Tulisan ini pernah dimuat di www.bacatulisrenung.blogspot.com
Aku tidak tahu harus mulai dari mana. Tapi, ini merupakan kisah yang memang sebenarnya terjadi. Kisah berikut merupakan perwakilan kehidupan teman-teman di daerahku.
Bunga memang indah di kala mekar, matahari memang menghangatkan di kala menyinari dan bulan cukup memberi terang di malam hari. Namun, apabila bunga itu tengah kuncup, awan menghalangi terang sang mentari dan bulan tertutup pekatnya mendung, akankah kau tetap di sana? Menjadi pahlawan dalam setiap langkahku? Selalu menjadi Dewa penolongku di kala gundah gulana? Ataukah, kau akan pergi entah kemana sehingga tak mampu aku jangkau dan melupakanku selamanya? Aku tak tahu, tapi aku berharap kau mencintaiku tulus dan menerima diriku dengan apa adanya.
Memang, aku menyadari manusia tiada yang sempurna. Begitulah dia, dia yang tak pernah menganggapku ada sekarang. Jauh menghilang tak tahu ranah tinggalnya. Kejam, memang kejam. Namun apa daya, aku hanyalah gadis yang tak punya upaya untuk membawa dia kembali ke pangkuan ku. Mengulang masa indah yang telah terlewati.
Apa diriku terlalu buruk untuk dirinya? Apa segala cinta kasih yang pernah ia beri dulu kini telah sirna tak tersisa? Apa diriku ini sudah sangat kotor di matanya sehingga yang terlihat hanya noda? Oh, pedih hatiku apabila terbesit pikiran seperti itu. Mengapa? Mengapa harus aku? Mengapa aku yang harus mengalami ini semua? Mengapa bukan orang lain saja? Cobaan seperti apakah ini? penuh tanya dalam benakku yang tak pernah ada jawabnya. Puluhan, ratusan bahkan begitu menumpuknya sehingga aku tak mampu rasanya menanggung beban ini lagi.
Sabar, hanya itukah kata yang pantas terlontar untukku? There are no other words? Wait? Hanya menunggu waktu dan keberuntungan berpihak kepadaku. Inilah, yang harus aku tanggung dalam kehampaan kisah dari cintaku!
Sekelumit, mengenai perjalanan kandasnya cintaku. Dia, lelaki yang sangat aku cintai telah pergi menjauh dan meninggalkanku di tengah lautan yang tak bertepi dengan sengaja agar aku tak dapat menjangkaunya. Pilu hati ini, tak sepenuhnya ini salahku. Tak sedikitpun hal ini merupakan niatku. Karena…. sudahlah kau tak pernah beri aku kesempatan untuk menjelaskan. Dan sekalipun aku jelaskan, kau tak akan pernah mau dan bisa untuk mengerti. Kau telah tutup rapat pintu hati mu dengan gerbang baja yang berhiaskan kaca-kaca yang merusak mataku dengan tajamnya telah mampu menghujam hatiku begitu pedih. Sakit hati ini, sakit.
Beralih sejenak dari cinta. Pendidikan! Telah ikut terrenggut sirna dari hidupku. Apalagi ini? tidak cukupkah derita batin yang aku alami di atas? Tuhan, kenapa begitu banyak cobaan yang telah kau derakan kepada ku? Hancur, masa depanku sendiri tak mampu aku dekap. Aku sudah berusaha, sekuat tenaga dan pikiranku serta semanga ku. Namun, itu tidak cukup untuk mempertahankan sekolahku.. ‘Drop out!‘ Aku benci kata-kata itu. Aku tidak mau hal itu mendekat bahkan tak mau aku terpikirkan untuk mengalaminya, apalagi benar-benar terjadi terhadap diri ku. Namun, kenyataan berkata lain. Hal yang aku takuti malah terjadi dan benar-benar aku alami saat ini. tahukah? Betapa hancur luluhnya harapan dan angan-angan ini. betapa aku tak mampu untuk menerima kenyataan bahwa aku sudah tidak bisa meneruskan Sekolah ku lagi. Hal yang aku banggakan yang akan menuntunku menuju masa depan yang cerah telah lenyap dan jauh dari impian untuk bisa mengundangnya kembali dalam kehidupanku.
Dari awal memang aku sudah tidak ada dukungan dari orang tua untuk melanjutkan pendidikan ku ke SMP. Mereka lebih memintaku bekerja saja setelah masa SD ku berakhir waktu itu. Tapi, aku ingin tetap melanjutkan ke SMP apapun resikonya. Lagian, dari Pemerintahkan ada dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang pernah aku lihat iklannya di TV. Iklan itu, telah memberi ku semangat yang berati yang membuatku tetap bertahan mempertahankan untuk bisa masuk SMP.
Massa-massa ku waktu SMP menginjak di kelas VII sungguh sangat membuatku bahagia. Tidak menyangka aku bisa duduk di bangku SMP. Mengingat semuanya adalah perjuanganku sendiri, maksudku tanpa ada sedikitpun campur tangan atau dukungan dari orang tuaku. Mulai dari aku mencari tempat Sekolah ku, mendaftar dan sebagainya. Tuhan, terima kasih atas kesempatan ini. Di situ aku melihat secercah masa depan yang cerah dalam hidupku. Aku menjalani hari-hariku dengan suka cita dari mulai pertama aku masuk ke Sekolah, kenal dengan teman-teman baru serta guru-guru yang sangat baik dan ramah meski ada juga guru cowok yang kadang suka centil. Sudah hampir dua bulan aku masuk dan bersekolah di SMP. Penuh suka, ceria dan senyum.
Namun belum aku menginjak semester pertama, permasalahan demi permasalahan muncul dari keluargaku terlebih kedua orang tuaku. Aku yang sebagai anak sulung dari empat bersaudara mulai risau akan permasalahan yang tengah terjadi. Waktu itu, ayahku mulai sakit-sakitan dan tidak tahu penyebab sakitnya apa. Kami tak mampu membawa ayah ke Rumah Sakit dan hanya mampu membawanya ke Puskesmas saja. Tapi, sudah dua Minggu tidak ada perkembangan sampai pada akhirnya sesuatu yang telah merenggut semuanya dariku mulai datang menghampiri. Berawal dari apa yang telah ibu bicarakan kepadaku. Beliau bilang, lebih baik aku berhenti sekolah saja dan mencari pekerjaan. Mendengar itu, serasa Dunia telah runtuh, halilintar menyambar-nyambar semua angan-anganku tak tersisa sedikitpun. Aku tak mampu menolak permintaan Ibu. Ibu bilang, “kamu adalah anak Sulung, anak paling tua di keluarga ini”. Di tambah ibu sudah cepat-cepat mencarikanku orang yang mau membawaku bekerja.
Orang itu tak lain adalah tetanggaku. Seorang laki-laki yang bertubuh lumayan subur dan berbadan tinggi. Memang, dia suka membawa orang-orang di Desa ku untuk menyalurkan pekerjaan di Jakarta. Tapi, hingga saat sekarang aku selalu tidak tahu pekerjaan seperti apa yang telah tetanggaku itu salurkan kepada tetangga-tetanggaku yang lain yang sudah pergi ke Jakarta mengingat waktu itu aku tidak begitu paham dan mengerti. Yang pasti, apabila orang-orang yang telah bekerja di Jakarta yang di salurkan oleh dia banyak yang pulang dengan uang yang cukup banyak. Mungkin, itu salah satu alasan mengapa ibuku membiarkanku untuk di carikan pekerjaan oleh dia di Jakarta. Apalagi mengingat kondisi ayah yang sedang sakit-sakitan dan butuh uang untuk berobat serta untuk makan sehari-hari karena sang tulang punggung keluarga tengah terkulai layu tak berdaya yang kadang suka merintih-rintih kesakitan.
Hari itu, aku masih ingat jelas. Hari Jum’at, setelah selesai warga di kampungku menunaikan sholat jum’at aku sudah di suruh bersiap-siap oleh ibu untuk berangkat ke Jakarta dengan tetanggaku itu. aku nurut saja tanpa banyak tanya kepada ibuku, aku akan bekerja apa di sana dengan usiaku yang masih 13 tahun dan mau beranjak ke 14 tahun. Sekalipun aku pernah menanyakan apakah pekerjaanku nanti ibu selalu bilang, “Sudahlah, nurut saja! Tidak usah banyak tanya. Yang jelas dengan kamu kerja, bapak akan sembuh dan kita bisa makan!” ya, itulah yang selalu ibu lontarkan apabila aku bertanya. Apalagi dengan nadanya yang cukup keras membuatku jadi enggan untuk menanyakannya lagi meski aku sangat bingung sekali.
Sehabis magrib, aku telah sampai di Jakarta. Aku di kenalkan oleh tetanggaku kepada seorang perempuan berusia sekitar 40 tahun. Dia menyapaku dengan senyuman yang manis sekali. Dia bilang, “kamu jangan takut ya. Dengan kamu bekerja di sini, kamu akan dapat uang yang sangat banyak asal kamu nurut ama mami” dia menyebut dirinya sendiri dengan panggilan mami dan aku disuruh untuk mengikutinya untuk memanggil mami kepada dirinya. Setelah aku berkenalan, aku disuruhnya duduk dan menunggu sebentar karena dia akan pindah ke ruangan samping ingin membicarakan sesuatu kepada tetanggaku dan akupun hanya mengangguk. Aku tidak mengerti apa-apa saat itu. aku hanya gadis polos yang baru berumur 13 tahun, tidak memiliki pengalaman apa-apa dan yang pasti aku sedang dalam proses memperoleh pekerjaan untuk menghasilkan gaji buat keluargaku di rumah yang memang sedang membutuhkan.
Sekitar 15 menit aku menunggu. Akhirnya tetanggaku itu keluar dari ruangan samping dengan mami. Aku melihat, tetanggaku keluar dengan wajah yang sangat senang seperti habis mendapati nilai rapornya yang bagus. Tak kalah senengnya buat mami juga yang raut wajahnya penuh dengan bling-bling yang bersinar. Di tangan kanan tetanggaku, aku melitah sebuah amplop besar yang cukup tebal tengah di genggam erat dan aku sontak bertanya. “apa itu pak?” dia pun bilang, ini isinya uang yang katanya buat keluargaku di rumah agar bisa membawa ayah ke rumah sakit. Aku terdiam, di sini aku belum bekerja apa-apa tapi koq sudah bisa mendapatkan uang buat orang rumah. Aneh memang, tapi aku tidak berani menanyakannya. Setelah sebentar bersalaman, tetanggaku langsung pamit pulang meninggalkanku di tempat perantaun yang jauh dari rumah orang tuaku dengan seorang perempuan yang hampir keriput itu yang terus memandangiku sedari aku datang.
Malam pertama, aku di perlakukan sangat baik oleh wanita-wanita yang lebih gede dari aku yang memanggil ibu itu dengan sebutan mami juga. Sungguh cantik-cantik mereka itu. Dengan dandanannya yang feminim, rambut-rambutnya yang terurai panjang serta tubuh-tubuhnya yang tinggi dan semampai. Aku pun akhirnya tidur dengan nyenyak tapi sebelumnya, mami sempat mampir ke kamarku dan berbicara sesuatu. “Dewi, kamu istirahat yang cukup ya malam ini. Karena besok kamu akan mulai bekeja. Besok kamu harus bersiap-siap dan belajar merias wajahmu dan dandananmu sama kakak-kakak yang tadi” dengan senyuman manisnya yang selalu dia berikan. Akupun memberanikan bertanya, “ibu, kalau boleh aku tahu, aku akan bekerja apa ya bu besok?” mami pun bilang, “tenang saja, kamu tidak usah takut. Kamu kerjanya asyik koq. Sekarang, kamu tidak usah banyak bertanya, lebih baik kamu istirahat saja” “ya mami” jawabku.
Keesokan harinya, sekitar habis ashar waktu itu. Aku dibawa oleh salah seorang kakak yang menemaniku semalam ke sebuah tempat untuk biasa orang-orang di situ merias wajahnya. Dia bilang, “kamu nurut saja y…” dengan langsung mendudukanku di depan sebuah meja rias. Total, aku berubah drastis. Sampai-sampai aku tidak mengenali wajahku sendiri. Aku di sulap layaknya bintang sinetron yang sangat cantik. Setelah selesai berdandan, akupun di suruh memakai pakaian yang sudah disediakan oleh kakak yang tadi mendandaniku itu. Astghfirullah, siapa aku ini? Apa aku ini? Jadi apa aku sekarang? Sebelum pertanyaan-pertanyaan itu sempat terjawab oleh hati kecilku, kakak itu cepat-cepat membawaku ke sebuah tempat pemotretan. Aku di suruh bergaya yang di contohkan oleh seseorang yang ada di tempat itu. Aku semakin bingung, aku semakin tak mengerti. Tujuan dari semua ini itu apa sebenarnya? Aku harus kayak gini itu untuk apa?
Malam menjelang, ketika itu aku yang sedang beristirahat di kamar mami memanggil dan langsung membawaku keluar tanpa mengizinkan aku untuk bertanya aku mau dibawa kemana. Di sebuah tempat, yang sebelumnya aku tidak pernah tahu tempat itu. Di sana, banyak sekali orang-orang yang menari-nari, minum-minuman. Oh, aku tahu ini adalah sebuah Bar. Aku teringat ketika tetangga di kampungku bercerita tentang tempat ia bekerja di Jakarta. Tapi, dia adalah seorang…… ah, tak sempat aku mengingat profesi temanku itu mami mengagetkanku. “Eh Dewi, ada yang mau ketemu kamu sekarang, cepat masuk kesini,” langsung mami menarik tanganku ke sebuah ruangan yang tidak ramai seperti tadi.
Di situ, sudah menanti seorang lelaki bertubuh seperti tetanggaku namun tidak terlalu tinggi duduk di atas sofa sepertinya sedang menunggu seseorang. Umurnya sekitar usia ayahku. Ah ternyata, dia memang sedang menunggu. Ya, menunggu kami. Ketika kami mendekat, dia langsung berdiri dan tersenyum lebar melihatku. Mami berbicara sesuatu sambil dengan cara berbisik-bisik. Aku semakin aneh di sini, seolah-olah semuanya dirahasiakan oleh mereka. Aku hanya harus nurut saja apa yang mereka perintahkan. Aku masih teringat akan teman sekampungku, yang waktu di kampung dia menceritakan tentang pekerjaannya. Oh, aku mengingatnya dia bekerja sebagai… “Dewi”, sahut mami. Mami telah memotong diamku yang tengah memikirkan temanku itu. “Dewi, tolong temani om ini ngobrol. Kamu nurut saja dan jangan banyak tanya. Ingat, mami udah bayar gajimu yang mami titipin buat ibumu lewat bang Warno kemarin. Paham kamu!!!” dengan nada yang cukup menekan. Aku jadi takut, tidak biasanya mami berkata keras itu terhadapku. Aku sebenarnya takut sekali waktu itu, namun aku tidak bisa berbuat apa-apa. Mami akhirnya meninggalkan kami berdua didalam sebuah ruangan sepi.
Sebentar mami pergi, bapak itu perlahan mendekati tempat dudukku. Aku semakin takut. Mau apa dia? “Manis, kamu jangan takut ya. Tenang saja, sini dekat-dekat sama Oom,” dia merayu dengan senyuman yang sangat manis. Tapi, aku bukannya mendekat tapi malah semakin menjauh. Tiba-tiba, dia merampas tanganku dan memintaku untuk ikut dia ke dalam sebuah kamar. Tenagaku tak kuat untuk menolak, dia begitu kuat dan keras menarikku ke dalam kamar. Aku semakin takut, aku yakin hal buruk akan menimpa diriku. Aku tersu meronta-ronta ingin terlepas dari genggaman iya. Namun, semakin aku berusaha untuk melepaskan diri, semakin kencang saja bapak itu menarikku dan kini malah melemparku ke atas ranjang. Aku benar-benar takut sekali, akupun mulai menangis. Aku terus berusaha untuk melarikan diri dan lepas dari cengkraman bapak itu. Diapun semakin kuat memegangi tanganku dan mulai marah hingga menamparku. Oh, sakit rasanya dan selalu nyeri terasa apabila aku mengingat kejadian itu. Aku mulai terkulai layu dan mulai tak berdaya, akupun menyerah. Ternyata, maksud dari lelaki setengah baya itu ialah menyetubuhi diriku. Musnah sudah semuanya, keperawananku telah terenggut dan tidak mungkin kembali lagi. Mataku terus beruraikan air mata hingga perbuatan bejat itu berlalu. Setelah puas dia menggauliku, dia lalu memberiku lumayan banyak uang dan kemudian pergi meninggalkan begitu saja. Pedih rasanya hati ini, derita batin kini ku alami.
Aku baru menyadari, ternyata tetanggaku yang membawaku ke Jakarta adalah penyalur Pekerja Seks Komersial (PSK), pantas saja teman-temanku atau tetangga-tetanggaku yang lain yang bekerja di Jakarta dan disalurkan oleh tetanggaku itu tidak jarang yang membawa uang sedikit. Sehingga, ibu telah menyuruhku untuk ikut luruh duit (mencari uang) dengan disalurkan oleh dia ke Jakarta. Oh ternyata, uang yang telah waktu itu dibawa oleh tetanggaku yang hendak diberikan kepada ibu di rumah yaitu hasil dari penjualan keperawananku. Ternyata, foto-foto diriku itu yaitu sebagai bahan tawar-menawar diriku kepada om-om itu. Tidak…… aku tidak bisa menerima kenyataan ini. Aku, telah di perjual belikan!!! Dan yang masih aku bingung dan bertanya-tanya, apakah ibu tidak mengetahui kalau ternyata aku dipekerjakan seperti ini di Jakarta? Apa, malah ibu sudah mengetahui sebelumnya dan memang sengaja telah membiarkan diriku terjual seperti ini? Oh, kenapa ibu kandungku sendiri telah tega melakukan hal serendah itu terhadap anak kandungnya sendiri? Karena kepolosan dan kebodohanku serta aku yang memang tidak mengetahui apa-apa, segitu mudahnya aku diperdaya, di tipu, dibohongi, sampai diperjualkan seperti ini. Kini, semuanya telah terjadi, bayi yang sudah terlahir tidak mungkin bisa kembali lagi ke rahim ibunya. Bunga mekar itu sekarang telah kuncup, Mentari akan selamanya tertutup oleh awan dan Bulan akan tetap tertutup pekatnya mendung. Selamanya, diriku hina dan semua akan memanggilku PSK!!!
miris bgt baca neh tulisan ..
akar adanya pelacuran memang karena kemiskinan .. jadi seharusnya pemerintah bukan menutup lokalisasi, mungkin akan jauh lebih tepat jika memberantas kemiskinan dulu ..
miris bgt baca neh tulisan ..
dijaman yang mulai ‘mengagungkan’ emansipasi wanita .. masih aja perempuan dianggap ‘barang’ .. gak punya uang bwt bayar hutang .. anak perempuan yang di jual ..
jadi salah syapa yah ..
salah si perempuan yang melacur, salah keluarga yang berhutang ataw salah pemerintah ..
**kasian bgt yah pemerintah di salahin terus .. hehe
kayak cerpen….
kayak baca cerpen…..
sedih sekali membaca nya… 🙁
miris…dan mengiris…
tulisannya keren. ceritanya sangat miris dan menyedihkan. . .
PARAH
wah, ikan koki, kamu menolak penutupan lokalisasi yaaa?
tapi emang tempat ‘begituan’ gak bisa dibasmi sejak jaman Nabi-Nabi dahulu… singkatnya gugur satu tumbuh seribu!
seperti kata UCOK AKA dalam bait lagunya: “Yok kita berantas Kemiskinan!!!”
btw… love u ikankoki
lokalisasi ga akan prnh bs ditutup selama msh banyak laki2 yang doyan main PSK atau perempuan2 yg butuh uang krn miskin,keluarga punya hutang dan sebgainya.semua itu spt mata rantai yg tdk akan prnh bisa putus…sedih bngt bacanya,tp yah begitulah kehidupan,dimanapun akan terus tjd hal spt ini,dan ga ada yg bs disalahin…
sedih baca tulisan ini, tulisannya sangat menyentuh ..
Aku selalu memiliki harapan dan cita2 di mana akhirnya mereka(Anak2 yang tereksploitasi)tidak lagi menjadi sebuah contoh yang harus ditiru oleh masyarakat di daerah kami. aku berikut yang lain selalu mencoba untuk tetap berusaha agar anak2 di daerah kami bisa lebih dapat banyak pilihan untuk menentukan hidupnya dan masa depannya.
yang tegar ya!!!
semua indah pada waktuxa
smoga
kisah ny sgt menyedih qan. .hmpir sm crta q. .aq ud d.hianati oleh seorang lelaki yg usia ny lebih tua dr aq. .
;-{
Meski hal yg buruk telah terjadi di waktu yang lalu, tapi waktu berikutnya masih suci .
Dan masih ada harapan untuk semua kemungkinan, bahkan hal yg yang tidak mungkin saja BISA apalagi yang mungkin.
Berjuang teman 🙂
aku siap trima wanita itu apa adanya, asal dia mw aku ajak kejalan yg diridhoi allah
hub aku di nomor ini
02195480761 aku menunggu mu ..
masih ada kesempatan untuk berubah,
kehidupan akhirat itu kehidupan yg kekal dan abadi…
berusahalah keluar dari belenggu itu…
manusia jika berusaha pasti bisa
menyedihkan. …………
berjuanglah utk perubahan
masih ada hari esok yang menunggu mu…cerah atau mendung tergantung dari niat dihati..
setiap manusia pernah melakukan dosa..yang beruntung adalah orang yang sadar akan dosanya.
tapi yang kita yakini bahwa Tuhan Maha Pemaaf dan Maha Penyayang…
Kenapa gak segera pergi dari situ,,kan udah dapat uang banyak. Pergunakan uang itu. Itu bukan kesalahan kamu Allah maha mengetahuinya. Namun jangan teruskan profesi itu. Kami tetap suci. Asalkan kamu tidak melakukannya lagi..Semoga kamu mendapatkan kebaikan untuk hari esoknya.. Amiiin
sungguh dramatis cerita ini. aku hanya berpesan jangan lah merasa putus asa karena awal dari kehancuran hidup adalah karena kita putus asa…
banyak pelajaran yang kita dapat ambil dari tulisan ini… sungguh sangat menarik…
ane setuju, sebaiknya mbak kalo dah dapet cukup uang kabur aja! jgn diterusin profesi bejat dan nista itu! tapi jgn sekali2 pulang ke kampung! mbak hny akan jadi bulan2an kemarahan dari ortu yg telah menjual mbak! mendingan cari daerah yg masyarakatnya saleh2 dan berakhlak lalu pindahlah ke situ! jgn lupa tobat nasuha! pake jilbab, dirikan salat yg kuat, dan gak usah beritahu siapapun ttg masa lalu nista itu! bohong dikit utk kebaikan lah bilang aja mbak janda tnp anak yg baru aja pindah setelah trm warisan dari kematian suami! syukur2 ada pria saleh yg mau menikahi mbak! kalau benar bgt boleh deh jujur cerita masa lalu khusus ke dia aja! KABUR AJA! MULAILAH HIDUP BARU!
Ya Tuhan….
gw nyampe nangis baca ea…..
Top dah bhasa ea udah kya cerpen” yg dibuku”….
so comment buat isi cerita ea
“gk ad yg bsa disalahkan” just pray… krna tdk ad org yg mw dilahirkan jdi org yg hina….
Aku cuma bisa berdoa srmoga neng…bisa cepat keluar dari pekrjaan yg tidak kamu suka.
Saya cipto kediri jatim…..saya cari jodoh …..siapapun anda orang baik2 ataupun psk gak masalah…saya niat serius cari pendamping….. Tolong dibalas…. Mau gak anda jadi istriku…bila mau call me 085338355788 atau 085953851188….trims kutunggu ya…..