Jurnal Kecamatan: Rangkasbitung Kota/Kabupaten: Lebak Provinsi: Banten

Kitarung Underground (KUG)

Avatar
Written by Jaenudin "Dableng"

“Beng…, rek moal ngarental Band?” (Beng, mau ngerental band nggak?). Begitulah kalimat yang sering diucapkan temanku Tisan yang hobi main band. Bisa dibilang hampir tiap hari dia mengajakku main band, padahal dia tidak punya alat band sama sekali, tetapi demi hobinya dia rela merogoh kocek uang  jajannya demi ngeband. Terkadang kalau dia lagi bokek, dia mencoba untuk ngerental band dengan cara Usaha Nipu Colot (UNICO)–usaha menipu orangtua. Katanya sih cuma satu hari saja tidak ngeband pusingnya tujuh keliling. kok bisa begitu ya? kaya kecanduan nikotin aja. Bagi dia musik sudah menjadi bagian hidupnya,  demi ngeband dia rela korbankan kuliahnya di salah satu universitas negeri di Jakarta sampai berantakan. Terbukti hampir beberapa tahun kuliahnya gak nyampe khatam alias tamat.

Pamflet konser Iron KUG tahun 2005

Pamflet konser Iron KUG tahun 2005.

Aksi panggung band KUG senior pada acara "Lebak Berisik" di Gedung Juang '45, Lebak

Aksi panggung band KUG senior pada acara “Lebak Berisik” di Gedung Juang ’45, Lebak.

Masa Lalu

Pertemuan yang tak disengaja terjadi pada pertengahan tahun 1997 dengan Tisan, peristiwa yang begitu singkat di pasar malam Rangkasbitung. Pada waktu itu aku bersama temanku yang lain nongkrong di lapak ayam goreng. Kami berdiskusi ingin membentuk sebuah grup band. “pucuk dicinta ulam tiba”, kataku. Karena keinginannya yang sama denganku dan secara kebetulan dengan temanku lainnya. Penjelasan identitas yang beragam dimulai dari aku (pengangguran), Tisan (anak kuliahan), Theo  (Bos Playstation), Dayat dan Pranky (penjual ayam goreng), sepakat membentuk grup band dengan nama “MAGNETIK“. Formasi band meliputi aku sebagai pembetot bass, Tisan sebagai lead gitar, Theo sebagai vokalis, Dayat memegang rhytm gitar dan Pranky menjadi penggebuk drum. Genre yang diusung saat itu adalah musik rock, setiap ngerental band kami selalu membawakan lagu-lagu Power Metal (grup band rock dari Surabaya). Maklum saja, saat itu di daerah banyak mengidolakan rock star. Untuk menunjukan eksistensi band, kami mengikuti banyak Parade atau Festival Band yang digelar di kota Rangkasbitung sampai ke luar daerah telah kami jelajahi tanpa lelah, walau hasilnya tidak juara. Sadar memiliki banyak kekurangan skill,tidak menyurutkan semangat kami, justru kesadaran skill pas-pasan membawa kami untuk terus belajar dalam mengasah kemampuan bermusik. Sayangnya, band yang telah kami rintis selama setahun itu harus kandas di tengah jalan karena masalah ekonomi serta adanya perbedaan pendapat antara aku dan Tisan, hingga band terpaksa dibubarkan tanpa bekas.

Cerita itu menjadi salah satu contoh bagi seorang yang punya ambisi begitu besar di musik dan itu adalah aku, juga teman-temanku. Tinggal di kota Rangkasbitung yang terpencil dan tidak tersedianya sarana yang memadai hingga sangat susah menyalurkan bakat di musik, itu keluhku waktu dulu. Ada juga temanku yang lain memiliki cita-cita ingin jadi artis terkenal, tapi bagaimana caranya?. Gumamku waktu itu, “mungkin produsernya saja tidak sampai ke kampung”, ya sudah aku dan temanku hanya menunggu keajaiban saja!.  Sungguh beragam, cita-cita dan ambisi teman-teman ketika itu. Walaupun pada akhirnya semua menyadari hal itu akan susah terwujud. Mayoritas band-band di kampungku, ekonominya dibawah rata-rata, sungguh tidak mungkin kalau mau mendatangkan produser rekaman ibu kota, gerutu hati.

Selang waktu membawaku pada perkenalan dengan teman baru, Komek namanya. Temanku Komek atau Roni (33 tahun), dengan band-nya “PUPILS” pernah mengikuti festival band rock alternatif sejabotabek yang digelar di Poster Café Jakarta, dan sungguh luar biasa band ini menjadi the best band juara kesatu dari jumlah peserta sebanyak 167 band. Itu merupakan sebuah prestasi yang membanggakan bisa mengalahkan band-band sebesar kota Jakarta dan tentunya menjadi kebanggaan bagi daerahku yang jauh di ujung barat pulau Jawa. Saat itu Komek dan kawan-kawan bercerita dihadapan banyak fans, dia ditawarkan rekaman oleh seorang produser karena prestasinya bagus, namun tetap saja ujung-ujungnya harus keluar modal awal yang jumlahnya jutaan rupiah. Susah juga yah! kalau hanya modal dengkul produsernya takut rugi besar, berulangkali hati ini bergumam tak berucap.

Aksi band PUPILS yang diketuai Komek (kiri) di Gedung Juang '45, tahun 1998

Aksi band PUPILS yang diketuai Komek (kiri) di Gedung Juang ’45, tahun 1998.

Perubahan dan perkembangan band saat itu banyak tersebar oleh media televisi yang begitu cepat. Masuknya aliran musik underground di Lebak pada tahun 1998. Ya! waktu itu keadaannya jelas banyak dipengaruhi oleh televisi dan pergaulan yang dibawa dari Jakarta. Melepas kebuntuan karena kandasnya cita-cita dan ambisi dalam menyalurkan bakat di musik, tercetuslah ide dari temanku Komek, untuk membuat paguyuban band dengan nama jalan yang ada di kampungku yaitu Kitarung terjadilah peresmian masal Kitarung Underground (KUG) dengan beranggotakan band-band khusus beraliran musik underground. Prioritas anggota band-nya di sekitar jalan Kitarung. “Kenapa harus beraliran musik underground?”, gumamku. Karena dengan aliran seperti inilah anak-anak band bebas berekspresi dalam penciptaan sebuah lagu tanpa harus ada ketentuan-ketentuan yang rumit. Menjadi sebuah resiko, tidak ada produser satupun yang melirik aliran seperti itu, kata Komek yang mengganti aliran musik band-nya dari rock alternatif menjadi aliran brutal death.  Menyesuaikan aliran musiknya, maka nama band pun diganti menjadi Bloody Abuser.

Akupun jadi tertarik. Terdorong keinginan bergabung menjadi bagian KUG, apalagi base camp-nya terletak di kampungku. Aku yang waktu itu sudah tidak punya grup band, mencoba mencari partner di sekitar kampungku yang mahir memainkan alat musik dan aku menemukan Cokro (spesialis guitar), Mono (drummer), Bogel (vokalis), Diding (spesialis guitar rhytm), dan aku sendiri membetot bass. Terbentuklah sebuah band dengan nama  “BOENCIT”, yang namanya disesuaikan dengan aliran musik hardcore. Untuk memenuhi syarat bisa tergabung ke dalam KUG, band kami punya target untuk membuat lagu-lagu ciptaan sendiri. Proses penciptaan lagu ciptaan banyak terinspirasi oleh band luar negeri seperti Sepultura dan Bio Hazard.

Proses  penggarapan lagu ciptaan selalu bersamaan dalam mengaransemen musik dan liriknya, dan terciptalah empat lagu ciptaan sendiri. Diantara lagu ciptaan, ada satu lagu yang menurutku sangat bagus karena terbukti banyak band-band yang tergabung di KUG menyukainya, “terutama aransemen musiknya yang unik”, puji Komek selaku pimpinan KUG. Lirik lagu ini garis besarnya mengisahkan tentang umpatan kekesalan terhadap para birokrat yang mengorbankan masyarakat demi kepentingan pribadi dan golongannya. Nama judul lagunya, “Provokator” contoh liriknya sebagai berikut:

Sekarang telah terjadi, semaraknya orang bisnis sensasi
Menghasut meludah sana sini tak perduli kawan ataupun lawan
Hey….. Goblok… Provokator jahanam raba kami raba
Jangan pernah bungkam mulut kami
Kami muak dengan ocehanmu
Yang berbau politik semu…
Hey…… Bangsat… Provokator biadab…
Mari sini dekati aku… Jangan kau sembunyikan mukamu
Hadapi Aku bila kau jantan…
Provokator ……………… Jahanam…!!!
Provokator………………  Biadab…….!

Bicara tentang lagu ini, aku jadi teringat waktu itu ada grup band lain yang mengklaim lagu “Provokator” meniru aransemen lagu ciptaan band-nya, tetapi lucunya hampir saja bentrok gede-gedean alias tawuran masal (untungnya tidak ada wartawan entertainment yang meliput dalam televisi).
Program pertama KUG adalah mencoba menjadi produser kecil-kecilan dengan menampung band-band yang mau membuat lagu ciptaannya sendiri, lalu direkam dengan syarat harus bayar biaya rekaman Rp.25.000,-. Walaupun rekamannya tidak sekelas artis ibu kota, kami menggarap rekaman paling murah atau demo live yang bisa terjangkau biayanya. Sudah pasti kualitasnya bisa di tebak, kenyataannya jauh dari standar. Karena keinginan yang tinggi dari anggota band untuk bisa merasakan bagaimana rekaman itu, aku dan teman-teman yang lain harus susah payah mencari tempat studio rekaman ke luar daerah. Akhirnya kami dapat juga studio “K“ yang berada di Pondok Gede, Bekasi. Dan mereka bersedia menampung kami dengan segala keterbatasannya.

Boencit Band berpose di atas gedung Pasar Rangkasbitung (dokumentasi foto oleh Dableng, 1995)

Boencit Band berpose di atas gedung Pasar Rangkasbitung (dokumentasi foto oleh Dableng, 1995).

Banyaknya band yang ikutan waktu itu, maka kami harus gantian menunggu giliran jadwal rekaman. Akhirnya tercapai juga rekamannya, walaupun hasilnya sedikit berantakan tapi menurut kami saat itu, sudah cukup, minimalnya mirip seperti  aliran underground lainnya. Ambisi dan kerja keras telah mengantarkan kami ke studio ibu kota.

Ada kebanggaan serta semangat yang aku lihat dari teman-temanku, apalagi kami berniat  mengumpulkan lagu ciptaan dari masing-masing anggota band untuk dipromosikan di radio daerah. Penyebaran kaset yang begitu cepat membuat kaset kompilasi yang band-band-nya tergabung di paguyuban Kitarung Underground laris manis alias ludes. Meniru-niru artis beneran ternyata melelahkan, lucunya ada sebagian masyarakat kampung menyangka kami artis beneran sampai di dekati cewe-cewe, aku hanya tertawa.

Bisa dikatakan KUG mengalami masa jayanya di tahun itu, 1999 sampai tahun 2000. Ada manfaat di balik berdirinya KUG, di samping bisa menyatukan anak-anak band yang ada, dampaknya membuat harum nama jalan kampung. Mendengar celetukan sanjungan, kampungku adalah kampung musisinya Rangkasbitung. Terkadang  kami dalam menunjukan eksistensi, satu tahun sekali selalu mengadakan acara festival band ataupun parade band. Misi kecilnya supaya bisa berguna sebagai hiburan dan sebagai ajang penyaluran bakat anak-anak band yang ada di kota Rangkasbitung. Sayangnya tahun 2001 tekad KUG dalam memajukan band-band lokal tidak bertahan lama, karena Pemerintah Daerahku melarang setiap pergelaran musik yang beraliran keras (underground), alasannya banyak kejadian-kejadian di seluruh tanah air yang menjurus anarkis hingga berujung fatal. Menurut dugaanku saat itu karena penghayatan lagunya yang kelewat batas, hingga menimbulkan kesan kebrutalan ditambah lagi fashion yang tidak lazim, merujuk pada kebiasaan masyarakat lokal sehingga aparat mengidentikkan sebagai pengguna narkoba. Semenjak itulah eksistensi KUG di musik sedikit demi sedikit mulai pudar hingga sampai sekarang sudah tidak ada lagi.

Kemajuan industri musik di tanah air membawa perubahan yang sangat besar bagi regenerasi band di kotaku, terbukti dari kemunculan studio-studio musik baru, yang menyajikan peralatan yang cukup seukuran kota terpencil. Bahkan muncul studio Klausas dan Gom yang sudah bisa rekaman, walaupun peralatannya sederhana tetapi cukuplah bisa membawa kemajuan musik di kotaku. Jika dibandingkan tahun 1996 yang hanya ada satu studio, itupun peralatannya yang sangat pas-pasan jauh dari layak.

Kini semuannya telah berubah, dulu aku sebagai pengangguran tetapi kini sudah bekerja sebagai operator di salah satu studio musik di Rangkasbitung, otomatis aku lebih mengenal lagi perkembangan musik di kotaku. Aku perhatikan sangat pesat perkembangannya terlihat dari anak SD sekarang sudah pandai ngeband, ditambah sekarang sekolah-sekolah SMA di kota mewajibkan siswa-siswinya untuk mampu memainkan minimal salah satu alat musik, untuk penilaian dalam bidang studi kesenian.

Masa Kini

Pemutaran video akumassa dari Saidjah Forum yang digelar pada tanggal 11 Januari 2009 lalu, memberikan hiburan band yang dimeriahkan oleh band-band lokal, baik yang ada di sekitar Kitarung maupun dari tetangga kampung. Dari sekitar tujuh band yang tampil malam itu, aku dikagetkan oleh penampilan grup band Dangers Of Live yang menurutku sangat oke. Ternyata rasa kagum tidak hanya dialami olehku sendiri, kawanku Ugeng dan Akbar selaku tamu undangan dari Forum Lenteng menikmati penampilan band tersebut. Ketika kami menanyai mereka lebih jauh, mereka menjelaskan bahwa Danger Of Live sendiri berdiri bulan Juni 2007 dengan personil, Rizal (bass), Fazrin (lead guitar), Ikhsan (gitar 2), Zikri (drum), dan Rizki (vokal).

Alih-alih pembahasan, aku membawa kalian pada mereka di satu petikan obrolan singkat. Band yang dibina oleh Adul (Abdul Salam) sebagai guru seni di sekolah SMP Islam Terpadu Al-Qudwah di Kampung Cempa ini, sempat kami ajak ngobrol bareng di Saidjah Forum minggu kemarin. Obrolan dimulai dari cerita Adul saat ngeband di sekolah SMKN 1 Rangkasbitung di kompleks pendidikan. Nama bandnya Tarantula, eksis sekitar tahun 2000, setelah lulus Adul bergabung dengan band Family Clausas. Kini pada saat menjadi tenaga pendidik honorer 24 jam, kerja yang penuh waktu seperti itu sudah menjadi kewajibannya, karena selain memantau di lingkungan sekolah, Adul diberi tanggung jawab mengawasinya di luar sekolah. Perkenalan dengan band Dangerous of Live, ketika itu Adul mengamati perkembangan para siswa. Adul melihat potensi para siswa yang begitu besar, maka Adul terpanggil untuk membimbing mereka ke arah yang positif, itupun bukan karena Adul ahli di bidang musik. Di tengah remaja yang keranjingan motor dan handphone, Adul harus hati-hati mengarahkan band tersebut. Genre band mereka saat ini bisa dibilang campuran rock progresif dan jazz.

Sore hari, Saidjah Forum kedatangan tamu band Dangerous of Live. Di tengah suasana hari raya Imlek kami menawari dodol cina pemberian tetangga sebelah. Abdul Salam biasa disapa Adul dan aku, akan membawa kalian pada pembicaraan perkembangan band remaja di Rangkasbitung. Dari band-band yang sekedar iseng-iseng sampai ke band yang memiliki mimpi yang kuat. Band yang diisi oleh lima personil ini mengaku berumur belasan tahun, menyampaikan keluh kesah dan mimpi mereka secara terang-terangan pada Saidjah Forum. Petikan obrolan yang polos akan kami rangkum dalam bingkaian teks yang sederhana selanjutnya.

About the author

Avatar

Jaenudin "Dableng"

Zainudin "Dableng" adalah salah seorang anggota Saidjah Forum. Ia terlibat dalam kegiatan lokakarya AKUMASSA Lebak, dan juga dalam produksi film dokumenter panjang, berjudul Dongeng Rangkas (2011, disutradarai oleh Andang Kelana, Badrul “Rob” Munir, Fuad Fauji, Hafiz & Syaiful Anwar) yang diproduksi oleh Saidjah Forum dan Forum Lenteng.

19 Comments

  • keren pisan….euy, kapan kita mosing – mosing again !!!
    gw kangen ne ma musik Underground….

  • Dableng foto anak KUG gak ada ya…, kan lucu kalau ada foto kalian yang bersemangat mengusung musik underground dari Kitarung…, salam Hafiz

  • mang ujang pa kbr ?…. ya. seiring usia bertambah kali yee.., tapi di hati tetap brutality…kakakakak, salam saya buat seluruh anak – anak forlent tanpa terkecuali

  • wah masih hafal ya ternyata perjalanan hidupmu yang panjang dan kelam ituh…hehehe… kapan ya kitarung undergroung (KUG) bisa bangkit dari kubur ???miss all that moment.. aya FS teu benk?? salam u/ budakh m2 studio!!! SEMANGAT TRUSSSSSSSSSSSS!!!! IFHONK TEAAA

  • wah…mana fotonya… kalo under mah ada photonya dong..
    kang dableng gmna kapan ngejam lg…..

    oiya… mana gula saya

  • pak iron, kok bisa sih berhenti dari musik2 underground??
    apa nggak mau berjuang terus di tengah maraknya lagu2 melow kayak sekarang ini?

    maleh mah….
    nggak mau berjuang..

    (kang dableng, titip salam ya buat pak iron nya..
    trus bilang : CHAYOOOOOOOOOOO……….)

  • haha… sudah pernah merasakan atmosfer bermusik kalian hehe paling tidak satu hari hehe… sangat manis sejarah kitarung… tapi apakah dapat dipertahan kan dari serbuan kembali lirik melankolis dan mendayu laksana kang mas ujang chaniago… kami tunggu adegan selanjutnya… salam hormat ki dableng… kapan2 saia take yah hahaha…amien

  • ane salah satu dari sekian banyak penikmat musik aliran metal underground, ane pengen banget denger karya kampung halaman ku, kalo agan sudi ane minta tolong dimana,kmana ane bisa dapetin lagunya. Jujur ane sampe merinding bulu puduk baca artikel agan, ane cuma denger selentingan dari temen kalo dulu pernah ada acara ‘lebak berisik’, itu pun ane dengernya dari anak depok. hatur nuhun sateuacana. ditunggu kunjungan balikna.

  • Rangkasbitung bukan lagi sekedar kota kecil yang marginal, tapi dengan musik, Rangkasbitung bisa dikenal di dunia luas,….!

    Forza KUG (Kitarung Under Ground)

  • I was pretty pleased to uncover this website.
    I wanted to thank you for ones time for this wonderful read!
    ! I definitely savored every part of it and i also have you bookmarked to see
    new information on your blog.

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.