bioskop Kita. Tampak banyak anak-anak berlarian di sekitar halaman mushola. Warga yang tak sempat mendengar pengumuman melalui pengeras suara tadi, menjadi bertanya-tanya sebenarnya ada acara apa?
Tak disangka tak diduga, dukungan pemuda setempat sangat membantu kami dalam menyiapkan acara ini. Layaknya profesional, seorang pemuda yang biasa dipanggil Jarwo berinisiatif meminjamkan layar yang biasa ia pakai untuk pemutaran layar tancep. Dengan seksama, ia membentangkan layar berukuran kira-kira 5×3 meter dengan bantuan warga dan teman-teman yang lain. Ternyata ia memang sering bekerja sebagai penyedia jasa layar tancep. Menurutnya, sekarang layar tancep jarang sekali yang memutar film roll (pita), kebanyakan sekarang memakai proyektor digital itu pun memakai DVD Player. Ketika asyik berbincang, penulis bertanya tentang tarif penyewaan jasa layar tancep, ia menjawab “yah… lima ratus ribu semalam.”
Setelah layar dan proyektor siap, akhirnya mulai lah acara Bioskop Kita, dengan tambahan sound system yang didatangkan pula dari warga sekitar, semakin mantaplah acara malam itu. Gambar layaknya bioskop dengan suara menggelegar. Film yang diputar berjudul Pather Panchali karya Satyajit Ray. Film berasal dari India ini diproduksi pada tahun 1955. Tanpa berpikir panjang karena malam yang sudah semakin larut, warga pun mulai memadati lapangan bulutangkis yang menjadi halaman dari Mushola Al-Mizan. Dengan khidmat warga menonton Bioskop Kita layaknya menonton layar tancep sampai dengan selesai.
Jam menunjukkan pukul 11.05 film Pather Panchali pun selesai, kemudian acara dilanjutkan dengan ramah tamah dari Komunitas Djuanda yang diwakili oleh Direktur Ray Sangga Kusuma, berisi perkenalan dari Komunitas Djuanda yang bertempat di Ciputat, Tangerang Selatan, tepatnya di Mandor Baret dan perwakilan dari warga Mandor Baret yang diwakili oleh yang diwakili oleh Ustad Agus.
Selesai acara ramah tamah acara pun dilanjutkan dengan pemutaran film kedua yaitu film legendaris dari Kampung Betawi, Si Pitung Banteng dari Betawi. Banyak canda tawa ketika film diputar karena logat berbicara Si Pitung dan lawannya dari Kompeni Belanda yang sangat khas “mati kipe lu”, “ampun tuan”, “over dommeh!” Yah mungkin itulah sekilas percakapan dari film Si Pitung Banteng dari Betawi yang menjadi gelegak canda dan tawa dalam acara menonton Bioskop Kita.
Malam pun semakin larut, jam menunjukkan pukul setengah dua pagi, film pun selesai diputar, warga pun berhamburan pulang menuju rumah masing-masing untuk menuju “pulau impian”. Tentunya tidak lupa dari teman-teman Komunitas Djuanda untuk membereskan tempat dan peralatan yang sudah sediakan dan dibantu oleh warga.
Kami pulang dengan senyum kepuasaan tanda bahwa acara Bioskop Kita mendapat apresiasi dari masyarakat dan jikalau tidak ada halangan, acara Bioskop Kita ini akan diadakan sebulan sekali untuk lebih mendekatkan dan memperkenalkan diri Komunitas Djuanda kepada masyarakat sekitar. Terima kasih banyak untuk warga Mandor Baret atas apresiasinya. Semoga keakraban kita akan berjalan terus seiring dengan berkembangnya Komunitas Djuanda.
Gila. Pather Pancali di Mandor Baret. Siapa yang pernah membayangkan karya besar Satyajit Ray itu hadir ditengah-tengah masyarakat yang selama ini hanya tahu sinetron. Ayo Komunitas Djuanda! Berikan tontonan Alternatif kepada masyarakat. Kita bisa sama-sama belajar dengan masyarakat.
salam
Hafiz
para ibu-ibu yang nonton di samping saya selalu berkomentar tentang film tersebut, dari awal sampai film berakhir. kira2 hampir sama dengan kehidupannya di kampungnya, ada pengalaman yang sama.
Satyajit Ray tahun 1955, dengan Mandor Baret 2009.
maju terus komunitas Djuanda..
Thx Bang… Tanpa Bantuan semua pihak acara ga bakal terlaksana dengan baik… Selanjutnya PR masih banyak,mohon bantuan dari temen2 dari padang,cirebon,lebak,blora,dan lenteng agung…
terima kasih
nice job braderr..
hidup mador baret!!
ini baru bioskop, lokasinya aja extrim, untung ada ustad agus yang cihuy!!! asal besok2 jangan nonton Bunuel di dalem mesjid aje ye!??
maju terus…tmen2 ku komunitas djuanda….!!!
keren..mantaf
Kalau hal seperti ini diteruskan dan diintensifkan,, masyarakat bisa jadi pintar dan mengubah selera tontonan!
MANTAP!!!
lanjut,Gan!
maju terus komunitas djuanda, berikan yang terbaik untuk masyarakat,ini baru acara yang keren coz lokasinya di depan mushola. keren abis, thanks bgt buat semuanya..
weks.. keren bener!
kasih tau dong kalo muter film lagi… pengen ngerasain nonton layar tancep.. 🙂
hehehehe
wew..
klo kaga salah di ciputat skarang emang dah kaga ada lagi yang namanya gedong bioskop..palingan cuman tinggal di niagara doang noh gedong bioskop, ntu jga dah kaga dipake buat muter pelem..klo dlu mah lmayan ada bnyak gedong biskop di ciputat ntu jga fasilitasnya jauh dibawah gedong bioskop yg skrang, kaya gedong bioskop 21 yg adanya cuman di mall-mall ma plaza-plaza..
klo dlu cuman 2000 perak kite bsa nonton digedong bioskop…
salam aye pria masa kini dngan cita rasa klasik..
hehehehhehe..