Pemenang - Lombok Utara, NTB

Aku dan Orang Dari Negeri Kanguru

Aku dan Orang Dari Negeri Kanguru
Avatar
Written by Muhammad Sibawaihi

Komunitas Pasir Putih dan Philip Aspden foto bersama

Bukan kali ini saja, tapi beberapa kali sudah aku lakukan. Bersama beberapa orang dari Pakistan, India dan kali ini bersama orang Australia. Dan sungguh suatu hal yang sangat berharga bagiku. Mendapatkan pengalaman baru, pengetahuan baru dan banyak hal yang tidak pernah aku dapatkan sebelumnya. Kali ini, bagiku adalah suatu yang lebih menantang. Dan satu hal yang membuatku sangat tertarik ketika Kak Ismiadi menawarkanku, bahwa aku menyadari pengetahuan yang aku miliki masih sangat kurang dalam hal ini dan butuh banyak belajar lagi.

“Kak Is, lagi di mana? Kalau memang tamunya sudah datang saya bisa langsung ke Mataram.” Sore itu aku menelpon Kak Is (panggilan akrab Kak Ismiadi) yang baru saja pulang dari bandara. “Ya, ini saya di Mataram, dan kebetulan tamunya juga sudah datang. Oh ya, Ba, kalau bisa cepetan kesini karena saya mau jemput anak. Jadi nanti malam kamu temani dia di sini,” kata Kak Is. Aku pun segera bergegas menuju Mataram, tepatnya di Studio Sasaki Art Space, Jalan Angsoka No. 2 Mataram. Sebab, aku tidak sabar bertemu dengan orang yang sejak satu bulan ini sering kami bicarakan.

Assalamu’alaikum…,” setelah sampai di depan gerbang rumah aku mengucapkan salam. Ketika aku masuk, Kak Is sedang berbicara dengan tamu tersebut dan tamu itupun menyambutku dengan senyuman.“Aaahh…, you are the English Teacher. I’m Philip Aspden, nice to meet you,” (Aaahh…, kamu si guru Bahasa Inggris. Saya Philip Aspden, senang bertemu dengan anda). Sambil menjabat tanganku dia memperkenalkan diri terlebih dahulu. “Yeah, My name is Muhammad Sibawaihi. But you can call me Siba. And… Nice to meet you too,” (Yeah, nama saya Muhammad Sibawaihi. Tetapi kamu bisa panggil saya Siba. Dan senang bertemu dengan anda juga) tuturku singkat. Kak Is pun segera mengajakku duduk di ruang tamu dan mulai membicarakan beberapa hal. Philip Aspden juga menjelaskan kepadaku tentang beberapa hal terkait kegiatan yang akan dia lakukan selama satu bulan berada di Lombok. Akupun mendengarkan dengan seksama meskipun aku tahu sebelumnya bahwa dia datang untuk mengadakan residensi Workshop Painting and Mural. Kak Is memintaku mendampinginya selama kegiatan tersebut sebagai translator (penerjemah).

Malam setelah perkenalan, kami mengajak Philip makan malam dengan menu nasi goreng. Saya berbicara banyak hal dengan Philip tentang kegiatan yang akan dilakukannya selama satu bulan di Lombok. Tentang bagaimana proses yang akan kami jalani. Dan ternyata memang itu hal sangat luar biasa. Sampai aku membuat tulisan ini, kurang lebih dia sudah di sini selama dua minggu dan selama ini juga aku menemukan beberapa hal yang sangat luar biasa.

Philip Aspden, itu nama lengkapnya. Dia terlahir dari keluarga seniman. Kakeknya adalah seorang pelukis, begitu juga ibunya. Bapaknya adalah seorang peng-kriya yang membuat peralatan-peralatan dari kayu. Kakaknya juga seorang pelukis yang cukup ternama di Australia, namanya David Aspden. Dalam berkarya, Philip Aspden lebih cenderung merespon anak-anak, karena baginya pembelajaran kepada mereka adalah cara yang terbaik untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang. Di Lombok dia akan mendatangi beberapa sekolah di antaranya; SMPN 13 Mataram, SDK Aletheia, SLB Mataram, TK Pertiwi dan SMK 14 Mataram.

Philip Aspden dalam workshop-nya mencoba untuk membangun imajinasi anak melalui pendekatan menggambar, berpuisi dan bermusik. Pertama kali, ia memperkenalkan beberapa tokoh atau karakter yang dia buat berdasarkan imajinasinya yang dia sebut dengan Bushys di antaranya ada Fumbly, Wompy Bomp, Telerun, Tirrible Thin, dan Wispa Smlie. Kemudian dari karakter-karakter tersebut dia membuat sebuah cerita yang kemudian ia bukukan dan diberi judul The Bushys and The Green Ant Blunderbang. Cerita yang diangkat juga sangat sederhana, namun memiliki pesan yang sangat menarik. Di samping itu, dari karakter yang diciptakan, dia membuat puisi dan mengaransirnya menjadi beberapa lagu yang sudah terkumpul menjadi tiga album.

Aku dan Philip menunjukkan karakter yang disebut Bushys

Setelah memperkenalkan tokoh-tokoh tersebut, Philip kemudian meminta anak-anak untuk menggambar karakter-karakter disukai. Baru setelah itu anak-anak diminta untuk mengembangkan imajinasi dan membuat karakter mereka sendiri. Namun hal ini tidak berlangsung begitu saja. Philip menggunakan pendekatan yang sangat baik yaitu melalui mitologi yang berkembang di masyarakat. Dan yang menjadi pilihannya di Lombok adalah tentang mitologi selaq yang belum terpecahkan. Sebab yang diinginkannya adalah apa yang digambarkan oleh anak-anak adalah benar-benar dari imajinasinya dan jangan sampai apa yang ada dalam imajinasi anak terkontaminasi oleh televisi, majalah, komik dan media-media yang lain. Yang menarik adalah ketika Philip meminta mereka untuk menggambar selaq. Hampir semua merespon dengan senang.

Seorang anak menggambar selaq, salah satu mitos mistik di Lombok sesuai dengan imajinasinya

Setelah karakter anak-anak itu selesai, mereka diminta untuk membuat cerita mereka sendiri dari karakter yang mereka buat dan juga membuat puisi. Meskipun sederhana tapi respon dari anak-anak sangat luar biasa. Namun tidak hanya anak-anak yang merespon dengan baik. Guru-guru pun sangat antusias mendukung dan memberikan apresiasi dalam kegiatan ini. Seperti contohnya di SMPN 13 Mataram, pada hari terakhir workshop tersebut para guru mengerahkan hampir 250 siswa untuk menggambar karakter bersama di lapangan sekolah. Begitu pula di SDK Aletheia yang kurang lebih 130 orang anak diikutsertakan dan terdiri dari masing-masing kelas, mulai dari kelas I sampai kelas VI.

Tapi sayang, ketika pembukaan workshop pertama kali ini yang dibuka oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram, dalam sambutannya beliau mengatakan akan mendukung kegiatan ini sepenuhnya, ternyata tidak terlihat. Sasaki Art Space yang menjadi panitia kegiatan ini merasa sedikit kecewa sebab sebelumnya pihak pendidikan Kota Mataram berjanji akan menyurati semua sekolah se-Kota Mataram untuk mengirim delegasi guna mengikuti kegiatan ini. Ternyata itu tidak terwujud, hanya beberapa sekolah saja yang ikut bergabung dalam kegiatan ini. Bahkan, pada penyelenggaraan di SDK Aletheia, tidak satupun sekolah yang hadir. Dan parahnya, ketika Philip bertanya, “Why the other schools are not coming today?” (Kenapa sekolah yang lain tidak datang hari ini?). Saya hanya bisa tersenyum dan menjawab, “I DON’T KNOW” (SAYA TIDAK TAHU).

Worksop Painting & Mural di Lombok Utara di buka oleh Wakil Bupati

Hal yang sama terjadi di Lombok Utara. Sasaki Art Space memang sangat berharap Philip juga bisa mengunjungi Lombok Utara bertemu dengan kawan-kawan Komunitas Pasir Putih dan membuat kegiatan yang sama seperti yang ia lakukan di Kota Mataram. Kawan-kawan Komunitas Pasir Putih merasa ini kesempatan yang baik. Hingga akhirnya tawaran untuk mengadakan workshop di Lombok Utara disetujui oleh teman-teman dan segera mengambil ancang-ancang.

Kami pun menghubungi Sekretariat Daerah (Sekda) Lombok Utara dan beliau menanggapi baik kegiatan ini. Dipertemukanlah kami oleh Sekda dengan pihak Dinas Pendidikan Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Dikbudpora) Kabupaten Lombok Utara. Pertemuan tersebut menyepakati kalau beliau akan menunggu kami esok harinya di kantor untuk membahas kegiatan tersebut. Namun, setelah bertemu dengan Kepala Dinas Dikbudpora, justru kami diminta menghubungi bidang Kebudayaan dengan alasan kegiatan ini bagian dari urusan kebudayaan. Setelah kami ke bidang kebudayaan, kami justru diminta ke Pendidikan Menengah (Dikmen) atau Pendidikan Dasar (Dikdas) dengan pertimbangan kegiatan ini mengarah kepada pendidikan. Ujung-ujungnya, dengan segala pertimbangan baik itu kebutuhan materil dan program yang mendadak, kami melihat penjelasan mereka lebih mengarah kepada ketidak-siapan untuk ikut andil dalam kegiatan tersebut.

Gozali menelpon saya dan mengatakan, “Pokoknya, meskipun pihak Dikbudpora tidak bisa mendukung kegiatan ini, kegiatan ini akan tetap kita adakan. Dan kita akan undang semua, baik itu Sekda, pihak Dikbudpora dan Dinas Pariwisata bahkan Pak Bupati atau Wakil Bupati untuk menghadiri Open Ceremony-nya nanti. Kita akan buktikan, bahwa ada atau tidak ada bantuan dari mereka kita tetap jalan, bahwa tanpa bantuan merekapun kita tetap bisa melakukan kegiatan ini, dan kegiatan apapun yang ingin kita adakan. Dan besok kalau bisa, ente jadi pengantarnya dan sampaikan bahwa Pasir Putih akan tetap berjuang.”

Beberapa saat kami terdiam. Dalam hati aku bersedih, tentunya. Aku menghela nafas panjang dan, Yaah… mungkin Gozali sudah menanti responku setelah mendengar cerita dan pidatonya yang berapi-api. Aku menjawab dengan nada pelan, “Ya melet mancing lek Bangsal Philip,” (Philip ingin mancing di Bangsal) dan Gozali hanya berkata “Oh, aok wah,” (Oh, ya sudah).

Workshop ditutup dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya

Tapi akhirnya, kegiatan tersebut dilaksanakan juga di Lombok Utara dengan proses yang njelimet dan modal nekad. Rosmayadi mencoba mengambil inisiatif untuk mensosialisasikan kegiatan ini ke Wakil Bupati (Wabup) Lombok Utara. Setelah beberapa kali menghubungi dan mendatangi beliau sembari menceritakan apa yang terjadi, akhirnya Wakil Bupati-pun memberikan solusi untuk mensiasati kebutuhan kegiatan tersebut. Program workshop itu kami adakan pada 16-17 April dan berjalan dengan sangat baik. Wabup sendiri hadir pada acara tersebut dan menyampaikan kata sambutan sekaligus membuka acara. Sebait kalimat Bapak Wakil Bupati yang masih terngiang ditelingaku, “Dunia pendidikan merupakan sesuatu yang harus kita seriusi dengan seluruh aspek yang ada di dalamnya, termasuk apa yang kita lakukan saat ini.” Beliau sendiri sempat memberikan wejangan kepada semua peserta dengan ungkapan berbahasa Inggris, “Student today leader tomorrow.” Dari kegiatan workshop tersebut, banyak guru dan orang tua wali antusias dan berjanji untuk mengajak anak-anak mereka berkunjung ke sekretariat Komunitas Pasir Putih mengikuti program Sabtu Menggambar.

About the author

Avatar

Muhammad Sibawaihi

Dilahirkan di Desa Pemenang, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, pada tanggal 20 Mei 1988. Lulusan IKIP Mataram jurusan Bahasa Inggris. Ia adalah Direktur Program di Yayasan Pasirputih. Sehari-harinya ia juga aktif sebagai penulis dan kurator.

2 Comments

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.