Solo, Jawa Tengah

Kongres Nasional Kegiatan Perfilman Berbasis Komunitas

Untuk melakukan pemetaan komunitas film Indonesia dan mencatat keberhasilan kerja dan tantangan nyata yang dihadapinya serta memperkuat jaringan yang telah terbentuk sebelumnya, pada 17-20 Maret 2010 yang lalu, akumassa Forum Lenteng diundang untuk menghadiri Kongres Nasional Kegiatan Perfilman Berbasis Komunitas di Taman Budaya Surakarta, Solo – Jawa Tengah. Acara ini dihadiri oleh Komunitas-komunitas Film di Indonesia baik yang memiliki kelengkapan legal-formal, maupun tidak. Tercatat 42 Komunitas yang hadir diantaranya Mafvie-fest Malang, matakaca Solo, Oengoe Cinema, Sangkanparan, Studio gambargerak, Yayasan Konfiden,  Blender Indonesia, Boemboe.org, Cinematography Club Fikom Unpad, CLC Purbalingga, Falling Star Picture, Kineforum DKJ, Kinoki Jogja,  Forum Lenteng dan lain sebagainya.

Kongres Nasional Kegiatan Perfilman Berbasis Komunitas
Kongres Nasional Kegiatan Perfilman Berbasis Komunitas

Kongres Nasional Kegiatan Perfilman Berbasis Komunitas
Kongres Nasional Kegiatan Perfilman Berbasis Komunitas

Untuk memenuhi undangan ini, sehari sebelum acara, kami bertiga di antaranya saya, Otty Widasari dan Mahardika Yudha berangkat dari Stasiun Gambir Jakarta jam 8 malam dan tiba di Stasiun Solo Balapan jam 4.30 WIB dini hari. Setibanya di sana kami dijemput oleh panitia menuju lokasi. Cukup puas dengan istirahat selama beberapa jam, acara pun dimulai dengan pembukaan Stadium Generale ‘Kegiatan Perfilman Berbasis Komunitas 1998-sekarang’. Setelah itu acara dilanjutkan dengan kelas kegiatan perfilman yang terbagi tiga kelas pada waktu yang sama, berupa diskusi dan presentasi di tempat yang berbeda. Kelas tersebut di antaranya ‘Mengelola Program Pemutaran Film’, ‘Kesinambungan Festival Film & Kompetisi’ dan kelas presentasi oleh Matakaca Solo.

Program pemutaran film adalah salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh komunitas film, sebagai bagian dari program kerja mereka. Namun, seringkali ditemukan persoalan-persoalan dalam menjalankan program tersebut. Gagasan utama pembahasan di kelas ini adalah bersama-sama mengevaluasi sejauh mana program pemutaran film yang dilakukan oleh komunitas film selama ini, serta persoalan yang dihadapi dan melihat kembali kebutuhan program pemutaran film berdasarkan konteks masing-masing basis kegiatan. Setelah beberapa jam berdiskusi, dibacakaan pemetaan permasalahan yang berhasil ditangkap, di antaranya  adalah masalah yang cukup klasik yaitu fasilitas, sumber film, kemudian kemampuan programming yang berkaitan dengan jumlah penonton, perizinan, fasilitas, dan sebagainya. Sebenarnya banyak masalah yang muncul di luar itu, di antaranya visi komunitas, hingga akhirnya komunitas mudah sekali gulung tikar.



Pada kelas ‘Kesinambungan Festival Film & Kompetisi’ terdapat gagasan utama pembahasan, di antaranya nilai-nilai seperti apa yang membedakan antara festival dengan kompetisi, sejauh mana festival & kompetisi yang diselenggarakan selama ini telah menemukan bentuk yang ideal, kebutuhan nyata dari penyelenggaraan festival film & kompetisi dan bagaimana mempertahankan keberlanjutan penyelenggaraan festival & kompetisi.

Di hari pertama kongres, malam harinya diadakan pemutaran film Kantata Takwa yang merupakan film dokumenter musikal Indonesia yang dirilis pada tahun 2008 arahan sutradara Eros Djarot dan Gotot Prakosa.

Pada hari ke dua, Kamis, 18 Maret 2010, sesi pertama yang dimulai pukul 09.00 – 12.00 siang terdapat Kelas Pembuatan Film yang bertema ‘Standarisasi  Pengetahuan Produksi Film’ dan ‘Pemetaan Tujuan Produksi Film Non-komersil’. Di sesi ini kelas presentasi dilakukan oleh Forum Lenteng dengan ‘Proyek akumassa’nya. Pada kesempatan ini, Otty Widasari selaku redaktur jurnal akumassa memberikan presentasinya. Presentasi ini mendapat sambutan positif terlihat dari antusiasnya peserta diskusi yang mengajukan pertanyaan.

Bioskop Solo Theater Sriwedari
Bioskop Solo Theater Sriwedari
Bioskop Solo Theater Sriwedari
Bioskop Solo Theater Sriwedari
Bioskop Solo Theater Sriwedari
Bioskop Solo Theater Sriwedari

Jika dari petaan diskusi selama tiga hari, tampak permasalahan utama bahwa dari kebanyakan komunitas harus me-reidentifikasi lagi kesadaran mereka. Sebagai komunitas film, mereka punya satu permasalahan besar yaitu tidak tahu apa itu film secara mendasar, selain itu banyak dari arah tujuan mereka yang kurang jelas. Jika bergerak di bidang pendidikan, maka persoalan yang terangkat hanya berhenti di wilayah teknis. Jika di bidang pemberdayaan masyarakat, kapasitas materinya juga berhenti di wilayah teknis. Kebanyakan dari komunitas tersebut yang tidak memiliki penawaran ‘alternatif’ untuk fasilitas tempat program pemutaran, di samping banyaknya DVD bajakan yang sangat mudah didapat. Jika film sebagai media advokasi, kendala pun terjadi dari kurangnya media literacy atau pengetahuan tentang media itu sendiri.

Setelah presentasi akumassa timbul pertanyaan-pertanyaan ‘mendasar’ dalam diskusi. Karena ‘mungkin’ akumassa dianggap memiliki standar kelengkapan seperti kesadaran media, pengarsipan (teks, image, audio dan video), pengetahuan film, jalur distribusi alternatif, workshop, presentasi (pameran dan pemutaran publik), maka pertanyaan jadi berputar di wilayah metode kerja dan pembentukan program efektif sebuah komunitas.

Malam harinya seluruh peserta diskusi diajak berkunjung ke Solo Theater Sriwedari, sebuah gedung bioskop yang kini dikelola oleh matakaca. Di sana diadakan pemutaran hasil karya kawan-kawan dari Solo.

Bioskop Solo Theater Sriwedari
Bioskop Solo Theater Sriwedari

Hari ketiga, terdapat beberapa kelas yang juga terbagi dalam dua sesi. Sesi pertama ada tiga  kelas diskusi yaitu kelas pembuatan film: ‘Pemetaan Alat Produksi’, Kelas Organisasi: ‘Pemberdayaan Organisasi’ dan Kelas Presentasi: ‘Distribusi film’. Setelah break makan siang, pukul 13.30 – 16.30 diadakan Kelas Organisasi: ‘Penyegaran Kembali Jaringan Komunitas Film’, Kelas Diskusi: ‘Film Sekolahan VS Non Sekolahan’ dan kelas presentasi: Kajian Film IKJ. Perlu juga dicatat bahwa pada Panel: ‘Penyegaran kembali jaringan komunitas film’ terdapat gagasan utama pembahasan, di antaranya pentingnya pemetaan kekuatan jaringan komunitas, perlunya strategi bersama untuk menjaga keberlangsungan hidup sebuah komunitas, peningkatan kapasitas organisasi/komunitas dan pencapaian tujuan bersama.

Veronica Kusuma dari Klub Kajian Film IKJ (paling kanan)
Veronica Kusuma dari Klub Kajian Film IKJ (paling kanan)
Puput Kuspujiati dari Klub Kajian Film IKJ
Puput Kuspujiati dari Klub Kajian Film IKJ

Sabtu 20 Maret 2010 adalah hari terakhir kongres ini. Di dalam pleno akhir kongres akhirnya dibentuk KELOMPOK KERJA ‘PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JEJARING’ yang memilih 3-5 orang anggota kelompok kerja dengan mempertimbangkan faktor keterwakilan bentuk organisasi, keterwakilan ranah kerja organisasi (produksi, distribusi, eksibisi, pendidikan, pengarsipan), keterwakilan geografis (Jawa, Sumatra, Kalimantan) dan keterwakilan gender (wanita-pria). Yang terpilih adalah Dimas Jayasrana, Lulu Ratna (Boemboe.org), Pandu A. (Atma Jaya Jogja), Veronica Kusuma (Klub Kajian IKJ) dan Darma Lubis (SOI Medan). Semoga saja dengan diadakannya kongres ini dan terpilinhnya nama-nama tersebut, jaringan kerja perfilman berbasis komunitas mampu menjadikan perfilman kita menjadi lebih berbobot dan mendidik di mana saat ini penonton kita hanya disuguhi tontonan-tontonan yang hampir seragam.

About the author

Avatar

Riezki Andhika Pradana

Riezky Andhika Pradana (Kikies) seorang mantan jurnalis majalah anak-anak Ananda semasa kuliah di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, Fakultas Komunikasi jurusan Jurnalistik, ia lulus pada tahun 2005. Salah satu karya videonya, Balada Hari Raya yang merupakan salah satu karya dari proyek Cerpen Untuk Filem yang masuk nominasi kategori filem pendek Konfiden 2007. Ia juga pernah menjadi pemimpin redaksi akumassa.org. Sekarang ia tinggal di Jogjakarta, dan menjadi wartawan di salah satu surat kabar lokal Jogjakarta.

2 Comments

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.