Aku berasal dan dilahirkan dari sebuah desa yang banyak pepohonan jati dengan kualitas terbaik di dunia. Di tempatku tinggal tidak pernah terjadi banjir. Aku tinggal di Randublatung, Blora, Jawa Tengah. Di daerah Blora bagian Timur, yaitu di Kecamatan Cepu dan Kradenan (Menden) jika musim hujan tiba sering terkena banjir dari aliran Sungai Bengawan Solo.
Blora selain penghasil pohon jati terbaik, juga merupakan daerah tambang Migas (Minyak Bumi dan Gas). Letak Blora berada di kawasan yang strategis dan wilayahnya terdiri atas dataran rendah dan perbukitan dengan ketinggian 20-280 meter di atas permukaan laut. Bagian utara merupakan kawasan perbukitan dari rangkaian Pegunungan Kapur Utara. Bagian selatan juga berupa perbukitan kapur yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng yang membentang dari timur Semarang hingga Lamongan (Jawa Timur). Ibukota kabupaten Blora sendiri terletak di cekungan Pegunungan Kapur Utara.
Dahulu kotaku yang tumbuh pepohonan jatinya sangat sejuk ketika pagi hari. Namun sekarang sudah berbeda. Kini sejak hutan di daerahku habis, gerakan reboisasi sudah mulai dijalankan dan banyak para penjaga hutan yang berjaga di sekitar hutan. Ketika siang datang, suhu udara panas sekali. Jika dibandingkan dengan Jakarta, lebih panas daerahku. Bahkan kini bencana-bencana seperti tanah longsor, angin puting beliung sebelum hujan mulai berdatangan. Selain itu di Blora bagian timur, tepatnya di Kecamatan Cepu dan Kradenan terkena bencana banjir.
Dulu aku sering mendengar bahwa Blora itu subur dan kaya dengan hasil pertaniannya. Sekarang di daerahku banyak petani yang sering mengeluh. Mereka menantikan hujan untuk pengairan, namun hujan yang dinanti-nanti tak kunjung datang meski di musimnya. Ketika musim kemarau tiba, kekeringan terjadi dimana-mana hingga masyarakat kesulitan mencari air bersih. Mungkin semua ini disebabkan oleh perubahan iklim (Global Warming) yang sangat ekstrim. Semua ini menyebabkan sering terjadinya gagal panen.
Aku ingin menambah pengalaman. Aku takut sekali dengan banjir, padahal semasa kecil aku sering mandi di sungai bersama teman-temanku. Tapi kenapa aku takut dengan banjir seperti yang sering terjadi di Jakarta.
Aku sering mendengar berita bahwa setiap musim penghujan seperti saat ini, sering terjadi banjir di Jakarta. Ketika aku main ke Forum Lenteng di Jakarta, ternyata keadaanya tidak seperti yang aku bayangkan selama ini. Di kawasan sekitar Lenteng Agung tidak terjadi banjir karena di sana merupakan daerah resapan air. Kawasannya lebih hijau dan terletak di paling ujung Jakarta Selatan. Maka dari itu aku tidak takut main ke Lenteng Agung karena di sana tidak terkena banjir.
Ternyata anggapanku salah, karena di Lenteng Agung juga ada daerah yang terkena banjir, yakni di belakang kampus IISIP (Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik). Rumah salah satu temanku di sana terkena banjir dari aliran sungai yang berada di belakang rumahnya. Pada saat aku main kerumah dia di malam hari, aku melewati gang kecil. Ketika perjalanan kesana, jalannya menurun dan setibanya di bawah ternyata ada genangan air yang tidak terlalu tinggi, tepatnya semata kaki.
Aku sedih melihat kota besar seperti Jakarta mengalami kebanjiran. Ternyata yang menjadi ketakutanku akan banjir di Jakarta menjadi kenyataan. Aku melihat banjir dengan mata kepalaku sendiri. Jika rumahku tiba-tiba terkena banjir, aku akan berusaha mengungsi ke tempat yang lebih tinggi, mungkin di wilayah perbukitan.
Melalui tulisan ini, aku menginginkan masyarakat bisa sadar tentang pencegahan bencana banjir yang bisa datang kapan saja. Minimal dari cara membuang sampah pada tempatnya. Jangan sampai membuang sampah di sungai, karena air sungai merupakan salah satu sumber kehidupan manusia. Janganlah mengotori sungai. Dan bagi pemerintah yang terkait agar lebih bersosialisasi dengan masyarakat mengenai isu lingkungan hidup dan kelestariannya.
Foto banjir oleh: Agung Nathanael
pethek, sabar ya . . . dan saya doakan semoga di blora jangan sampai terjadi banjir. cukup di jakarta saja . . .