Padangpanjang, Sumatera Barat

Bioskop Karia di Padangpanjang

Bioskop Karia yang dahulu bernama Cinema Padangpajang, kini adalah satu-satunya bioskop yang masih ada di Padangpanjang. Bangunannya bergaya artdeco, yaitu gaya hias yang lahir setelah Perang Dunia I dan berakhir sebelum Perang Dunia II. Ya, gedung ini memang berdiri pada tahun 1931, dua tahun sebelum Adolf Hitler dengan Nazi-nya berkuasa di Jerman. Bangunan awalnya terbuat dari papan kayu dan dipugar pada 9 oktober 1974, dengan luas 10 x 6 meter, bioskop ini mampu menampung 700 orang.

Bioskop karia
Bioskop karia

keramaian di depan bioskop
Keramaian di depan bioskop

Wariko Angriawan, seorang pengusaha yang tinggal di Kota Padang membuat bioskop ini masih aktif sampai sekarang. Bioskop ini dibangun oleh kakeknya, yang merupakan salah satu pemilik tambang batu kapur di Bukit Tui. Bioskop Karia terletak di persimpangan jalan yang melintas antara Bukittinggi-Padang, walau letaknya berdekatan dengan pasar dan membuat jalanan di depan bioskop selalu ramai oleh lalu-lalang masyarakat sekitar, namun tidak membuat aktifitasnya selalu ramai oleh pengunjung.

Bioskop Djaja
Bioskop Djaja

Selain Bioskop Karia, dahulu juga ada Bioskop Djaja yang letaknya saling berdekatan. Bioskop Djaja dibangun pada 1962 dan gulung tikar pada tahun 1986. Sebagian bangunannya telah menjadi puing-puing dan kini berada di bawah kepemilikan BPD (Bank Pembangunan Daerah). Seperti yang terjadi di kota-kota lainnya, runtuhnya industri bioskop umumnya terjadi karena berbagai faktor, seperti popularitas VCD/ DVD bajakan yang menembus pasaran masyarakat dari mal besar di perkotaan hingga pasar malam di desa-desa, dan tentu jangkauan siaran televisi swasta yang meluas, terlebih program acara seperti Layar Emas RCTI, Bioskop Trans TV dan sebagainya. Jaringan Cineplex21 (Twenty One) yang berkonsentrasi di kota-kota besar juga mendukung hancurnya bioskop di wilayah kabupaten.

Sekarang Bioskop Karia lebih terkenal dengan kedai baksonya yang berada persis di sampingnya. Kedai ini adalah milik Pak Amin, perantau asal Jawa Tengah yang sudah lama tinggal di Padangpanjang. Sedangkan di depan Bioskop Karia juga terdapat kedai bakso Pak Sugeng yang masih punya ikatan saudara dengan Pak Amin. Selain menjual bakso, Pak Sugeng merupakan salah satu dari tiga orang karyawan yang masih mengabdikan dirinya di bioskop ini, semasa jayanya Bioskop Karia mempekerjakan 15 orang karyawan.

Kedai bakso Pak Sugeng
Kedai bakso Pak Sugeng

Bioskop Karia sekarang hanya memutar film seminggu sekali dan dikunjungi oleh beberapa orang penonton saja. Bahkan ramainya pengunjung yang datang ke kedai-kedai bakso, tidak membawa pengaruh. Bioskop masih senantiasa sepi dengan hanya beberapa penonton setia di setiap jumatnya.

dsc_1030

dsc_10221

Beberapa pekan lalu, kami beramai-ramai menyempatkan diri datang ke Bioskop Karia. dengan membayar tiket masuk seharga Rp.7.500, kami bersama kurang lebih tujuh orang lainnya menonton film di bioskop ini. Kebetulan film yang diputar adalah film Mandarin yang berjudul “Play Girl”, film ini bercerita tentang perseteruan antar geng sekolah yang dipenuhi dengan adegan penggunaan narkotika secara bebas dan dibumbui sedikit esek-esek yang membuat dengkul lemas. Banyak sekali adegan kekerasan seperti perkelahian para wanita yang saling memukul, menjambak hingga berdarah-darah, sedangkan yang membuat kaki lemas hingga sulit berjalan adalah adegan terakhirnya di mana sang penjahat dipotong lehernya dengan menggunakan gunting rumput.

Kursi tempat menonton
Kursi tempat menonton

adegan dalam film "Play Girl"
Adegan dalam film “Play Girl”

Memang film-film seperti inilah yang mewarnai satu-satunya gedung bioskop di Padangpanjang. Yang jelas antusias atau tidaknya masyarakat Padangpanjang dengan bioskop sebagai tempat hiburan dan layak atau tidaknya film yang dikonsumsi oleh publik tidak membuat pemilik Bioskop Karia ini behenti memutar pita seluloid dan memproyeksikannya ke layar putih.


About the author

Avatar

Puji Nuraini

Perempuan asal Klaten, lahir pada 15 februari 1989, mahasiswi jurusan televisi angkatan 2008 di STSI ini mempunyai hobi jalan-jalan, ia biasa dipangil Ipunk dan paling benci dengan ular. Ia merupakan bungsu dari tiga bersaudara. kini merantau ke Padangpanjang karena hobi dan keinginannya untuk merasakan kuliah di luar pulau Jawa. Diantara yang ada di Sarueh, Ipunk paling bisa bikin ramai karena logat Jawanya yang lucu.

5 Comments

  • sebelum memutar film, bioskop ini selalu memutar lagu-lagu Panbers kesukaan saya dengan menggunakan speaker yang lebih mirip dengan toa yang biasa digunakan untuk mengumandangkan adzan!!!

    R.A.P

  • Ipunk, bagus banget tulisannya… Sebuah reportase yang baik. Alangkah indahnya tulisan ini jika diselengi dengan wawancara dengan pemilik bioskop atau komentar beberapa penonton. Salam sukses ya. Sekali lagi tulisannya bagus. Salam …

  • di bioskop iko dulu antaro th 74 – 91 awak acok nonton film samo jo keluarga & kawan2. Mudah2an msh ado sampai sekarang sbg saksi sejarah kota Padang panjang

  • Bioskop jaya tidak di bangun tahun 1962, tahun 1961
    saya sdh langganan menonton di bioskop itu

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.