Jurnal Kecamatan: Rangkasbitung Kota/Kabupaten: Lebak Provinsi: Banten

Bayangan di Rumah Rangkasbitung

Avatar
Written by Bima Mulia
Tiga bulan yang lalu, kudapati buku pemberian kawan diskusi dari Jakarta, tetapi aku tidak banyak mengerti isinya. Aku hanya suka gambar. Kadang tidak terpikir bagaimana caranya bisa membuat gambar bagus. Dibacalah buku pelan-pelan. Kalimat-kalimat di buku harus dibaca berulang kali. Kadang membuatku lelah. Kadang membuat tertawa karena bahasanya, maksudnya ternyata sederhana. Saran kawan Saidjah Forum, jika sulit mengerti bahasa, bawalah kamus Bahasa Indonesia ketika membaca. Kata mereka, “Bukunya sudah dan jarang dijual, Bim… buku itu penting sekali.” Bahasa Indonesianya aneh. Hampir tidak ada bahasa asing. Aku diberi tugas untuk mendongeng setelah bukunya selesai dibaca. Tapi bagaimana bisa mendongeng, paham saja tidak.

Butuh satu bulan, buku selesai terbaca. Seminggu baru bisa dibaca dengan cepat dan mulai paham maksudnya. Malam itu, pada tanggal 14 Januari, lampu listrik di Kampung Jeruk mati. Kakek yang biasanya sibuk mondar-mandir di sekitar rumah, membereskan gudangnya, melakukan apa saja yang ia suka, sekarang hanya bisa duduk di kursi saja menunggu lampu menyala.

Malam itu Lebak diselimuti awan. Awan bisa mengubah bumi terang menjadi gelap. Menurut guru Ilmu Pengetahuan Alam  di sekolah, ada banyak jenis awan. Awan malam itu banyak menjatuhkan air. Awan akan menjatuhkan air ke bumi, entah mungkin ini karena sifatnya. Menurut berita di televisi, beberapa tahun terakhir sudah terjadi pemanasan global yang mengerikan. Tetapi kenapa hujan malam itu diikuti angin kencang? Aku tanyalah ke Kakek. Dia bilang, “Belakangan hujan tidak membawa berkah, yang pasti akan baik bagi para pemancing pagi nanti. Memancing di sungai Ciujung setelah hujan akan banyak mendapat ikan, loh, Bim!”

“Kalau Kali Mati, banyak ikannya tidak, Kek?” Kakek menjawab sambil mengenakan pecinya, “Kali Mati mana ada ikannya, Bim. Namanya juga Kali Mati. Tuh lihat! Air Kali Mati sudah naik ke dapur.” [Jari tangan Kakek menunjuk ke tempat gelap di dapur]. Listrik dipadamkan oleh pemerintah karena takut membahayakan. Akibatnya Jalan Kitarung gelap. Cahaya bulan menggantikan listrik. Sinar bohlam lampu kendaraan selintas ikut menyinari aku dan kakek di tengah rumah. Dari mati lampu itulah aku mendapat keasyikan untuk melihat bayangan-bayangan yang unik dan aneh dari cahaya. Sambil mendengarkan cerita kakek tentang banjir yang terakhir terjadi di Kampung Jeruk.

Banjir parah, meluapkan Kali Mati setinggi satu jengkal di bawah permukaan dapur. Meluapnya sungai Ciujung sampai rumah Teh Isah, penjual pecel di pintu kereta. Atap rumahnya tidak terlihat. Kejadian itu terjadi ketika tahun 2002. Apa yang bisa aku lakukan, memotret banjir saat gelap, tidak bisa. Kenapa banjir harus dipotret? Pertanyaan itu datang entah darimana. Teringatlah buku bacaan ‘Cahaya dan Penglihatan‘. Maka, hanya gambar inilah yang bisa aku dapat saat banjir besar tiba. Ambilan gambar menggunakan handphone blackberry. Ambilan menyerah pada cahaya seperti dalam isi buku yang sudah kubaca.

Keterangan Buku:

Pustaka Ilmu Life; CAHAYA DAN PENGLIHATAN, Oleh: Condrad G. Mueller, Mae Rudolph dan para editor Pustaka Time Life. Editor-Editor Penasihat; Rene Dubos, Henry Margenau C.P.Snow. Edisi kedua; Tirta Pustaka Jakarta. Tentang buku ini: Penglihatan dan cahaya yang memungkinkan penglihatan adalah dua di antara hal-ihwal yang paling mengagumkan sepanjang sejarah ilmu. Lama sebelum tarikh Masehi, orang yang telah mengetahui cukup banyak tentang anatomi mata manusia untuk melakukan operasi katarak dengan alat-alat yang kasar dan Hero dari Alexandria (Iskandariah) telah menemukan salah satu hukum fisika yang menguasai cahaya.

Selain masa-masa tertentu dalam tahun-tahun berikutnya tidak ada atau sempit sekali kemajuan dalam penelaah tentang cahaya dan penglihatan. Pada beberapa jaman lain, ada kemajuan-kemajuan yang dramatis. Misalnya, seorang ahli biologi Jerman mempelajari rahasia dasar dari sistem visual dengan cara menyelisik mata seekor kodok. Seorang ilmuwan Inggris, Sir Isaac Newton, menemukan komposisi cahaya dengan jalan memisahkannya dengan sebuah prisma dan menyatukan kembali dengan prisma yang lain. Buku ini mengisahkan apa yang telah dipelajari oleh ilmu selama berabad-abad tentang cahaya dan penglihatan. Memberikan penemuan penting dan menunjukan daerah-daerah yang harus digali. Setiap bab dilengkapi dengan esai bergambar yang dapat dibaca secara terpisah. Gambar sampul: Bagaikan sebuah kamera, mata biru pemudi cantik ini mencatat dunia cahaya dan warna di sekitarnya. Pada sampul belakang: Lensa cembung membiaskan cahaya dan menciptakan santiran.

About the author

Avatar

Bima Mulia

Pria muda asli Lebak, Banten ini lahir tahun 1995, sekarang masih mengenyam pendidikan di SMAN 1 Rangkasbitung. Selain sekolah, ia juga aktif di komunitas Saidjah Forum yang merupakan komunitas dampingan akumassa Lebak, Banten. Beberapa artikelnya sudah termuat di akumassa.org.

2 Comments

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.