DKI Jakarta

Akrab Dengan Banjir

Musim hujan adalah pertanda untuk harus segera mengungsi bagi beberapa warga yang tinggal di wilayah rawan banjir. Sebab, bila hujan terus menerus turun berarti dalam beberapa hari lagi bencana banjir akan melanda. Apalagi, banjir kerapkali merendam pemukiman yang mereka tinggali akibat curah hujan yang cukup tinggi dan banjir kiriman dari Bogor. Seperti yang menimpa warga di kawasan perkampungan Dewi Sartika, Jalan Arus, Jakarta Timur, Kamis (18/2). Luapan Sungai Ciliwung mulai merendam wilayah RW 02 dan 03 permukiman warga yang memang terletak bersebelahan dengan bantaran Kali Ciliwung tersebut, sejak pukul 03.30 WIB.

akrab dengan banjir1

Dalam beberapa tahun terakhir,banjir seolah menjadi agenda rutin. Berbagai antisipasi disiapkan, salah satunya memindahkan para warga di sepanjang bantaran sungai, cara ini merupakan salah satu cara yang efektif  untuk mengendalikan banjir. Alternatif lainnya adalah dengan menyiapkan perahu-perahu serta tempat pengungsian. Wajar saja, mengingat akses trransportasi sepenuhnya tergenang air saat banjir melanda. Perahu menjadi satu-satunya alat evakuasi warga atau yang dikenal dengan istilah getek (kapal getek, adalah jenis kelotok yang fungsinya khusus untuk mengangkut orang.)

Beberapa warga sedang berusaha menyelamatkan motornya dari banjir yang merendam rumahnya

Beberapa warga sedang berusaha menyelamatkan motornya dari banjir

 

Banjir juga mendatangkan peluang ekonomi bagi sebagian orang, yaitu dengan menyewakan jasa getek sebagai satu-satunya alat transportasi saat banjir

Banjir juga mendatangkan peluang ekonomi bagi sebagian orang, yaitu dengan menyewakan jasa getek sebagai satu-satunya alat transportasi saat banjir

Salah satu warga yang rumahnya terendam banjir adalah Muhayar (64), yang lebih dikenal ‘babeh’ dikalangan anak-anak muda. Babeh memiliki 4 orang anak (2 putri dan 2 putra) serta telah dianugerahi 2 orang cucu. Ia merupakan pensiunan sebuah perusahaan otomotif di Jakarta yang juga ikut terkena imbas resis (PHK). Ia mencukupi kebutuhan keluarganya dengan membuka warung kopi, “Ya, maklumlah semua udah pada berkeluarga dan bekerja, tinggal yang anak perempuan bungsu saja yang masih mengenyam Sekolah Menengah Pertama di salah satu sekolah swasta di Jakarta, itu pun mendapat beasiswa.” Tegasnya.

akrab dengan banjir11

akrab dengan banjir

Getek yang diperolehnya bukan merupakan buatan sendiri, melainkan beli secara satu persatu (eceran), mulai dari kayu yang dibuat sebagai bangku dan dayung juga triplek/papan yang digunakan sebagai dasar dari getek tersebut. Kurang lebih lima puluh sampai seratus ribu rupiah untuk ongkos pembuatannya hingga getek tersebut siap pakai.

akrab dengan banjir4

akrab dengan banjir5

Banjir kini telah datang dan merendam warung kopi miliknya namun, hal tersebut tidak mematahkan semangatnya untuk berputar otak guna mencari rezeki dalam keadaan tersebut. Dia dan anak lelakinya pun menjajakan jasa transportasi menggunakan getek bagi warga sekitar yang akan melintas. “Bayarannya seiklhasnya saja,” ujar Babeh. Dalam sehari dia dapat meraup pemasukan hingga Rp.30.000,-.

akrab dengan banjir9

akrab dengan banjir6

Warga tetap memilih bertahan di rumah mereka, walaupun banjir sudah setinggi pinggang orang dewasa

Warga tetap memilih bertahan di rumah mereka, walaupun banjir sudah setinggi pinggang orang dewasa

akrab dengan banjir8

Meski ketinggian air di kawasan tersebut telah mencapai tinggi pinggang orang dewasa, ditambah lagi hujan yang kerap deras turun, tidak mematahkan niat para warga untuk tetap bertahan. Mereka lebih memilih tinggal di atap-atap loteng/lantai  dua rumah  mereka, meskipun air dan lumpur telah memasuki tempat tinggal mereka.”Hampir 40 tahun saya tinggal dan dibesarkan disini.” Begitu jawabannya, saat ditanya alsan mengapa betah berada di kawasan banjir tersebut.

akrab dengan banjir9

akrab dengan banjir10

Tidak ada raut kesedihan dari wajah para warga yang tinggal disana. Semuanya tampak begitu akrab dengan banjir, seolah-olah banjir kiriman tersebut adalah hal yang lumrah, aktivitas berjalan selayaknya bahkan sejumlah anak-anak tampak asyik bermain dengan air dan beberapa lagi menggunakannya sebagai sanitasi.


About the author

Avatar

Agung Natanael

Agung “Abe” Natanael dilahirkan di Jakarta pada 12 Desember 1982. Lulus sebagai Sarjana Sosial di bidang Jurnalistik dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jakarta. Bersama kawan-kawan satu kampusnya ia mendirikan Tanahijau, sebuah komunitas mahasiswa di Jakarta yang bergiat di wilayah jurnalistik seni dan budaya di tahun 2001. Lalu di 2003, ikut mendirikan Forum Lenteng dan terlibat di Massroom Project—Proyek 9 video dokumenter tentang Jakarta yang dibuat oleh Forum Lenteng. Sebagai Pecinta Alam, ia juga aktif di lembaga konservasi alam untuk anak (KELANA) di 2003-2004. Beberapa tahun ini ia fokus untuk menjadi seorang fotografer jurnalis, ia pernah bekerja sebagai reporter berita harian di Media Kota News–Bekasi (2002), Magang di Harian Koran5–Jakarta (2005), kontributor foto di Majalah Kesehatan “Family Doctors” (2005) dan Majalah Bung–Jakarta (2012). Di sela kesibukannya ia juga menjadi pemateri untuk workshop-workshop fotografi.

5 Comments

  • bencana tidak dirasa sebagai bencana. rumah kemasukan air sampai atap bukan masalah karena ‘sudah biasa’. bencana adalah peluang bisnis. mental dari mana ya itu asalnya? cuma di indonesia yang bisa begini.

  • bencana banjir di Jakarta tidak terlihat, malah terlihat senang ketika mengamati gambar-gambarnya. birunya seperti bendera eropa. hahah…Abe emang mantabb..

  • Banjir,,,, Bosen dengernya di televisi, jakarta lagi>>>>>>> kenapa yah…. banjir kiriman lagi, yang salah orang bogor ato jakarta neh???????? tp kyaknya kite semua neh, pelajaran berharga dari Tuhan,,,, save our nation….

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.